Setelah dikhianati dan mati di tangan suaminya sendiri, Ruan Shu Yue dibangkitkan kembali sebagai putri keempat Keluarga Shu yang diasingkan di pedesaan karena dianggap pembawa sial.
Mengetahui bahwa dirinya terlahir kembali, Ruan Shu Yue bertekad menulis ulang takdir dan membalas pengkhianatan yang dia terima dari Ling Baichen. Selangkah demi selangkah, Ruan Shu Yue mengambil kembali semua miliknya yang telah dirampas menggunakan identitas barunya.
Anehnya, Pangeran Xuan - Pangeran Pemangku yang menjadi wali Kaisar justru muncul seperti variabel baru dalam hidupnya.
Dalam perjalanan itu, dia menyadari bahwa ada seseorang yang selalu merindukannya dan diam-diam membalaskan dendam untuknya.
***
"A Yue, aku sudah menunggumu bertahun-tahun. Kali ini, aku tidak akan mengalah dan melewatkanmu lagi."
Ruan Shu Yue menatap pemuda sehalus giok yang berdiri penuh ketulusan padanya.
"Aku bukan Shu Yue."
Pemuda itu tersenyum.
"Ya. Kau bukan Shu Yue. Kau adalah Ruan Shu Yu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhuzhu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 10: Tuan Kecil
Shu Yue keluar dari Restoran Jiluo dengan kening yang berkerut. Bahkan setelah berjalan cukup jauh dari restoran tersebut, kerutan di keningnya juga tak kunjung hilang.
Semakin lama malah semakin dalam, menandakan bahwa yang sedang ia pikirkan semakin membingungkan.
“Xiao Yue, kemarin aku sudah pergi ke Serikat Dagang dan mengatakan ingin mengambil alih semua toko atas nama Ruan Shu Yue yang dikelola oleh kediaman Adipati Muda Ling. Aku bahkan menunjukkan token khusus pemberian Xiao Yue-ku yang dulu, yang memberiku hak mengelola toko tanpa harus berdebat. Tapi, Ketua Serikat Dagang Jingdu justru berkata bahwa semua toko milik Ruan Shu Yue yang dikelola oleh kediaman Adipati Muda Ling telah diambil alih oleh seseorang.”
Saat dia mendengar penurutan Lin Muyang, dia tentu sangat terkejut. Selama ini toko-toko miliknya selalu dikelola oleh kediaman Adipati Muda Ling dan Serikat Dagang.
Namun entah kenapa seseorang malah mengambil alih hak kepemilikan dan pengelolaannya. Melihat dari situasi Serikat Dagang yang tidak bisa melawan, orang itu pasti punya pengaruh yang besar hingga mereka tidak mau menyinggungnya.
“Kau menanyakan siapa orang yang telah mengambil alihnya?”
“Aku sudah menanyakannya. Mereka bilang orang itu tidak bisa disinggung dan mereka tidak berani menolak. Tidak peduli bagaimana aku memaksa, mereka tetap tidak mau memberi tahu namanya.”
Sungguh aneh. Shu Yue tidak mengenal orang lain, juga tidak bisa mempercayakan sesuatu yang penting kepada seseorang kecuali dia yang menunjuknya secara langsung.
Namun, mengapa sekarang muncul satu orang yang justru membuatnya seolah dia telah melupakan sesuatu?
“Aduh!”
Shu Yue tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang anak kecil yang sedang berlari seperti mengejar sesuatu. Anak kecil itu berpakaian tidak biasa.
Meski model pakaiannya sama dengan model pakaian yang digunakan oleh penduduk biasa, namun kain yang digunakan untuk membuatnya terbuat dari brokat kualitas tinggi, yang mungkin hanya bisa dibeli oleh orang-orang tertentu.
Shu Yue bisa langsung mengetahuinya karena dia sering melihat ibunya bergaul dengan para pebisnis dalam berbagai bidang.
Anak kecil itu terjatuh, namun tidak menangis dan hanya sedikit meringis sambil memegangi pantatnya. Shu Yue berjongkok, membantu anak kecil itu berdiri.
“Teman kecil, mengapa kau berlari? Jika kau menabrak seseorang yang buruk, kau mungkin akan dipukuli.”
Masyarakat ini sering kali tidak berbelas kasih. Bahkan terhadap anak kecil sekalipun.
Mereka yang berkuasa, yang punya banyak uang dan jabatan sering menganggap remeh nyawa orang kecil. Ketika tersinggung sedikit saja, mereka tak segan melakukan sesuatu yang arogan dan kejam.
Pei Ziyan menatap wanita bertubuh kurus yang dia tabrak barusan. Sorot matanya begitu jernih dan bersih, ada kelembutan terpancar dalam ucapan yang terdengar seperti peringatan itu.
Tangan lembutnya yang hangat membersihkan tangan Pei Ziyan yang kotor terkena debu di tanah, mengusapnya dengan saputangan sutera biru muda bermotif begonia.
“Kakak cantik, kau sangat cantik dan lembut. Kau lebih baik daripada para gadis bangsawan keturunan pejabat yang sehari-hari suka berdandan dan menjilat orang agar mendapat perhatian dan perlindungan.”
Shu Yue tersenyum tipis. Anak kecil ini berwajah polos dan menggemaskan, namun ucapannya jelas tidak mungkin diucapkan oleh seorang keturunan rakyat biasa.
