Elma merasa, dirinya bukan lagi wanita baik, sejak sang suami menceraikannya.
Tidur dengan pria yang bukan suaminya, membuat Elma mengandung benih dari atasannya yang seorang playboy, Sean Andreas. Namun, Sean menolak bertanggung jawab dengan alasan mereka melakukannya atas dasar suka sama suka.
Beberapa bulan kemudian Elma melahirkan bayi perempuan dengan kelainan jantung, bayi tersebut hanya bisa bertahan hingga berusia satu tahun.
Disaat Elma menangisi bayi malangnya, Sean justru menyambut kehadiran seorang bayi dari rahim istrinya, sayangnya istri Sean tak bisa bertahan.
Duka karena kehilangan anak, membuat Elma menjadi wanita pendendam. Jika ia menangisi anak yang tak pernah diinginkan papanya, maka Sean juga harus menangisi anak yang baru saja dilahirkan istrinya.
Apa yang akan Elma lakukan pada anak Sean?
Tegakah Elma menyakiti bayi malang yang baru saja kehilangan Ibunya?
Bagaimanakah hubungan Elma dan Sean selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Mau ASI Yang Lain
#7
“Itu mereka datang.”
Seorang wanita paruh baya berdiri menyambut kedatangan mobil Sean. Pria itu memeluk putranya sepanjang perjalanan, sementara sang baby sitter hanya menunduk diam nyaris tak bergerak usai Sean memarahinya tadi.
Tapi ia lega, tuan mudanya tidur pulas, tak lagi rewel seperti semalam.
Pintu mobil terbuka, dan Sean langsung turun, kehadirannya di sambut Bu Dini, ibu kandung dari almarhum istrinya.
“Aduh, cucu Oma sudah pulang.” Bu Dini mengambil alih Baby Reynaldi dari pelukan Sean.
“Pelan-pelan, Ma. Dia baru saja tidur pulas,” pinta Sean.
“Lho katanya dia kelaparan? Dan butuh ASI?”
“Iya, tadi sebelum pulang dia mendapatkan donor ASI dari ruang perawatannya,” dusta Sean. Rasanya masih tak terima jika mantan teman tidurnya menyusui putranya.
“Oh, syukurlah, ayo masuk dulu, Bi Jum sudah menyiapkan makan siang.” Bu Dini mempersilahkan Sean untuk masuk.
“Kami langsung pulang saja, Ma.” Sean menjawab dengan gugup, karena jika tinggal di rumah ini ia hanya akan mengingat Linda. Karena selama masa kehamilannya, Linda sering minta tidur di rumah orang tuanya, ketimbang rumah mereka sendiri.
“Lho, kalian tidak tinggal di sini? Kan Mama masih kangen dengan Rey,” protes Bu Dini dengan wajah cemberut.
“Maaf, Ma. Aku masih berduka, jika terus tinggal disini, aku akan terus-menerus ingat Mamanya Rey.”
Bu Dini kembali cemberut, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa, kesedihan membayangi wajahnya, namun, ia tak bisa terus menerus berduka, karena masih asa Rey yang butuh kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya.
“Baiklah, tapi kamu jangan melarang Mama sering-sering mengunjungi Rey.”
“Iya, Ma. Silahkan datang ke rumah kapan saja.” Sean mempersilahkan sang ibu mertua jika ingin sering-sering menemani Rey di rumah orang tuanya.
“Cindy, bawakan cooling bag yang tadi Mama siapkan,” perintah Bu Dini pada putri keduanya.
“Iya, Ma.” Perempuan bernama Cindy itu segera masuk ke dalam rumah, dan kembali membawa tas berisi stok ASI untuk Rey, entah dimana Bu Dini mendapatkannya.
“Ini, Mas.” Cindy dengan gayanya yang gemulai menyerahkan tas berisi ASI perah untuk keponakannya.
“Terima kasih, Cindy, Mama.”
