NovelToon NovelToon
Gelora Cinta Sang Bodyguard

Gelora Cinta Sang Bodyguard

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Cintamanis / Mafia / Pengantin Pengganti Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: nonaserenade

Benjamin ditugaskan kakaknya, menjadi pengawal pribadi Hayaning Bstari Dewi Adhijokso, putri bungsu ketua Jaksa Agung yang kehidupannya selama ini tersembunyi dari dunia luar.

Sejak pertama bertemu, Haya tak bisa menepis pesona Ben. Ia juga dibantu nya diperkenalkan pada dunia baru yang asing untuknya. Perasaannya pun tumbuh pesat pada bodyguard-nya sendiri. Namun, ia sadar diri, bahwa ia sudah dijodohkan dengan putra sahabat ayahnya, dan tidak mungkin bagi dirinya dapat memilih pilihan hatinya sendiri.

Tetapi, segalanya berubah ketika calon suaminya menjebaknya dengan obat perangs*ng. Dalam keputusasaan Haya, akhirnya Ben datang menyelamatkan nya. Namun Haya yang tak mampu menahan gejolak aneh dalam tubuhnya meminta bantuan Ben untuk meredakan penderitaannya, sehingga malam penuh gairah pun terjadi diantara mereka, menghilangkan batas-batas yang seharusnya tidak pernah terjadi di malam itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nonaserenade, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

7. Tragedi Pesta

...•••...

"Nona harus mengatur napas dengan baik dan letakkan kekuatan di bagian otot perut."

Haya mengangguk, mencoba mencerna instruksi Ben. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskan nya perlahan. "Seperti ini, Benji?" tanyanya, kepalanya sedikit miring dengan ekspresi serius, meski tubuhnya masih terasa kaku.

"Belum tepat, Nona," ujar Ben sambil melangkah lebih dekat. Dengan hati-hati, ia menyentuh punggung bawah Haya untuk memperbaiki posturnya. "Rilekskan bahu, jangan terlalu tegang. Fokuskan kekuatan di perut."

Haya mengangguk lagi, kali ini lebih teliti mengikuti arahannya. Ia bisa merasakan tekanan ringan di punggungnya saat Ben membantunya menyesuaikan posisi. Kehangatan telapak tangan pria itu membuatnya sedikit gugup, tapi ia berusaha tetap fokus.

"Begini?" ulangnya, mencoba lagi.

"Ya, lebih baik. Sekarang coba lakukan gerakan pukulan yang saya ajarkan tadi." Ben mundur selangkah, memberi ruang.

Haya menarik napas sekali lagi, lalu melontarkan pukulan ke depan. Namun, gerakannya masih terlalu kaku dan lambat.

Ben menahan tawa kecil. "Nona, biarkan tubuh bergerak dengan alami. Kalau terlalu kaku begini, musuh sudah lebih dulu menyerang sebelum pukulan Nona sampai."

"Ini sulit sekali, Benji!" keluh Haya sambil mengusap keningnya.

"Memang tak mudah, tapi kalau Nona serius, saya yakin Nona bisa."

Haya menghela napas panjang. Matanya menatap serius ke arah Ben, merasa tertantang. "Baiklah, ayo ulang lagi."

Ben tersenyum tipis. "Itu dia semangatnya." Ia kembali bersiap mengawasi latihan Haya. "Ingat, napas, postur, dan konsentrasi."

Kali ini, Haya lebih fokus. Gerakannya lebih stabil, dan pukulannya mengenai target yang dipegang Ben dengan cukup presisi.

"Bagus! Sudah jauh lebih baik."

Tapi saat Haya tersenyum bangga, kakinya tiba-tiba tergelincir. Tubuhnya nyaris jatuh jika saja Ben tidak sigap menangkapnya.

"Hati-hati, Nona."

Tatapan Ben yang tajam bertemu dengan mata Haya yang membelalak kaget. Jarak di antara mereka begitu dekat, membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

"Sepertinya aku ingin istirahat sejenak," gumam Haya, mencoba mengalihkan perhatiannya.

Ben mengangguk dan membantunya berdiri kembali sebelum berjalan menuju kursi. Saat pria itu berbalik, Haya buru-buru mengambil botol minumnya, berusaha menenangkan diri.

Sekilas, matanya menangkap sosok Ben yang kini hanya mengenakan kaus berwarna putih. Tubuhnya tegap, bahunya bidang, dan lengan kekarnya jelas terlihat.

Haya menelan ludah.

Ia menggeleng pelan, menyalahkan pikirannya yang terlalu jauh.

