NovelToon NovelToon
Susuk Berdarah: Kutukan Pocong PSK

Susuk Berdarah: Kutukan Pocong PSK

Status: tamat
Genre:Spiritual / Iblis / Mata Batin / Hantu / PSK / Tamat
Popularitas:8.4k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Sabina

Teror mencekam menyelimuti sebuah desa kecil di kaki gunung Jawa Barat. Sosok pocong berbalut susuk hitam terus menghantui malam-malam, meninggalkan jejak luka mengerikan pada siapa saja yang terkena ludahnya — kulit melepuh dan nyeri tak tertahankan. Semua bermula dari kematian seorang PSK yang mengenakan susuk, menghadapi sakaratul maut dengan penderitaan luar biasa.

Tak lama kemudian, warga desa menjadi korban. Rasa takut dan kepanikan mulai merasuk, membuat kehidupan sehari-hari terasa mencekam. Di tengah kekacauan itu, Kapten Satria Arjuna Rejaya, seorang TNI tangguh dari batalyon Siliwangi, tiba bersama adiknya, Dania Anindita Rejaya, yang baru berusia 16 tahun dan belum lama menetap di desa tersebut. Bersama-sama, mereka bertekad mencari solusi untuk menghentikan teror pocong susuk dan menyelamatkan warganya dari kutukan mematikan yang menghantui desa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Sabina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ritual Mandi Kembang dan Aura Susuk

Atna membuka mata setelah tidur siang. Tubuhnya masih terasa letih, tetapi pikirannya mulai terfokus pada persiapan malam nanti.

Ia tahu, ritual kecil ini bukan sekadar kebiasaan—melainkan kunci untuk menjaga kendali atas aura susuk yang menempel di tubuhnya.

Di kamar mandi khusus, ia menyiapkan air hangat bercampur tujuh macam bunga, masing-masing dipilih karena melambangkan energi tertentu.

Kelopak berwarna-warni diletakkan dengan rapi di permukaan air, menyebarkan aroma harum yang memenuhi udara.

Perlahan, Atna memasukkan tubuhnya ke dalam air. Sensasi hangatnya menenangkan, namun di balik itu ada ketegangan samar yang sulit ia abaikan.

Dengan lembut, ia menggosok kulit menggunakan lulur pemberian dukun, lalu mulai melantunkan mantra lirih yang hanya bisa didengar dinding-dinding kamar mandi:

“Dengan ritual ini, aku menenangkan energi gelap, menjaga keseimbangan aura susuk, dan menyiapkan diri untuk malam ini. Semoga

kekuatan yang kuterima tetap terkendali, dan tidak menimbulkan bahaya pada diriku maupun orang lain.”

Setiap suku kata seakan berpadu dengan denyut aura di tubuhnya.

Energi gelap yang bergetar halus kini terasa lebih terkendali.

Air, bunga, dan mantra itu membentuk semacam perisai tipis—menenangkan pocong bersusuk yang melekat padanya, sekaligus mengisi dirinya dengan kekuatan ekstra untuk menghadapi malam panjang di dunia gelapnya.

Selesai berendam, Atna keluar dari bak mandi. Tubuhnya bersih, harum bunga, dan aura gelapnya berlapis keseimbangan baru. Ia menatap bayangan dirinya di cermin, menarik napas panjang, lalu berbisik dalam hati: Aku siap.

Malam merayap turun. Desa tampak tenang, tetapi hawa mencekam menyelubungi udara. Lampu jalan redup, suara angin bercampur dengan dengungan serangga, seolah ikut menyembunyikan sesuatu.

Atna melangkah keluar rumah. Dari tubuhnya terpancar aura gelap yang kini stabil berkat mandi kembang tujuh rupa.

Setiap langkahnya membawa aroma harum lembut yang tak kasat mata, mengalir di udara malam seperti magnet misterius.

Warga yang bersiap ronda mendadak teralihkan perhatiannya.

Bapak-bapak yang biasanya tegas berjaga, kini menatap Atna dengan kekaguman samar, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menyeret pandangan mereka.

Anak-anak muda yang nongkrong di dekat warung—tertawa, bernyanyi dengan gitar—mendadak terdiam. Senar gitar berhenti berdenting.

Semua mata tertuju pada Atna, tertarik oleh daya pesona yang terasa tak wajar.

Aura susuknya terbuka penuh: indah sekaligus mengancam.

Wangi bunga yang menempel di tubuhnya menenangkan, namun justru menimbulkan firasat bahwa ada sesuatu yang berbahaya bersembunyi di balik pesonanya.

