Viora Zealodie Walker, seorang gadis cantik yang memiliki kehidupan nyaris sempurna tanpa celah, namun seseorang berhasil menghancurkan segalanya dan membuat dirinya trauma hingga dia bertekad untuk mengubur sikap lemah, lugu, dan polosnya yang dulu menjadi sosok kuat, mandiri dan sifat dingin yang mendominasi.
Bahkan dia pindah sekolah ke tempat di mana ia mulai bangkit dari semua keterpurukan nya dan bertemu dengan seseorang yang diam-diam akan mencoba merobohkan tembok pertahanan nya yang beku.
Sosok dari masa lalu yang dia sendiri tidak pernah menyadari, sosok yang diam-diam memperhatikan dan peduli pada setiap gerak dan tindakan yang di ambilnya.
Agler Emilio Kendrick ketua geng motor besar yang ada di jakarta selatan sana... Black venom.
Dia adalah bad boy, yang memiliki sikap arogan.
Dan dia adalah sosok itu...
Akankah Agler berhasil mencairkan hati beku Viora dan merobohkan dinding pertahanan nya, atau cintanya tak kunjung mendapat balasan dan bertepuk sebelah tangan??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ARQ ween004, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
motor itu lagi
Langit mulai berwarna oranye keemasan ketika lonceng tanda akhir jam pelajaran berbunyi. Di area parkiran Starlight School, deru mesin mobil dan tawa siswa bercampur jadi satu, menciptakan suasana khas sore sekolah elit itu — ramai tapi berkelas.
Di sisi kanan parkiran, dekat deretan mobil-mobil mewah berkilau, Zea berdiri bersama Valesya, Arcelyn, dan Claudy. Keempatnya tampak santai, meski masih menyimpan sisa ketegangan dari kejadian beberapa menit sebelumnya.
Arcelyn menyandarkan tubuhnya ke mobil merahnya sambil meneguk jus dingin dari botol. “Hari pertama dan lo udah trending topic,” ujarnya setengah bercanda. “Nama lo udah masuk grup gosip sekolah, Zee.”
Zea hanya mendesah kecil. “Cepat banget. Padahal baru dua belas jam gue di sini.”
Claudy terkekeh, memutar kunci mobil di jarinya.
“Yah, Starlight emang sekolah yang haus gosip. Apalagi kalau korbannya geng Haura. Mereka paling suka cari spotlight.”
Valesya menyilangkan tangan di dada, suaranya datar tapi tajam. "Atau mungkin mereka ngerasa spotlight-nya mulai direbut.”
Zea menoleh, alisnya sedikit terangkat. “Maksud lo?”
Valesya menatap lurus dengan senyum samar yang sulit diartikan. “Lo sadar gak, sejak pagi banyak banget mata yang ngikutin lo? Dari koridor, kelas, sampai kantin. Dan yang paling gong, senior kelas 12 — tiga pilar sekolah ini — duduk satu meja sama kita. Setelah insiden tadi, lo udah resmi punya panggung sendiri di Starlight. Bukan cuma karena lo bagian dari The Untouchables, tapi karena lo punya daya tarik sendiri. Otomatis, panggung lain di sekolah ini redup gara-gara lo.”
Arcelyn menimpali pelan, “Dan itu artinya... Haura gak bakal diem.”
Claudy mengangguk setuju. “Mereka paling benci kalau ada cewek baru yang lebih disorot. Apalagi Haura, ketua geng mereka, punya obsesi besar sama Agler.”
Zea menatap ke kejauhan, nada suaranya tetap tenang.
“Kalau semua orang di sini sibuk mikirin siapa yang disorot, kasihan banget hidup mereka. Gue gak punya niat buat bersinar di sini, apalagi sampai narik perhatian cowok yang namanya Agler itu.”
Arcelyn tertawa kecil sambil mengangkat bahu.
“Welcome to Starlight, babe. Sekolah ini bukan cuma tempat belajar, tapi juga panggung ego. Dan ngomong-ngomong... Agler kayaknya udah nunjukin ketertarikannya sama lo.”
“Ketertarikan?” Zea mengulang pelan, nada suaranya datar namun sedikit sinis.
“Iya,” jawab Arcelyn santai, senyum tipis terukir di bibirnya. “Ada sesuatu dari diri lo yang... bikin dia tertarik. Mungkin.”
Zea mendengus pelan, menatap lurus ke depan tanpa minat. “Kalau dia tertarik, itu urusannya. Gue gak punya waktu buat ngurus rasa penasaran orang lain.”
Arcelyn tertawa kecil, mengangkat alis. “Santai aja, Zee. Gue cuma bilang mungkin.”
Zea menatapnya sekilas, lalu menyandarkan tubuh ke mobil, tak lanjut menanggapi.
Valesya kemudian mengambil ponselnya, mengecek jam. “Ngomong-ngomong, malam ini kita keluar. Ada tempat baru di pusat kota — The Velvet Rooftop. Lounge baru, suasananya bagus buat ngelepas stres.”
Claudy langsung menatap antusias. “Wah, seru tuh.”
Valesya menatap Zea dengan ekspresi menilai tapi lembut. “Lo ikut, Zee. Anggap aja penyambutan kecil buat murid baru paling heboh minggu ini — sekaligus peresmian lo yang resmi masuk ke The Untouchables.”