Setelah sepuluh menit beristirahat, ia kembali meminta Ben melatihnya. Sore itu, Hayaning benar-benar menghabiskan waktu untuk berlatih fisik dan bela diri dengan Benjamin.

•••

Hayaning menatap dirinya dalam cermin, helaan napas berat keluar dari bibirnya kala ia harus pergi bersama Adipta ke undangan para pejabat partai.

Ia diminta untuk mendampinginya, dan mau tak mau, Hayaning harus memenuhi permintaan itu demi menjaga kehormatan keluarga mereka.

Gaun biru tua yang ia kenakan terlihat anggun, Hayaning memang amat cantik dan aduhai postur tubuhnya, tak ayal kakak perempuannya sangat iri padanya.

"Kenapa aku harus melakukan ini?" gumamnya, memperbaiki tatanan rambutnya yang sudah sempurna. Namun, sebaik apa pun tampilan luar, hatinya tetap terasa berat.

Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya.

"Sayang, sudah siap?" Suara Adipta terdengar dari luar.

"Sebentar lagi," jawab Haya singkat, berusaha mengendalikan dirinya.

Tak lama, ia membuka pintu dan mendapati Adipta berdiri dengan setelan jas hitam yang begitu serasi dengannya. Tatapan pria itu menyapu dirinya dari kepala hingga kaki sebelum akhirnya memberi senyuman tipis.

"Kamu cantik," ujarnya datar.

Haya hanya mengangguk kecil. "Terima kasih."

Tanpa banyak kata, Adipta menawarkan lengannya. Haya sempat ragu, tetapi akhirnya menerima dengan enggan. Mereka berjalan menuju mobil yang telah menunggu, sementara Ben mengikuti dari belakang dengan sikap waspada.

Dalam perjalanan, Adipta menatap kaca samping, lalu mendengus. "Lama-lama, bodyguard-mu itu menjengkelkan juga, ya. Seolah kamu ini tuan putri yang harus selalu dikawal ke mana-mana."

Haya menoleh padanya, matanya memancarkan ketidaksukaan. "Bodyguard" pribadi ku itu dibayar oleh Papa, kamu ngga usah komentar apa-apa, lagipula ngga ada ruginya kok buat kamu, Mas."

Adipta menoleh sekilas, tersenyum sinis. "Heh, kamu sangat membela nya. Apa kamu suka pada bodyguard bule mu itu?"

"Jangan lancang ya Mas, kamu, aku ngga suka. Fokus aja nyetir nya, ngga usah kemana-mana."

Adipta terkekeh pelan, seolah merasa menang karena berhasil memancing respons Haya. "Santai, aku cuma bercanda, Haya. Tapi, kalau memang kamu ada apa-apa sama dia, aku rasa kamu ini memang perempuan sok p*los yang aslinya itu munafik."

"Cukup Mas, aku ngga mau berdebat sama kamu, atau kamu turunin aja aku disini!" Ancamnya kesal.

Adipati mendengus dingin, "alah, bilang aja kamu mau berduaan dengan bodyguard bulemu itu!"

Haya menghela nafas panjang. "Terserah kamu."

Suasana dalam mobil menjadi semakin dingin setelah perdebatan kecil itu. Haya memalingkan wajahnya ke luar jendela, berusaha mengabaikan komentar pedas Adipta yang terus mengusik pikirannya.

Sesampainya di tempat acara, Adipta keluar lebih dulu, lalu membuka pintu untuk Haya. "Ayo cepat keluar, jangan membuatku terlambat," ujarnya dengan nada sedikit memerintah.

Haya menghela napas sebelum akhirnya keluar dari mobil. Ia mengulurkan tangannya dengan ragu untuk menggandeng Adipta.

Ben hanya memperhatikan mereka dari jauh saja, ia akan menjaga Hayaning dari jarak yang cukup jauh.

Ketika Haya dan Adipta masuk kedalam, mereka langsung disambut oleh sejumlah tamu undangan yang sudah menanti di aula mewah itu.

Ruangan besar tersebut dipenuhi oleh pejabat, pengusaha, dan tokoh penting lainnya yang berbincang di bawah kilauan lampu gantung kristal.

Adipta menyapa beberapa tamu dengan senyuman formalnya, menggandeng Haya dengan posesif. Haya berusaha menyesuaikan diri, memasang senyuman sopan meskipun hatinya terasa berat.

