NovelToon NovelToon
MAS KADES, I LOVE YOU

MAS KADES, I LOVE YOU

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa pedesaan / Cintamanis / Menyembunyikan Identitas / Budidaya dan Peningkatan / Chicklit
Popularitas:19.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mama Mia

#Mertua Julid

Amelia, putri seorang konglomerat, memilih mengikuti kata hatinya dengan menekuni pertanian, hal yang sangat ditentang sang ayah.

Penolakan Amelia terhadap perjodohan yang diatur ayahnya memicu kemarahan sang ayah hingga menantangnya untuk hidup mandiri tanpa embel-embel kekayaan keluarga.

Amelia menerima tantangan itu dan memilih meninggalkan gemerlap dunia mewahnya. Terlunta-lunta tanpa arah, Amelia akhirnya mencari perlindungan pada mantan pengasuhnya di sebuah desa.

Di tengah kesederhanaan desa, Amelia menemukan cinta pada seorang pemuda yang menjadi kepala desa. Namun, kebahagiaannya terancam karena keluarga sang kepala desa yang menganggapnya rendah karena mengira dirinya hanya anak seorang pembantu.

Bagaimanakah Amelia menyikapi semua itu?
Ataukah dia akhirnya melepas impian untuk bersama sang kekasih?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

04. Langkah dalam gelap

.

Taksi yang ditumpangi oleh Amelia melaju membelah jalanan malam. Lampu-lampu jalan menyala bergantian di cermin kaca samping, menciptakan bayangan yang bergeser di wajah Amelia. Air matanya sudah kering, tapi rasa kosong di dada masih terasa sekeras itu. Dia hanya duduk diam, menatap ke luar dengan pikiran terbang jauh.

Dia masih belum tahu dia hendak ke mana. Semua terasa terlalu cepat, terlalu mendadak. Sejak keluar dari rumah, dia hanya mengikuti aliran perasaan tanpa rencana apapun.

“Nona, Anda mau ke mana?” tanya sopir taksi dengan nada lembut. Dari pantulan kaca spion dia menatap wajah gadis yang hanya memesan tanpa menyebutkan tujuan. Pria itu sudah menunggu lama, namun, gadis muda itu masih juga terbenam dalam pikirannya sendiri.

Amelia tersentak, seolah baru menyadari bahwa dia sedang berada di sebuah taksi yang terus melaju. Dia mengerutkan alis, memutar kepala ke kiri dan kanan, melihat lingkungan di sekitar yang semakin asing. “Ah… maaf, pak. Mohon cari hotel terdekat saja dari sini,” katanya dengan suara yang masih sedikit bergetar.

Sopir menganggukkan kepala, melihat bayangan Amelia di cermin kaca spion. “Baik, nona. Akan saya cari yang terdekat dari jalan ini,” ucapnya, seolah membaca kekhawatiran gadis itu.

Taksi melanjutkan perjalanan, berbelok ke jalan yang ramai. Amelia membuka jendela, merasakan udara malam yang menyapa lembut wajahnya. Selama beberapa menit, hanya suara mesin mobil dan kendaraan yang bersimpangan yang terdengar.

Tak lama kemudian, taksi berhenti di depan sebuah hotel bintang dua yang terlihat bersih. Temboknya berwarna putih muda, dengan lampu depan yang menyala lembut. “Ini adalah hotel yang terdekat, Nona. Apakah Anda akan turun di sini? Ataukah Anda ingin saya membawa Anda ke hotel yang lain?” tanya sopir taksi, mengingat dia menjemput Amelia di sebuah rumah super mewah. Hotel kelas dua seperti ini, mungkin bukan selera penumpangnya.

Amelia melihat ke luar, hotel kecil. Tapi, ia mulai berpikir. Mungkin dia memang harus mulai berhemat dari sekarang. Amelia pun kemudian mengangguk. “Turin di sini saja, pak. Terima kasih.” Dia membayar ongkos taksi dengan uang tunai yang dia miliki, lalu turun dari mobil sambil menarik kopernya.

Saat pintu taksi tertutup dan melaju menjauh, Amelia berdiri sendirian di depan pintu hotel. Malam semakin larut, angin malam yang dingin menyapu wajahnya. Dia menarik nafas dalam-dalam, mengangkat kepala, dan melangkah ke dalam hotel. Ini adalah langkah pertamanya dalam hidup baru yang tak dikenal.

Amelia mendekati resepsionis hotel yang hanya diisi oleh seorang pria muda dengan kacamata tipis bertengger di atas hidungnya. Lampu di area resepsionis menyala lembut, membuat ruangan terasa sedikit menenangkan meski hatinya masih berguncang.

