NovelToon NovelToon
Jodohku Ternyata Kamu

Jodohku Ternyata Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Office Romance
Popularitas:295
Nilai: 5
Nama Author: Yoon Aera

Rizal mati-matian menghindar dari perjodohan yang di lakukan orang tuanya, begitupun dengan Yuna. Mereka berdua tidak ingin menikah dengan orang yang tidak mereka cintai. Karena sudah ada satu nama yang selalu melekat di dalam hatinya sampai saat ini.
Rizal bahkan menawarkan agar Yuna bersedia menikah dengannya, agar sang ibu berhenti mencarikannya jodoh.
Bukan tanpa alasan, Rizal meminta Yuna menikah dengannya. Laki-laki itu memang sudah menyukai Yuna sejak dirinya menjadi guru di sekolah Yuna. Hubungan yang tak mungkin berhasil, Rizal dan Yuna mengubur perasaannya masing-masing.
Tapi ternyata, jodoh yang di pilihkan orang tuanya adalah orang yang selama ini ada di dalam hati mereka.
Langkah menuju pernikahan mereka tidak semulus itu, berbagai rintangan mereka hadapi.
Akankah mereka benar-benar berjodoh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoon Aera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ingin Aku Jaga

Langit malam menurunkan hujan gerimis, menyapu jendela kaca besar ruang makan keluarga Danantara. Lampu gantung kristal menggantung anggun di atas meja panjang yang tersusun rapi. Suara sendok dan garpu sesekali terdengar, mengisi keheningan yang ganjil di antara tiga orang yang tengah makan malam.

Rizal nyaris tidak menyentuh makanannya. Sup ayam buatan mama sudah mulai dingin, begitu pula pikirannya yang semakin disesaki oleh rasa sesak.

Ia tahu, cepat atau lambat, ia harus bicara.

“Mama, Papa…” Suara Rizal akhirnya memecah sunyi.

Wika menoleh, senyum mengembang, seperti sudah menunggu.

“Ya, Nak?”

“Aku mau minta tolong satu hal.” Ucap Rizal sambil meletakkan sendok.

“Mama… berhenti cariin jodoh buat aku.”

Seketika ruangan terasa lebih sunyi. Bahkan suara rintik hujan terdengar lebih nyaring daripada biasanya.

“Kenapa, Zal? Ada yang salah?” Wika meletakkan gelasnya pelan.

“Bukan salah.” Ucap Rizal, mengusap wajahnya pelan.

“Cuma... aku capek. Dipertemukan sama orang yang bahkan aku nggak kenal. Mama tahu nggak, rasanya kayak dipajang di etalase, disuruh milih, padahal hatiku bukan mesin pencocok data.”

Papa mendengus kecil.

“Lalu kamu maunya apa?”

“Aku mau... waktu. Dan ruang. Untuk memilih sendiri.”

Wika menarik napas. Ada nada kecewa di wajahnya, tapi juga pasrah.

“Baiklah.” Katanya pelan.

“Mama berhenti.”

Rizal sempat lega, sampai suara Papa menyusul.

“Kalau begitu, biar Papa yang teruskan. Kamu tetap akan dijodohkan.”

Rizal langsung menoleh.

“Apa?”

“Ini bukan soal selera pribadi, Rizal. Ini soal masa depan keluarga. Kamu akan bertemu dengan putri dari Indra Lesamana. Rekan bisnis Papa. Papa akan atur ulang pertemuan kalian.” Bram menatap anaknya dengan pandangan dingin khas pebisnis veteran.

Nama itu menusuk masuk ke dada Rizal seperti pisau tipis dan tajam.

Indra… Lesamana?

Suara tawa Yuna, senyumnya yang ramah, sorot matanya yang menyimpan beban, semuanya berputar cepat di kepalanya. Lesamana bukan nama yang umum, dan ia baru benar-benar menyadari...

Jangan-jangan…

“Papa bilang… anak Pak Indra?” Rizal bertanya lagi, lebih pelan.

“Ya. Yuna, kalau Papa nggak salah namanya. Pintar, sopan dan pekerja keras. Keluarga mereka juga punya reputasi. Itu lebih dari cukup.”

Rizal mendadak ingin tertawa. Antara panik, heran dan tidak percaya.

“Papa… tahu Yuna itu… siapa?”

“Kamu kenal?”

Rizal menatap dua orang tuanya, lalu menunduk pelan. Tiba-tiba, semuanya terasa rumit. Terlalu rumit.

Jadi, Yuna, yang hari ini hampir menangis di depannya, apakah sebenarnya sudah tahu?

Atau justru belum tahu bahwa dia akan dijodohkan… dengan dirinya?

Apakah Yuna tahu… bahwa mereka akan dijodohkan?

Dan jika iya...

Kenapa dia terlihat seperti ingin menjauh dari semuanya? Termasuk darinya?

Apakah itu artinya Yuna tidak tahu?

*****

Yuna duduk di teras belakang rumahnya malam itu. Angin menyapu lembut helaian rambutnya yang tergerai, sementara tatapannya kosong memandang bintang yang bertabur malu-malu di langit.

"Jadi... kamu belum tahu siapa calon suamimu itu?" Suara Nadine, kakak tirinya, memecah keheningan. Ia menyandarkan tubuh di sandaran kursi rotan dengan segelas teh di tangan.

Yuna hanya diam.