"Pak Adipta, senang sekali melihat Anda datang," seorang pria paruh baya dengan jas abu-abu menghampiri mereka, diikuti beberapa koleganya. "Dan ini pasti pasangan Anda? Cantik sekali," tambahnya sambil mengangguk hormat kepada Haya.

Haya hanya tersenyum kecil. "Terima kasih, Pak," jawabnya sopan, meski merasa canggung.

Adipta menikmati perhatian tersebut. "Iya, ini tunangan saya, Hayaning, putri bungsunya Pak Brata Adhijokso. Saya pikir ini waktu yang tepat untuk mengenalkannya kepada semua orang," ucapnya dengan nada bangga yang terdengar dibuat-buat.

Sementara itu, Ben berdiri di dekat pintu masuk, mengamati situasi dengan tenang. Matanya terus mengawasi Haya, memastikan tak ada hal mencurigakan yang terjadi. Ia tahu betul betapa pentingnya menjaga Haya tetap aman, terutama di lingkungan seperti ini, di mana satu langkah keliru bisa memicu skandal.

Haya sesekali melirik ke arah Ben, mencari sedikit rasa nyaman di tengah keramaian yang membuatnya sedikit gugup. Namun, Adipta menariknya lebih dekat, seolah ingin memastikan perhatian Haya tetap tertuju padanya.

Hayaning benar-benar hanya diam saja disamping Adipta, sementara pria itu sibuk berbincang-bincang dengan para pejabat yang lain.

Sampai ketika, datanglah seorang pria sebaya dengan  Adipta.

"Malam bapak ketum," sapanya.

"Malam, dude!" Mereka saling memeluk singkat.

"Lo kesini sama siapa dip?" Tanya pria itu.

"Calon Tunangan gue lah, ini cewek cantik gue, Hayaning."

Mata pria itu menatap Haya dari ujung kepala sampai ujung kaki tanpa berkedip, lalu ia mengulurkan tangannya. "Arya,"

Haya memperkenalkan diri nya sembari menjabat tangan Arya, "Hayaning Adhijokso." Namun ketika Haya ingin melepaskan tangannya, pria itu tampak menahannya sehingga Adipta sendiri yang melepaskan tangan Haya darinya.

"Cewek gue emang cantik, tapi mata lo ngga usah jelalatan Arya." Ucap Adipta sedikit sarkas.

Arya hanya tertawa kecil sebelum membisikkan sesuatu ke telinga Adipta.

Hayaning berdiri kaku di tempatnya, merasa semakin tidak nyaman dengan atmosfer di antara kedua pria itu. Meskipun tidak mendengar apa yang dibisikkan Arya, ia bisa merasakan tatapan pria itu semakin menjadi-jadi, membuatnya ingin segera pergi dari sana.

Namun tak lama kemudian, pria itu pergi dan berpamitan dengan mereka.

Adipta kembali bertemu dan mengobrol dengan banyak orang. Sementara Hayaning memilih untuk duduk saja ditempat yang sudah disediakan. Akhirnya, ia memiliki waktu sendirian sembari meminum jus jeruk.

"Benji..." Gumamnya memanggil pelan sang bodyguard. Matanya mulai menyapu ke segala arah, berharap menemukan Ben, namun ketidakhadiran nya pria itu, pasti karena ditahan di depan pintu masuk.

Cukup lama Haya duduk menunggu disana, Adipta kembali, tetapi raut wajahnya tampak berbeda.

"Ikut denganku," katanya sembari menyodorkan tangannya. Haya kembali menggenggam tangan Adipta.

Ia langsung membawa Haya menuju tempat yang lebih sepi di bagian belakang gedung. Haya mulai merasa ada yang aneh dengan cara Adipta bersikap. Langkahnya terasa berat, tapi ia tetap mengikuti Adipta hingga mereka berhenti di dekat balkon yang diterangi oleh cahaya remang-remang.

Adipta berbalik, dan tanpa memberi peringatan, ia langsung mendorong paksa Hayaning ke tembok. Haya yang terkejut segera merespons dengan refleks, mengangkat tangannya untuk menahan tubuh Adipta yang mendekat.

Dengan bekal bela diri yang diajarkan Ben, Haya mencoba menepis cengkeraman Adipta di bahunya dan memutar tubuhnya untuk meloloskan diri.

Namun, Adipta lebih cepat. Ia berhasil menangkap pergelangan tangan Haya, membalikkan posisi hingga Haya kembali terjepit di antara tubuhnya dan tembok dingin.

"Kamu pikir bisa melawanku, Haya?" ucap Adipta dengan suara rendah penuh ancaman.