“Tak perlu berterima kasih, jika kamu masih menganggap kami keluarga, itu sudah cukup,” ucap Bu Dini.
“Pasti, Ma. Sampai kapanpun kita keluarga, karena ada Baby Rey yang mengikat kita,” balas Sean.
Sean memberikan tas berisi ASI perah untuk Baby Rey pada baby sitter, kemudian kembali menggendong bayinya agar bisa segera kembali ke rumah.
“Kami pulang dulu, Ma. Tolong berikan informasi jika Mama mendapatkan donor ASI lagi, nanti aku yang akan melunasi pembayarannya.”
“Mmm, baiklah, jangan khawatir, Mama akan melakukan yang terbaik demi cucu Mama.”
Mobil Sean pun kembali melaju keluar dari rumah orang tua Linda.
“Ma, kita harus cari ASI kemana lagi?” rengek Cindy kesal, karena teringat sejak kemarin ia pontang-panting mencari donor ASI untuk sang keponakan. Begitu dapat si pendonor malah meminta bayaran yang fantastis, untung saja Sean berani membayar berapa saja, asalkan putranya tetap mendapatkan ASI.
“Hubungi saja orang itu, soal uang kamu tak perlu khawatir, karena kakak iparmu itu tak pernah kekurangan uang.” Bu Dini ngeluyur pergi, kembali masuk kedalam rumah, bibirnya tersenyum lebar ketika ponselnya menampilkan notifikasi uang masuk kedalam akun M-banking miliknya.
“Tuh, lihat.” Bu Dini memperlihatkan 9 digit angka yang baru saja masuk ke rekeningnya pada Cindy.
“Hiiihh! banyak sekali? Aku mau, Ma. Mau beli tas baru,” pinta Cindy dengan wajah berbinar.
“Dari pada kamu memikirkan tas baru, kenapa tak coba saja mendekati kakak iparmu, siapa tahu kamu bisa menikahinya,” usul Bu Cindy, wajahnya sama sekali tak berduka, padahal putri sulungnya baru meninggal beberapa hari yang lalu. Kini ia seolah menyodorkan putri keduanya, asalkan tambang uangnya tidak hilang.
“Malas, Mas Sean terlalu tua untukku,” tolak Cindy.
“Yang penting dia kaya, daripada kamu menikah dengan pacarmu yang masih pengangguran itu!” ejek Bu Dini. “Memang sampai tua nanti kamu hanya butuh cinta? Tak butuh uang, hah?!”
“Iya juga, sih, tapi—”
“Pikirkan ucapan Mama baik-baik, supaya kamu tak menyesal ketika tua nanti.”
•••
Malam sudah semakin larut, Sean kembali dibuat panik, karena Baby Rey tak mau minum ASI yang siang tadi ia dapatkan dari ibu mertuanya. “Masih belum mau?” tanya Sean.
“Belum, Tuan. Sudah saya coba dengan berbagai cara,” jawab baby sitter yang sudah kelelahan menggendong Baby Rey. “Apa mungkin—”
“Apa?! Kamu mau menyuruhku mencari wanita yang tadi siang?” tebak Sean tak suka.
Baby sitter mengangguk kemudian buru-buru menggeleng, antara iya dan tidak. Tapi sepertinya Bayi Sean itu mulai merasakan ikatan pada wanita yang siang tadi menyusuinya, karena itulah kini ia menolak ASI yang berasal dari tubuh orang lain. Padahal beberapa hari kemarin tidak seperti ini.
“Jangan coba-coba berani lagi kamu, ya!” ancam Sean angkuh.
“Iya, Tuan.”
Mau tak mau, Sean akhirnya menggantikan sang baby sitter menggendong bayinya, karena tak tega mendengar tangisan Baby Rey.
“Please tidurlah, Nak. Jangan menyiksa Papa seperti ini, jujur saja Papa tak sanggup.”
kerren
semangat terus nulisnya yaaa 😍