“Katanya anaknya itu semacam urban legend di dunia bisnis. Banyak yang bilang dia sombong, jarang muncul di media, nggak suka terekspos. Bahkan gosipnya... dia ditolak sama banyak perempuan karena nggak suka perempuan."

Yuna menunduk.

"Aku... nggak percaya begitu saja gosip. Tapi tetap saja, aku bahkan tidak tahu wajahnya. Namanya saja nggak pernah disebut."

"Jangan-jangan kamu dijodohkan sama pria 50 tahun yang menyamar jadi anak muda." Goda Nadine, berusaha membuat Yuna terpuruk.

"Atau... jangan-jangan dia psikopat."

Yuna tersenyum tipis, tapi tak bisa menyembunyikan kegelisahannya.

Yuna memejamkan mata. Di kepalanya, sosok Rizal muncul. Tatapannya yang dingin tapi hangat. Ucapannya yang singkat tapi mengena. Tapi Rizal bukan siapa-siapa. Dia hanya atasannya. Dan dia bahkan tidak tahu, bahwa Rizal-lah orang yang dimaksud.

Di sisi lain kota, Rizal berdiri di depan cermin kamarnya. Ia baru saja menolak rencana perjodohan dari ayahnya, hingga akhirnya tahu bahwa gadis yang dimaksud adalah Yuna.

Ia tertawa pelan, getir.

“Lucu, ya, dunia ini. Aku menghindari perjodohan selama bertahun-tahun... hanya untuk akhirnya dijodohkan dengan orang yang justru ingin aku jaga.” Ucapnya lirih pada pantulan dirinya.

Tapi Yuna tidak tahu.

Dan Rizal tahu, bahwa jika ia tetap diam... maka Yuna akan masuk ke dalam pernikahan itu dengan bayangan seorang pria yang bahkan tidak ia kenali.

*****

Sudah lima hari sejak percakapan itu, lima hari sejak Rizal menatap Yuna dan menawarkan sesuatu yang paling mengejutkan dalam hidupnya.

Dan lima hari sejak Yuna dengan mata merah dan suara bergetar menolaknya.

Yuna tidak tahu bahwa laki-laki yang akan dijodohkan dengannya adalah Rizal. Ia hanya tahu bahwa dirinya sedang dipersiapkan untuk menjadi istri dari pria yang bahkan tak pernah ia lihat wujudnya. Dan karena itu pula ia menolak Rizal, karena ia tak ingin pria yang begitu baik seperti Rizal menjadi korban kompromi hidup yang tidak ia pilih sendiri.

Tapi sekarang, Rizal tahu.

Yuna adalah gadis yang dijodohkan dengannya.

Dan itu mengubah segalanya.

Namun Rizal tidak menunjukkan itu. Ia pura-pura tidak tahu. Tidak ingin membuat Yuna merasa terjebak dalam permainan keluarga. Ia ingin Yuna memilihnya bukan karena terpaksa… tapi karena cinta.

Karena itu, sejak hari penolakan itu, Rizal mulai berubah.

Ia tidak lagi terlalu serius di kantor. Ia mulai menyapa Yuna lebih hangat, kadang menanyakan makan siang, bahkan sesekali pura-pura mengeluhkan rasa bosan di ruangannya hanya agar bisa berbicara dengan perempuan itu.

Namun…

Yuna selalu menghindar.

Setiap kali ia meminta Yuna ke ruangannya, jawaban yang datang dari meja sekretariat selalu sama:

Maaf, Pak. Mbak Yuna sedang mengurus laporan untuk bagian keuangan.

Mbak Yuna lagi dikirim untuk rapat vendor, Pak.

Mbak Yuna tadi izin ke toilet... tapi belum balik juga.

Rizal tahu, semua itu alasan.

Dia bahkan pernah menangkap bayangan Yuna yang buru-buru membelok ke tangga darurat saat melihat dirinya keluar dari lift.

Lucu, sekaligus menyedihkan.

Hari itu, Rizal berdiri di balik kaca besar ruangannya, menatap hujan tipis yang turun seperti perasaan yang belum sempat dijelaskan.

Suaranya datar tapi tegas saat bicara lewat interkom.

“Yuna, ke ruangan saya sekarang.”

Tidak sampai lima detik, suara gantinya muncul.

“Maaf, Pak. Mbak Yuna sedang tidak di tempat. Mungkin bisa saya sampaikan?”

Rizal mematikan interkom. Tidak berkata apa-apa.

Dia menghela napas panjang, lalu mengambil ponsel. Mengetik cepat.

Kamu sampai kapan mau terus menghindar?

Pesan itu dikirim. Tapi tidak dibalas.

Ia mengirim lagi.

Aku tidak akan membicarakan soal pernikahan hari itu. Aku cuma ingin bicara… sebagai rekan kerja. Atau… sebagai teman, jika kamu mau.

Layar tetap sunyi.

Namun dari sudut lorong luar ruangannya, Yuna berdiri memandangi ponsel yang terus bergetar, jari-jarinya ragu-ragu menyentuh layar.

Ia tahu Rizal tidak pernah menghubunginya sebanyak ini. Dan ia tahu, ini bukan lagi soal pekerjaan.

Tapi bagaimana mungkin ia bisa bicara seperti biasa, ketika dadanya terasa sesak setiap kali bertemu mata dengan pria itu?

Pria yang pernah ia sukai.

Pria yang kini malah menawarkan pernikahan, padahal ia sedang dipaksa menikah oleh ayahnya.

Dan ia tidak tahu bahwa pria yang dimaksud ayahnya… justru Rizal.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!