NovelToon NovelToon
Tuan Valente Dan Tawanan Hatinya

Tuan Valente Dan Tawanan Hatinya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Nikah Kontrak / Obsesi / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Pelakor jahat
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Miss Saskya

"Pasar tidak mengenal itu, hutang tetaplah hutang"

"Kalau anda manusia, beri kami sedikit waktu"

"Kau terlalu berani Signorina Ricci"

"Aku bukan mainan mu"

"Aku yang punya kendali atas dirimu"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Saskya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kenapa?

Kairos bangkit dari duduknya, hanya dengan handuk putih terlilit di pinggang, membiarkan lekuk tubuhnya yang tegap dan berotot terekspos tanpa penghalang.

Butiran air masih menetes dari kulit perunggunya, menyusuri garis dada bidang hingga perut berotot yang terukir sempurna, lalu jatuh membentuk jejak tipis di lantai marmer yang berkilau.

Rambut hitamnya yang sedikit basah jatuh berantakan, justru menambah kesan maskulin yang liar namun memikat.

Setiap langkah panjangnya membawa aura mendominasi ruangan, seolah kehadirannya saja sudah cukup untuk membuat udara di penthouse itu bergetar oleh pesonanya.ia melangkah masuk ke dalam penthouse.

Di ruang tamu, beberapa kantong belanja sudah tertata rapi di sofa, pesanan Stella yang baru saja dikirim.

Kairos melirik sekilas.

Ada pakaian santai brobe katun lembut, kaus longgar, celana rumah, hingga setelan rapi untuk keluar. Blouse netral, blazer simpel, celana dan rok kerja warna putih, hitam, dan krem.

Semua pilihan praktis tapi tetap elegan, sesuai seleranya.

Tanpa banyak pikir, ia mengangkat kantong-kantong belanjaan itu dan membawanya masuk ke kamar seolah ruang pribadi itulah tempat paling wajar bagi semua pilihan itu berada.

Ia mendorong pintu kamarnya. Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam.

Aurora ada di sana, gadis itu mengenakan kemeja putih yang jelas terlalu besar untuk tubuh mungilnya, menutupi pahanya seperti gaun singkat.

Ia duduk di tepi ranjang, sibuk mengetik di ponselnya dengan wajah serius.

Aurora baru menyadari kehadirannya ketika udara di ruangan terasa berubah. Saat menoleh, matanya langsung membelalak. Jerit kecil lolos dari bibirnya.

Tubuh Kairos tegak di ambang pintu, masih basah hanya dililit handuk di pinggang.

Sorot lampu kamar membuat garis otot di dadanya semakin nyata, menekankan kekuatan sekaligus dominasi.

Aurora membeku.

Pipinya memerah hebat, jari-jarinya gemetar memegang ponsel.

Seumur hidupnya, ini pertama kalinya ia melihat tubuh lawan jenis secara langsung dan itu bukan sembarang tubuh, melainkan tubuh pria dengan aura dingin yang menekannya.

Kairos menaikkan satu alis, senyum tipis muncul di bibirnya.

“Apa? Kau belum pernah lihat laki-laki sebelumnya?”

Aurora tersentak, buru-buru memalingkan wajah, menunduk dalam-dalam.

“K-Kau gila?! Kenapa masuk dengan… dengan begitu?!”

Kairos melangkah lebih dekat, sengaja membiarkan suaranya rendah menusuk.

“Kenapa? Malu? Atau justru kaget karena ternyata realita jauh lebih mengintimidasi dari bayanganmu?”

Aurora menggigit bibir, berusaha mengatur napas yang kacau. Jantungnya berdetak kencang tak karuan, rasa marah, malu, dan takut bercampur jadi satu.

Kairos berhenti tepat di depannya, menunduk sedikit, ia menyeringai dingin.

“Tenang saja, Ricci. Aku tidak tertarik menyentuhmu. Tubuhmu mungkin padat, tapi tidak ada anggunnya sama sekali. Aku lebih suka wanita yang tahu bagaimana memamerkan keindahan mereka, seperti model kelas dunia bukan kau yang terlihat kaku dan kasar.”