Zea mengerjap pelan. “Lounge? Malam ini?”
Arcelyn cepat menimpali, “Tenang aja, tempatnya aman. Kita sering ke sana. Gak akan ada drama kayak siang tadi.”
Zea diam beberapa detik, lalu tersenyum kecil.
“Oke. Asal jangan ada yang bawa peluit.”
Claudy tertawa keras sampai hampir tersedak air mineralnya. “Noted!”
Mereka berempat masih bercanda kecil, sebelum akhirnya satu per satu mulai beranjak ke kendaraan masing-masing. Valesya menekan tombol remote mobilnya, Arcelyn sibuk dengan notifikasi ponsel, sementara Zea menatap sekitar parkiran — matanya tiba-tiba berhenti pada satu titik.
Sebuah motor sport berwarna hitam-merah mengilap, diparkir di sudut parkiran, persis di bawah cahaya sore yang menyorot dari sela pepohonan.
Motor itu... tampak terlalu familiar.
Zea terpaku. Itu motor yang sama. Motor yang tadi pagi melintas di sebelah mobilnya di lampu merah — dengan suara mesin khas dan helm hitam legam tanpa visor terbuka.
Napasnya menahan sejenak. “Motor itu...” gumamnya pelan.
Sebelum ia sempat mendekat, suara dingin terdengar dari belakang, membuatnya spontan menoleh.
“Setelah bikin keributan, lo juga berniat curi motor orang?”
Nada itu tenang tapi menembus udara sore — dingin, berat, dan jelas menantang.
Zea menoleh perlahan — dan di sana, berdiri Agler, dengan seragam yang kini sedikit kusut, tapi auranya tetap tak bisa diabaikan. Di sampingnya berdiri dua sosok lain: Arvin — dengan senyum tipis tenang di sudut bibir — dan Elvatir, yang menatap datar tanpa ekspresi, tablet OSIS-nya masih di tangan.
Beberapa siswa di sekitar spontan menahan napas, memperhatikan.
Zea mendengus pelan, tanpa ekspresi. “Curi motor?” ia mengulang dengan nada datar. “Tenang aja, keluarga gue masih sanggup beli sepuluh motor kayak gitu tanpa diskon.”
Arcelyn dan Claudy yang baru hendak membuka pintu mobil menahan napas, saling menatap dengan ekspresi tak percaya. Valesya hanya berdiri di samping, matanya tajam tapi tidak berniat ikut campur.
Agler menyipitkan mata, sebuah senyum tipis dan dingin muncul di wajahnya. “Terus... apa niat lo memperhatikan motor gue kayak gitu?”
Zea melangkah satu langkah mendekat, lalu berhenti di depan motor itu. “Niat gue? Gak lebih dari memastikan siapa orang yang suka nyetir seenaknya di jalan.”
Keheningan menggantung beberapa detik.
Keheningan menggantung. Tatapan mereka bertemu — dua pandangan sama-sama tajam, sama-sama dominan. Udara di parkiran mendadak menegang.
Zea akhirnya menghela napas, memalingkan wajah, dan berjalan ke arah mobil hitamnya yang menunggu di sisi kiri parkiran. Ia membuka pintu, masuk dengan tenang, lalu menyalakan mesin tanpa menoleh lagi.
Sebelum pergi, ia sempat melambaikan tangan singkat ke arah Valesya, Arcelyn, dan Claudy yang masih terpaku di tempat.
Mobil hitam itu melaju perlahan meninggalkan area parkiran, membelah cahaya senja yang mulai redup.
Di tempatnya berdiri, Agler masih menatap ke arah mobil yang menjauh. Tatapannya tidak marah — hanya tajam, seolah tengah mempelajari sesuatu yang lebih dalam daripada sekadar adu ego barusan.
Elvatir menatapnya sekilas.
“Dia bukan tipe yang bisa dikontrol, sekarang.”
Agler hanya tersenyum samar. “Justru itu yang bikin dia menarik.”
“Jangan macam-macam,” peringat Elvatir, suaranya nyaris berbisik.
Agler menepuk bahunya pelan. “Tenang aja. Gue cuma penasaran sama dia. Gak ada niat main-main — apalagi sampai nyakitin adik kesayangan lo, Elv.”
Elvatir menoleh cepat, menatap tajam, tapi Agler hanya melangkah santai menuju motornya. Ia mengenakan helm full-face hitam, menyalakan mesin, dan dalam sekejap meluncur keluar dari halaman megah Starlight School — meninggalkan bayangan sore dan tatapan waspada Elvatir di belakangnya.
•••
Hanya Agler yang mengetahui hubungan darah antara Zea dan Elvatir. Ia adalah sahabat dekat Elvatir — sering berkunjung ke rumah keluarga Walker.
Meski tak pernah melihat Zea secara langsung, foto keluarga yang terpajang di ruang tamu sudah cukup memberinya jawaban: gadis itu adalah bagian dari keluarga sahabatnya.
****
yg menatap nya secara dlm...
lanjut thor ceritanya
sosok misterius itu???
lanjut thor
love u sekebon buat para readers ku🫶🫶