“Ada yang bisa saya bantu, nona?” tanya pria itu dengan senyum ramah.

Amelia mengangguk, meletakkan kedua telapak tangannya di meja resepsionis untuk menstabilkan diri. “Ya, pak. Saya ingin check in. Satu kamar, satu malam saja dulu,” katanya, suaranya sudah lebih tenang meski masih terdengar lemah.

“Baik, nona. Mohon berikan KTP atau SIM untuk pendaftaran ya,” ucap pria itu sambil mengambil formulir.

Amelia terkejut sejenak, lalu cepat meraih tas selempangnya. Dia mencari KTP-nya dan menemukan itu di dalam dompet. Saat memberikan nya, dia melihat nama di KTP itu. Amelia Bramasta. Kata “Bramasta” terasa seperti batu yang menyangkut di tenggorokan. Dia ingat kata-katanya tadi pada ayahnya.

“Mulai saat ini saya hanya Amelia, tanpa Bramasta.”

Pria resepsionis mencatat datanya dengan cepat. “Sudah, nona Amelia. Kamar nomor 207, lantai dua. Harganya Rp180.000,- untuk malam ini. Mau bayar tunai atau kartu?”

Amelia menggeleng. “Tunai, pak.” Dia mengeluarkan uang dari dompet dan menghitungnya. Uang itu cukup, tapi hanya tersisa sedikit untuk hari esok.

Setelah membayar dan mendapatkan kunci kamar berbentuk kartu, Amelia menarik kopernya menuju lift. Liftnya kecil dan sedikit berisik, tapi dia tidak peduli. Saat pintu lift tertutup dan mulai naik, dia merasa seolah-olah sedang meninggalkan semua masalah di lantai bawah. Meski ia tahu, itu hanya untuk sementara. Masalah sebenarnya baru akan dia hadapi besok.

Lift berhenti di lantai dua. Amelia keluar dan mencari kamar 207. Ketika menemukannya, dia memasukkan kartu kunci dan memutar pegangan pintu. Kamarnya sederhana: ranjang satu orang, meja kecil, lemari, dan kamar mandi yang bersih. Tidak sesempurna kamar di rumahnya, tapi ini adalah tempatnya sekarang.

“Tak apa, yang penting aku bisa istirahat. Masalah nanti, pikir besok," gumamnya.

Dia meletakkan kopernya di lantai, melangkah ke depan jendela, dan membukanya. Udara malam menyebarkan aroma bunga bakung dari taman di luar hotel. Dia menatap langit yang begitu gelap, tidak ada bintang yang terlihat. Tapi di tengah kegelapan itu, dia merasa hatinya sedikit lega, dia akhirnya bebas, meski harus merasakan perpisahan yang menyakitkan.

Setelah beberapa saat berdiri di dekat jendela, Amelia menuju kamar mandi. Air pancuran membasahi badannya, meluruhkan segala lelah sepanjang hari. Ia menutup mata, membiarkan air mengalir di wajahnya sambil mencoba menghilangkan semua pikiran yang membanjiri otaknya. Perjodohan, kemarahan papanya, dan kesedihan mamanya.

Amelia merasa tubuhnya lebih segar. Ia mengenakan baju tidur sederhana yang dibawanya, membaringkan tubuh di atas ranjang. Ia menarik selimut hingga sebatas dada. Kasur hotel tidak selembut kasur rumahnya, tapi cukup nyaman untuk melepas lelah.

Wajahnya menengadah langit-langit ruang yang polos dan terang. Pikirannya berkelana entah ke mana. Ia menghela napas panjang, mengangkat tangan dan menutupi mata.

“Ah, tidak… aku harus istirahat dulu agar bisa berpikir dengan jernih,” gumamnya dalam hati. Semua masalah itu bisa dipikirkan besok. Sekarang, yang dia butuhkan hanyalah tidur untuk menyegarkan pikiran dan tubuhnya.

Perlahan, matanya mulai berat. Suara angin yang menyapu jendela dan bunyi kendaraan yang lewat dari jalan jauh membuatnya semakin nyaman.

*

*

*

Kembali ke rumah keluarga Bramasta. Suasana terasa sepi seperti tak ada nyawa. Nyonya Eliza duduk bersandar di atas ranjang mewahnya, kedua kaki selonjor lurus di atas kasar yang lembut. Tatapannya kosong, menatap dinding di depannya. Wajahnya masih basah oleh sisa-sisa air mata yang baru saja berhenti mengalir menetes di pipinya yang memerah.