Aurora mendongak cepat, matanya menyala penuh amarah. Ponsel di tangannya nyaris terlepas karena genggamannya begitu kencang.

“Kau” suaranya bergetar, campuran malu dan marah. “Kau pikir semua orang harus sesuai dengan selera anehmu itu?!”

Kairos hanya terkekeh pendek, tatapannya tenang seolah menikmati reaksi gadis itu.

“Aku hanya berkata jujur. Kau terlalu mudah tersinggung. Kalau kau percaya tubuhmu indah, seharusnya kau tidak goyah hanya karena komentarku.”

Aurora menggertakkan gigi, dadanya naik-turun menahan emosi.

“Kau tidak tahu apa-apa tentang aku. Aku berusaha keras menjaga diriku, dan kau seenaknya merendahkan!”

Kairos menunduk sedikit lebih dekat, hingga jarak wajah mereka hanya beberapa senti. Senyum tipisnya menusuk.

“Kalau memang kau yakin pada dirimu, kenapa wajahmu merah, kenapa matamu bergetar begitu sekarang?”

Aurora mendengus, lalu berdiri cepat dari ranjang hingga tubuhnya hampir menabrak dada Kairos yang masih basah.

“Karena aku muak dengan sikapmu!”

Untuk sesaat, keduanya terdiam.

Kairos tidak bergeming meski Aurora sudah berdiri begitu dekat. Napas gadis itu panas di dadanya, tapi senyum di bibir pria itu justru makin melebar, dingin dan penuh tantangan.

“Muak, ya?” suaranya rendah, nyaris berbisik, tapi cukup untuk membuat bulu kuduk Aurora berdiri.

“Lucu sekali. Kau marah, tapi kau tetap di hadapanku seperti ini. Apa kau sadar tubuhmu bergetar, Ricci? Seperti sedang menunggu sesuatu yang bahkan tidak sanggup kau akui sendiri.”

Aurora menatapnya dengan mata melebar, jantungnya seperti ditarik paksa.

“Jangan sembarangan bicara! Aku bukan—”

“Bukan apa?” potong Kairos cepat, menyelipkan suara sinis.

Ia menunduk makin dekat, garis rahangnya nyaris menyentuh kening Aurora.

“Bukan wanita yang penasaran dengan sentuhan laki-laki? Atau bukan gadis polos yang baru pertama kali menghadapi situasi ini?”

Aurora menggigit bibir, wajahnya makin panas. Ia ingin mendorong pria itu, tapi tubuhnya seolah terkunci oleh tatapan tajam yang menelannya bulat-bulat.

Kairos akhirnya mundur setengah langkah, membiarkan ruang udara kembali tercipta.

Ia mengangkat kantong-kantong belanjaan, lalu menaruhnya di ranjang dengan gerakan santai.

“Cobalah pakaian ini,” ucapnya datar tapi tegas. “Aku ingin melihat apakah kau bisa terlihat sedikit lebih pantas.”

Aurora menatapnya tidak percaya. “Apa?!”

Kairos menyibakkan satu kantong, menampakkan blouse sutra, rok kerja, bahkan lingerie tipis berenda yang sengaja ia sisipkan di dalamnya.

Tatapannya menahan senyum penuh arti. “Ya. Semuanya. Dalaman juga sudah ada. Tidak ada alasan untuk menolak.”

Wajah Aurora seketika memerah hebat. “K-Kau…! Bagaimana bisa kau—bagaimana kau tahu ukuranku?!”

Kairos hanya menoleh, bibirnya melengkung dengan smirk dingin yang membuat jantung Aurora kembali kacau. “Aku selalu tahu hal-hal penting, Ricci.”

tbc🐼

1
lollipop_lolly
🥰
lollipop_lolly
gimana mansion keluarga Lendro Valente guyss?☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!