Haya meronta dengan sekuat tenaga, mencoba menendang lutut Adipta, tetapi pria itu segera membaca gerakannya dan memutar tubuhnya lagi, membuat Haya kehilangan keseimbangan.

"Jangan melawan, sayangku!" geramnya, tangannya menahan kedua lengan Haya di atas kepalanya.

"Hentikan, Mas! Jangan lakukan ini!" teriak Haya, matanya memancarkan keberanian meskipun tubuhnya gemetar. "Kamu ngga punya hak untuk memaksaku!"

Adipta hanya tersenyum dingin, seolah tidak peduli dengan penolakan Haya. "Hak? Aku yang berhak atas kamu, Haya. Aku calon suami kamu, dan aku—"

Belum sempat Adipta menyelesaikan kalimatnya, Haya memanfaatkan momen itu untuk menghentakkan kakinya ke sepatu Adipta, membuat pria itu sedikit mengaduh. Namun, kekuatan Haya tidak cukup untuk benar-benar membuat Adipta mundur. Adipta kembali mengunci gerakan Haya, kali ini lebih erat.

"Sialan!" bentak Adipta dengan nada tajam. Ia berusaha menundukkan wajahnya lebih dekat ke arah Haya, tapi Haya segera menoleh dan memberontak dengan lebih kuat.

Haya terus berusaha melepaskan diri, terutama ketika Adipta mencoba semakin mempererat cengkeramannya dan ia berhasil menyentuh bibirnya.

"Akhhh..." Adipta mengerang kesakitan saat Haya menggigit bibirnya hingga berdarah, lalu melayangkan tendangan keras ke perutnya. Tendangan itu membuat Adipta terhuyung dan akhirnya melepaskan Haya.

"Bajingan! Berengsek!" Haya berteriak sambil segera meninggalkan tempat itu dengan langkah tergesa-gesa menuju pintu utama, napasnya tersengal-sengal penuh amarah.

"Sialan! Dasar perempuan gila!" geram Adipta sambil meringis menahan rasa sakit yang menjalar di tubuhnya.

"Nona Hayaning!" Itu suara Ben. Benar, dan Haya dapat menangkap suara pria yang ia cintai itu.

•••

"F*ck!"

Benjamin mendengus kesal, tangannya mengepal erat di samping tubuhnya. Para penjaga telah melarangnya masuk, meskipun ia berulang kali menjelaskan bahwa ia adalah bodyguard Hayaning. Akhirnya, ia hanya bisa berdiri di luar pintu utama, matanya terus memperhatikan setiap tamu yang keluar masuk.

Namun, untungnya ia terhubung dengan alat penyadap kecil yang sebelumnya ia berikan pada Hayaning. Ben terus mendengarkan perangkat pemantau di telinga nya. Ia dapat menangkap suara riuh dari dalam bahkan suara Adipta yang lebih mendominasi.

"F*ck!" Monolognya kesal ketika mendapati suara pria itu banyak memerintah Haya.

Lama memantau dari alat penyadap, sampai akhirnya Ben mulai mendengarkan suara Adipta yang memaksa Haya, suaranya terdengar kasar dan penuh tekanan. Napas Ben langsung tertahan, dan urat-urat tubuhnya mulai menegang.

Benjamin tak bisa menunggu lebih lama lagi. Kekesalannya memuncak, amarahnya membakar hingga membuatnya tak peduli pada larangan para penjaga. "Persetan dengan kalian semua," geramnya, sebelum dengan paksa mendorong dua penjaga yang menghalangi jalannya.

"Hei! Anda tidak boleh masuk—" salah satu penjaga mencoba menghentikannya, tetapi Ben tak memberi mereka kesempatan. Dengan tatapan dingin dan sikap penuh determinasi, ia menerobos masuk ke dalam gedung.

Alat penyadap di telinganya menjadi panduan. Langkahnya cepat dan penuh energi, hingga ia tiba di area balkon. Ia mendapati Haya yang berhasil melepaskan diri dari si pria bajingan itu.

"Nona Hayaning..." Panggilnya pelan, sebab ia tak mau ada orang lain yang mendengar sehingga bisa menimbulkan skandal.

Ben segera membawanya keluar dari sana dengan menggunakan akses pintu belakang. Bukan Raden Benjamin Soedjono namanya, jika tidak mencari tahu letak sudut-sudut gedung yang dipakai untuk pesta para pejabat itu.

"Cepat masuk Nona," dibawanya perempuan itu segera masuk kedalam mobil dan ia segera membawanya pergi dari sana.

