Fadel Arya Wisesa, salah satu pewaris grup Airlangga Wisesa bertemu lagi dengan gadis yang pernah dijodohkannya. Dia Kayana Catleya, salah satu cucu dari grup Artha Mahendra.
Gadis yang pernah menolak untuk dijodohkan dengannya.
Saat tau sahabat gadis itu menginginkannya, Fadel dengan terang terangan mengatakan kalo Kanaya adalah calon istrinya di acara ulang tahun sahabatnya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diluar dugaan Kayana
"Abi.... Aku pusing." Kayana langsung curhat begitu Abigail menerima telponnya.
Sekarang Kayana sudah tiduran di kamarnya sambil memijat keningnya.
Bayangan meeting besok di perusahaan grup Airlangga Wisesa sudah memberikan beban yang berat di dalam kepalanya.
"Pusing kenapa?" terdengar tawa Abigail perlahan.
"Besok aku meeting di tempat laki laki itu...."
"Laki laki mana?" suara Abigail kedengaran tertarik.
"Laki laki yang sudah aku tolak ituu..... Yang dijodohkan mami sama daddyy.....," jelas Kayana gemas karena Abigail bisa bisanya lupa. Padahal dia tau persis, ngga pernah ada laki laki lain lain yang diceritakannya pada Abigail selain yang itu.
"Sorry sorry.... Soalnya, kan, udah lama banget. Setahun kayaknya, kan," ucap Abigail meminta maaf, walau tawanya tetap terdengar di akhir ucapannya.
"Heemmm....."
"Ya udah, Kay, santai aja. Dia pasti sudah lupa. Aku aja yang sahabat kamu bisa lupa. Apalagi dia, kan?"
Hati Kayana ngga yakin. Dia aja masih ingat.
Hening sesaat.
"Bi... Mungkin ngga dia dendam sama aku? Kan, sudah aku tolak dengan kejam."
Kayana takut laki laki itu akan membantainya di meeting besok. Mempermalukannya di depan banyak orang...... mungkin.
Hening.
"Kayaknya enggak. Setahun ini dia ngga pernah nerror kamu, kan?"
Kayana menggeleng, tapi kemudian tersadar mereka bukan sedang vcall.
"Enggak. Malah ngga pernah ketemu." Karena Kayana tau laki laki itu sudah berangkat ke Sidney waktu dia mengantar jasnya ke perusahaannya.
Dan sampai sekarang ngga ada kabar soal jas itu, apakah sudah sampai di tangannya atau belum.
Kayana juga ngga ingin memikirkannya.
"Paling dia sudah lupalah," jawab Abigail berusaha membuang prasangka buruk di dalam kepala Kayana--sepupunya. Ngga lama kemudian terdengar suara tangis bayi.
"Kay, si kembar nangis. Nanti aku telpon lagi, ya."
"Oke oke....," jawab Kayana maklum. Tapi sekarang dia sudah lega mendengar perkataan Abigail, sepupu sekaligus sahabatnya.
Ya kali, dia sudah lupa.
Pura pura ngga kenal aja, batinnya lagi sambil mengembangkan senyumnya.
Kayana akhirnya bisa memejamkan mata. Pikirannya sudah plong menghadapi meeting besok.
*
*
*
Satu jam lagi sebelum meeting, Abiyan memasuki ruangan Fadel.
"Del, perusahaan Artha Mahendra ikut dalam tender ini, kan?" ucapnya dengan wajah menyeringai usil.
"Hemm...." Fadel cuek sambil melihat penampilannya di cermin.
Si pembully, batinnya kesal.
"Kalo kamu ngga minat, aku mau coba dekatin dia."
Tapi kemudian Abiyan tergelak melihat sinar laser yang terpantul di cermin dari mata elang Fadel.
"Cieee..... Ngga boleh, ya?"
"Cari yang lain aja." Walau bagaimana pun, gadis itu akan tetap.dijodohkan lagi dengannya.
Abiyan makin tergelak.
"Mau kamu dekatin? Hebat, seorang Fadel masih menyimpan rasa walau sudah ditolak setelah hampir setahun berlalu," ejek Abiyan lagi.
"Bukan begitu," kilah Fadel sambil membenarkan dasinya.
"Jadi apa?" Wajah Abiyan masih meledek
"Aku ingin sedikit memberinya pelajaran."
Abiyan ternganga. Wajah becandanya raib apalagi setelah melihat wajah Fadel yang sangat serius. Terkesan dingin.
"Mau balas dendam ceritanya."
"Ya." Terpaksa Fadel jujur karena Abiyan nanti berpotensi bisa merusak rencananya.
Abiyan tersenyum miring.
"Kelihatannya menarik."
Fadel ngga menjawab.
"Oke. Tapi kamu jangan sampai kejeblos aja. Perempuan dari Arta Mahendra itu sangat cantik."
Fadel hanya mendengus. Dia ngga akan terpengaruh, walau mungkin sedikit. Hanya sedikit.