Senyum tipis menghiasi wajah Atna. Ia tahu betul efek yang ditimbulkannya, dan ia menikmatinya dengan tenang—meski di dalam hati, bisikan samar pocong bersusuk terus mengingatkan agar ia berhati-hati.

Seorang pemuda tak mampu menahan diri. Dengan suara terbata, ia berseru, “Aduh, Neng Atna… cantik pisan. Mau saya antar?”

Atna menoleh perlahan, menatapnya dengan senyum lembut yang memikat, namun matanya menyimpan peringatan halus. Dengan nada manis tapi tegas, ia menjawab, “Terima kasih… aku bisa pulang sendiri.”

Pemuda itu tersipu, menunduk, tetapi pesona susuk membuatnya tetap sulit melepaskan pandangan. Atmosfer malam semakin tegang, seolah energi gelap yang melingkupi Atna menekan udara di sekitar.

Di club malam, lampu warna-warni berputar cepat, dentuman musik menggema. Para pria menatap Atna dengan mata berbinar, sebagian sudah berani menyentuh kulitnya, terhisap oleh aura gelap yang tak bisa mereka lawan.

Wangi bunga yang mengikutinya membuat ruang itu terasa lain—memikat, namun memunculkan ketegangan samar.

Germo mendekat dengan senyum licik, berbisik di telinganya, “Kalau ada yang mau menyewa, tinggal bilang. Malam ini, kau bintang panggung.”

Atna menatap sekeliling dengan senyum menggoda, lalu berkata pelan tapi tegas:

“Wajib antre.”

Kalimat sederhana itu, meski tenggelam dalam bising musik, membuat beberapa pria justru terdiam, tak kuasa melawan pesona aneh yang menekan dada mereka.

Mami yang berdiri di sudut tersenyum puas. “Kalau begini terus, kamu saya kasih bonus, Neng,” katanya sambil mengipas wajahnya dengan gaya centil, meski di matanya terselip kekhawatiran.

Atna hanya tersenyum samar, tetapi jantungnya berdegup kencang. Ia bisa merasakan susuknya bekerja lebih intens malam itu—bukan sekadar memikat, melainkan menimbulkan getar ketakutan halus di hati siapa pun yang mencoba melanggar batas.

Di sudut ruangan, seorang pria yang terlalu agresif mendekat mendadak pucat pasi. Keringat dingin menetes di pelipisnya, tubuhnya gemetar.

Bisikan samar terdengar di telinganya—tajam, dingin, dan mengancam:

“Jangan… mendekat.”

Pria itu langsung mundur dengan wajah panik, sementara Atna hanya tersenyum tipis, menyadari betapa kuatnya energi gelap yang ia kendalikan malam itu.

Mami, yang menyaksikan dari jauh, menggeleng pelan sambil berbisik, “Astaga… kekuatanmu makin gila, Neng. Jangan sampai kebablasan.”

Di luar club, bayangan samar melayang mendekat. Pocong bersusuk yang selama ini bersemayam dalam dirinya mulai menampakkan diri—tak sepenuhnya kasat mata, tetapi cukup untuk membuat hawa dingin merayap ke dalam ruangan.

Malam itu, club bukan lagi tempat hiburan, melainkan panggung gaib. Aura Atna menjadi pusat perhatian, tetapi juga pintu bagi kegelapan yang semakin sulit dikendalikan.

1
Warungmama Putri
ceritanya bagus serasa ikut berpetualang dan menegangkan sukses selalu penulisnya
Siti Yatmi
bacanya rada keder thor....agak bingung mo nafsirin nya....ehm...kayanya alur nya diperjelas dulu deh thor biar dimengerti
Mega Arum
crtanya bagus.. hanya krg dlm percakapanya,, pengulangan aura gelapnya berlebihan juga thor..
Mega Arum
masih agak bingung dg alur.. juga kalimat2 yg di ulang2 thor
Putri Sabina: ok wait nanti aku revisi dulu ya
total 1 replies
Mega Arum
mampir thor....
Warungmama Putri
bagus ceritanya alurnya pun bagus semoga sukses
pelukis_senja
mampir ah rekom dari kak Siti, semangat ya kaa...🥰
Siti H
novel sebagus ini, tapi popularitasnya tidak juga naik.

semoga novelmu sukses, Thor. aku suka tulisanmu. penuh bahasa Sastra. usah aku share di GC ku...
kopi hitam manis mendarat di novelmu
Siti H: Alaaamaaak,.. jadi tersanjung🤣🤣
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!