"Benji..." Haya menangis sejadi-jadinya didalam mobil sementara Ben mengemudikan mobil sembari mencengkram stir dengan tangan yang memutih. Rahangnya mengeras, dan matanya fokus menatap jalan di depan.

"Nona, kamu aman sekarang," ucap Ben. Suaranya terdengar tenang, tetapi ada nada dingin yang menguar darinya.

Haya memeluk dirinya sendiri, tubuhnya masih gemetar hebat. Ia tak mampu bersuara banyak.

Ben meliriknya sekilas melalui kaca spion, matanya melembut sesaat sebelum kembali dingin. "Dia tidak akan berani menyentuhmu lagi, Nona. Saya pastikan itu."

DCIT.

Ben tiba-tiba menghentikan mobil di tengah jalan yang sepi, menginjak rem dengan tajam. Suara ban berdecit memenuhi keheningan malam. Ia menoleh ke arah Haya, ekspresinya gelap penuh kemarahan.

"Lihat saya, Nona," ucap Ben, suaranya dalam dan penuh otoritas.

Haya perlahan mendongak, memperlihatkan wajah yang basah oleh air mata. Namun, saat Ben melihat noda darah di sudut bibir Haya, emosi yang tertahan memuncak seketika. Kedua tangannya mengepal erat, napasnya memburu sempurna.

"Sial!" Ben mengumpat kasar.

"Apa yang harus saya lakukan pada bajingan itu, Nona?!" bentaknya dengan nada rendah, tetapi penuh tekanan.

"Ben... dia... dia memaksaku..." Haya berbisik, suaranya pecah. Ia mulai menangis lagi, tubuhnya semakin terguncang oleh emosi.

Mata Ben semakin gelap, tatapannya tajam seperti pisau. "Kalau Nona ingin, saya bisa menghabisinya sekarang juga. Katakan saja, dan saya akan melakukannya."

Haya menggeleng kuat, air matanya semakin deras. Tanpa berpikir panjang, ia langsung meraih lengan Ben dan memeluknya erat. Tangisannya pecah di pundak Ben, sementara pria itu hanya bisa terdiam, mencoba meredam amarah yang membakar dirinya.

Ben mengangkat tangannya, membalas pelukan Haya dengan hati-hati. Ia mengelus punggungnya perlahan, mencoba menenangkannya.

"Tenang, Nona," bisik Ben. "Kamu sudah aman sekarang."

Haya hanya terisak. Pelukan Ben terasa hangat dan aman, meskipun ketegangan di tubuh pria itu masih terasa jelas.

"Ben... tolong..." Haya melepaskan pelukan mereka, menatapnya dengan sorot mata penuh rintihan.

Ben mengetatkan rahangnya. "Apa pun itu, Nona ingin saya melakukan apa?"

"Tolong... hilangkan bekas menjijikkan ini di bibirku, Ben. Aku mohon."

Ben terdiam sejenak setelah mendengar permintaan Haya. Napasnya memburu, tangannya mulai menangkup wajahnya. Tatapannya penuh emosi—bercampur antara marah dan rasa bersalah karena gagal melindungi Haya kali ini.

"Maafkan saya, Nona," gumamnya pelan, suaranya hampir tak terdengar.

Dengan lembut, Ben menyeka noda darah di sudut bibir Haya menggunakan ibu jarinya. Gerakannya hati-hati, seakan ingin menghapus semua jejak yang membuat perempuan itu merasa ternoda.

Ben mencondongkan tubuhnya lebih dekat. Pandangannya tertuju pada mata Haya yang masih berlinang air mata, lalu turun menuju bibirnya yang bergetar.

Namun, alih-alih menuntaskan gerakan itu, Ben menarik napas dalam dan menutup matanya sejenak, meredam dorongan dalam dirinya.

"Kita harus pergi dari sini."

Suara Ben terdengar serak, nyaris bergetar. Ia menegakkan tubuhnya kembali, tangannya masih berada di pipi Haya, memberikan sedikit tekanan lembut sebelum akhirnya melepaskannya.

Ia menyalakan mobil dan melajukan kendaraan, meninggalkan jalanan sepi dengan amarah yang masih membara di dadanya.

1
JustReading
Sama sekali tidak mengecewakan. Sebelumnya aku berpikir bakal biasa saja, ternyata sangat bagus!
Nadeshiko Gamez
Mantap thor, terus berkarya ya!
Ludmila Zonis
Bravo thor, teruslah berkarya sampai sukses!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!