Niat pembalasannya sempat goyah ketika menerima jas pemberian gadis itu tadi.
*
*
*
Kayana sudah tiba di lobi perusahaan Airlangga Wisesa. Dua kali dia ke sini sampai hari ini.
Pertama dulu saat menitipkan jas laki laki itu yang dipesan langsung ke desainernya pada resepsionis. Setahun yang lalu. Pasti mbak resepsionisnya sudah lupa.
"Kay....." Kayana tersenyum ketika melihat Chesna yang berjalan cepat mendekatinya.
Temannya itu melambaikan tangannya hingga dia menunggu. Bersamanya juga ada dua orang--perempuan dan laki laki yang menjejeri langkahnya.
Kayana juga membawa Hasna--sekretarisnya bersama dengannya.
"Mereka belum datang?" Chesna agak celingukan mencari ketiga teman mereka yang lain.
"Kayaknya belum datang--Eh, itu Imas sama Ellen," tukas Kayana menunjuk dengan dagunya.
"Oh iya."
"Kita tunggu Mitha?" tanya Chesna ketika dua orang teman mereka mulai mendekat bersama asistennya.
"Boleh." Lebih rame mungkin lebih baik.
"Hai.....," sapa Imas dan Ellen yang sudah mendekat.
Kayana dan Chesna tersenyum.
"Mitha belum datang, ya?" tanya Ellen.
"Belum," jawab Chesna.
"Lima belas menit lagi mulai, loh," ucap Imas ngga nyaman.
Chesna menatap Kayana.
"Oke, kita tinggal aja," putus Kayana yang diangguki ketiga temannya.
Waktu mereka juga udah cukup mepet.
"Oke." Mereka berempat pun melanjutkan langkah ke ruang meeting.
"Bukannya itu bagian dari keluarga Airlangga Wisesa?" bisik Ellen sambil menunjuk dengan matanya pada beberapa laki laki dan perempuan yang sedang menunggu di lift sebelahnya. Lift khusus petinggi perusahaan.
Kayana ikut melirik. Dalam.hati bersyukur karena ngga ada laki laki gampangan itu di sana.
"Aslinya lebih tampan dan cantik, ya," bisik Imas. Dia makin yakin lebih baik hanya untuk mengagumi mereka saja.
Chesna mengangguk.
"Iya."
"Jadi simpanan ngga apa, kali," tawa Ellen perlahan, bersamaan dengan pintu lift mereka yang terbuka.
Kayana melangkah masuk duluan, dia gerah dengan omongan Ellen.
Dan yang menjengkelkan ternyata Paramitha dengan seorang stafnya sudah duduk manis di ruang meeting.
Tanpa rasa bersalah, gadis plastik itu tersenyum pada mereka
"Untung kita ngga nunggu dia," gerutu Ellen mangkel.
Imas juga mendengus sebal.
Masing masing duduk berdasarkan nama perusahaan masing masing yang ada di atas meja.
Ini yang Kayana takutkan.
Kenapa begini, sih,
Biasanya tidak akan tertulis nama nama perusahaan di meja mereka.
Kayana berusaha mengacuhkan sekelilingnya dan dengan tenang duduk di kursinya.
Sementara itu circle Fadel melayangkan tatap tajam mereka pada Kayana.
"Dia, kan?" bisik Abiyan kepo.
Nathalia menyorotkan tatap tajamnya. Melihat wajah gadis itu, ingatannya langsung melayang pada peristiwa satu tahun yang lalu.
Saat gadis itu tanpa sengaja mengotori jas Fadel.
Heran, kenapa sekarang baru kelihatan, batinnya heran.
Untung Abiyan dengan sengaja meletakkan papan perwakilan tiap perusahaan yang mengikuti tender di atas meja.
"Iya."
"Ideku brilian, kan," tawanya lagi.
"Ya, sangat brilian." Jayden ikut berkomentar. Dalam hati kasian juga melihat gadis itu yang seperti tertuduh walaupun dia berusaha tampak cuek.
"Dia bermental baja," puji Adelia.
"Jadi hanya dia perwakilan Artha Mahendra? Haykal atau yang lainnya ngga ada?" ucap Karla.
"Jangan bilang kamu ngarep ketemu Haykal," sarkas Nevia kemudian tergelak pelan.
Karla balas tertawa.
"Bukan begitu. Dia terlalu berani datang sendiri setelah apa yang dia lakukan pada Fadel," jelas Karla.
Adelia mengangguk setuju. Kalo itu terjadi padanya, dia akan memohon pada kembarannya untuk menemaninya.
pada demen banget sich ngerjain
si Kayana.......
anak orang udah seteresssss itu....
maju mundur kena......
perang hati dan logika ga sinkron.. sinkron...
bisa bisa kurus kering tuh anak orang....
trik...trik diet mah....lewaaaatt......😁😁😁
fadelllllllllll fadellll tunangan munkayanaa.. kapan sih kayana tauuuu....