Nada bicaranya begitu tenang dan sama sekali tidak mencerminkan gaya seorang anak kecil. Apalagi dia menyebutkan sesuatu mengenai gadis bangsawan. Jelas bahwa identitasnya tidaklah sederhana.
“Teman kecil, kelak kau harus lebih berhati-hati. Di mana keluargamu?”
“Kakak cantik, pamanku sedang ada urusan. Dia pergi untuk menanganinya dan berkata sebentar lagi akan kembali. Bisakah kau menemaniku sebentar sampai pamanku kembali? Kau bilang aku harus lebih berhati-hati. Jika aku menabrak orang yang tidak mudah disinggung, nyawa kecilku bisa melayang.”
Khawatir akan keselamatan anak kecil itu, Shu Yue akhirnya menggandeng tangan kecilnya dan menggenggamnya erat.
Ia membawanya ke sebuah kedai di pinggir jalan sembari menunggu paman yang disebutkan oleh anak kecil itu. Jingdu terlalu ramai.
Ia takut seseorang akan menculik anak ini jika dibiarkan berkeliaran sendirian tanpa ada orang dewasa yang mendampingi.
“Siapa namamu?” tanya Shu Yue.
Pei Ziyan terdiam sebentar seolah memikirkan sesuatu. Pamannya bilang dia tidak boleh sembarangan memberi tahu orang lain nama asli dan identitas.
Kakak cantik di depannya memang orang asing, tapi dia yakin bukan orang jahat. Haruskah dia membuat pengecualian untuknya?
“Aku urutan ke sembilan di keluargaku. Dulu ayahku sering memanggilku A Jiu, tapi pamanku selalu memanggilku Xiao Yan karena aku anak paling kecil. Kakak cantik bisa memanggilku dengan sebutan yang sering digunakan pamanku.”
“Baiklah, aku akan memanggilmu Xiao Yan. Xiao Yan, berapa lama lagi pamanmu akan datang?”
“Kakak cantik, apakah kau punya urusan juga?”
“Tidak juga. Hanya saja aku keluar kediaman tanpa memberi tahu orang rumah. Mungkin mereka akan mencariku jika aku tidak segera pulang.”
“Oh, kau juga menyelinap keluar dari rumah.”
“Juga?”
Pei Ziyan mengangguk. Shu Yue terdiam tak berdaya.
“Aku memaksa pamanku membawaku keluar dari rumah karena bosan. Kediamanmu juga pasti punya banyak aturan, sampai kau diam-diam keluar tanpa memberi tahu.”
Tidak juga, ucap Shu Yue dalam hatinya. Nyonya Shu dan Tuan Shu tidak membatasinya. Dia hanya tidak mau kepergiannya menjadi alat yang dimanfaatkan orang.
Lagi pula setelah dia hidup lagi, dia tidak percaya para orang dengan mudah. Lebih nyaman baginya bepergian sendirian.
“Gadis sialan! Beraninya kau melarikan diri! Bahkan meski aku memukulmu sampai mati pun, kau tidak akan dibela!”
Tiba-tiba mereka mendengar sebuah teriakan kesakitan dari seorang wanita. Di bagian utara jalan, seorang gadis berpakaian lusuh sedang dipukuli oleh seorang pria gendut menggunakan sepotong kayu tumpul.
Wajah gadis itu tertutup rambut, tangannya berusaha melindungi kepalanya agar tidak terkena pukulan.
Suara ribut itu mengundang perhatian orang. Beberapa orang berkerumun untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi dan siapa yang sedang dipukuli itu.
Gadis yang dipukuli sempat mendongak. Saat itulah Shu Yue melihat wajahnya dan seketika dia berdiri dengan hati yang dipenuhi kejutan.
“Kakak, ada apa?”
“Gadis itu…”
Gadis yang sedang dipukuli itu adalah Xiaohe, pelayan Shu Yue yang dulu melayaninya di kediaman Ling Baichen. Dari semua orang, Xiaohe-lah yang paling setia dan kompeten.
Ketika semua orang menganggapnya sebagai pajangan usang di kediaman Ling Baichen, Xiaohe-lah satu-satunya orang yang menganggapnya manusia dan memperlakukannya dengan tulus.
Saat Shu Yue berlutut di hujan salju, Xiaohe dikunci di gudang kayu. Mungkin saat ia meninggal, kediaman Ling Baichen menjualnya kepada orang lain.
Shu Yue segera berlari menghampiri kerumunan, hendak menolong Xiaohe. Namun, tangannya dicekal oleh tangan kecil Pei Ziyan. Shu Yue berhenti, menatap Pei Ziyan dengan heran.
“Kau ingin menyelamatkan gadis itu? Pria gendut itu putra dari wakil menteri kepegawaian negara. Jika kau ingin menyelamatkannya, kau akan berurusan dengan kediaman wakil menteri. Apakah sepadan?”
“Sepadan atau tidak, itu urusan belakangan. Nyawa manusia barulah urusan utamanya.”
Pei Ziyan lalu melepaskan tangannya. Ia menghela napasnya. Kakak cantik itu memang cantik dan baik hati. Sayangnya dia terlalu suka ikut campur urusan orang.
Sekalian saja dia ikut serta. Ia ingin tahu seberapa besar tingkat arogansi para putra pejabatnya ketika bertingkah di luar istana.
Emang enak di tampar kenyataan
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