Pikirannya berkelana entah ke mana, lalu kembali ke wajah Amelia yang terakhir kali dia lihat. Senyum paksa sebelum masuk taksi, mata yang penuh kesedihan tapi juga tegas. Dia membayangkan putrinya sekarang di mana, apakah sudah tidur nyenyak, apakah sudah makan malam. Rasa bersalah menyelimuti dirinya. Seharusnya dia melawan suaminya lebih keras agar Amelia tidak pergi.

“Honey… tidurlah ini, sudah malam.”

Suara Alexander menyadarkan Eliza dari lamunannya. Dia menoleh dan melihat suaminya sudah berbaring di sebelahnya, dengan mata menatap ke arahnya. Eliza mengambil nafas dalam-dalam, dadanya terasa sesak. Tanpa berkata apa-apa, dia menarik tubuhnya melorot, lalu berbaring dengan posisi memunggungi suaminya. Sesuatu yang tak pernah dia lakukan selama bertahun-tahun pernikahan mereka.

Alexander mengambil nafas dalam-dalam. Dia melihat punggung istrinya yang meringkuk. Ia tahu Eliza sedang bersedih, dan menyalahkan diri. Tapi dia tidak ingin banyak bicara dulu—kata-kata sekarang tak akan mampu menghilangkan rasa sakit mereka berdua. Dia hanya mengulurkan tangan, menarik istrinya ke dalam pelukan erat.

Eliza masih betah dalam diam bahkan ketika kepalanya terbenam di dada suaminya. Degup jantung yang terdengar tenang, seolah suaminya tidak baru saja membuat keputusan besar.

Alexander membelai rambutnya lembut, jari-jari menyentuh kulitnya dengan penuh sayang. Hanya keheningan yang disertai bunyi napas mereka yang saling berselang-seling. Detik jarum jam terdengar lebih keras dari biasanya. Di dalam pelukan itu, mereka berdua merasakan kesedihan yang sama, kesedihan karena kepergian Amelia.

"Semua akan baik-baik saja," ucap Alex.

1
Nar Sih
pasti di ibu tiri busun ,bisa marah bsr bila tau raka udh lamar amel ,
Supryatin 123
mendapatkan pelajaran d cerita ini sangat penting buat para petani nich.boleh.d share nich ke para petani lnjut thor 💪💪
✍️⃞⃟𝑹𝑨 Mama Mia: semoga bermanfaat
total 1 replies
Cindy
lanjut kak
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ ✍️⃞⃟𝑹𝑨
sawah
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ ✍️⃞⃟𝑹𝑨
ini mana tanda bacanya mak, tak pikir td narasi ternyata dialog amel
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ ✍️⃞⃟𝑹𝑨
jangan salah pak-pak, tikus lobang kecil aja bisa masuk kok😜
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ ✍️⃞⃟𝑹𝑨
kayak ada kata yg kurang, dialog bu sun
qin
Ooo.. begono ok2 Suwon Thor lanjot up😄
✍️⃞⃟𝑹𝑨 Mama Mia: mugo2 bermanfaat.
total 1 replies
juwita
km salah pilih kawan busun Amel g akn bisa di tindas
juwita
klo nikah harus dtg org tua amel kan harus jd wali nikahnya
✍️⃞⃟𝑹𝑨 Mama Mia: memang harus. kalo GK ada papa ya Amel. sebagai wali nanti tidak sah
total 1 replies
〈⎳ FT. Zira
mainkan playing victim mu, minyak sawit/Right Bah!//Right Bah!/
〈⎳ FT. Zira
yg ini meragukan.. bisa bisa langsung di depak keluar🤧🤧
〈⎳ FT. Zira
wadawww.. sat set ya Raka😏😏
Amy
emang lulusan IPB Kayaknya calon istrimu tuuuh Raka
Evy
makasih mom...dapat satu ilmu lagi....
bentar lagi nanam padi jg 🥰
✍️⃞⃟𝑹𝑨 Mama Mia: daerah mana bund, kok baru mau tanam? kalo daerah saya rata2 udah umur 15 hari
total 2 replies
bundis
bu sundari tdk sadar diri untung bukan ibu kandung mas kades
Supryatin 123
bagus pak lurah buang jauh2 emak tirimu itu sekalian aja masukkan kedalam jurang 🤣🤣 lnjut thor 💪💪
Cindy
lanjut
ora
Mantap/Casual/
ora
Kamu salah pilih istri baru sih Pak. Juga di pikir bisa mudah apa nerima ibu baru, apalagi yang mulutnya modelan Sundari😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!