Mencintaimu bagai menggenggam kaktus yang penuh duri. Berusaha bertahan. Namun harus siap terluka dan rela tersakiti. Bahkan mungkin bisa mati rasa. - Nadhira Farzana -
Hasrat tak kuasa dicegah. Nafsu mengalahkan logika dan membuat lupa. Kesucian yang semestinya dijaga, ternoda di malam itu.
Sela-put marwah terkoyak dan meninggalkan noktah merah.
Dira terlupa. Ia terlena dalam indahnya asmaraloka. Menyatukan ra-ga tanpa ikatan suci yang dihalalkan bersama Dariel--pria yang dianggapnya sebagai sahabat.
Ritual semalam yang dirasa mimpi, ternyata benar-benar terjadi dan membuat Dira harus rela menelan kenyataan pahit yang tak pernah terbayangkan selama ini. Mengandung benih yang tak diinginkan hadir di dalam rahim dan memilih keputusan yang teramat berat.
'Bertahan atau ... pergi dan menghilang karena faham yang tak sejalan.'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 7 Welcome Back
Happy reading
Dua hari setelah putus dari Aldi, Dira kembali menata hidupnya yang serasa berantakan. Mengembalikan semangat yang sempat memudar karena takdir cinta yang tak selaras dengan impian.
Dira berusaha melupakan hal pahit yang pernah terjadi dengan mulai beraktivitas kembali di rumah sakit dan berharap kebahagiaan akan hadir mengganti kesedihan yang beberapa hari ini sempat membuatnya terpuruk.
'Hidup terus berlanjut. Jangan menyerah karena ujian yang hadir silih berganti. Tetaplah tersenyum dan ulurkan tangan untuk membantu sesama.
Hidupmu teramat berarti untuk semua orang, kembalilah menjadi pribadi yang ceria dan menebarkan energi positif.'
Rangkaian kata itu yang membuat Dira termotivasi dan kembali bersemangat untuk menjalani hari. Melanjutkan hidup dengan membuka lembaran baru dan menutup kisah lama yang kelam.
Ia membacanya tadi pagi setelah beranjak dari ranjang.
Dira mengira, Milah yang sengaja meletakkan boneka Pooh dan kartu yang bertuliskan kata-kata motivasi di atas meja untuk memberi semangat.
Ia terlupa jika Milah tak pandai merangkai kata, apalagi menggoreskan tulisan yang terlihat indah di atas kertas.
"Selamat pagi, Dokter Dira." Sapaan dari teman seprofesi mencipta senyum di bibir Dira.
Sebagai pribadi yang ramah, Dira merasa segan untuk mengabaikan, terkecuali jika sapaan itu terkesan tidak sopan dan menciptakan rasa tak nyaman.
"Selamat pagi juga, Dokter Arga." Dira membalas dan mengurangi kecepatan ayunan kaki.
Arga seolah tidak puas jika sekedar menyapa. Ia menghujani Dira dengan pertanyaan, sehingga Dira terpaksa menghentikan langkah.
"Oya, bagaimana kondisi kesehatan Dokter Dira? Sudah baik 'kah?"
"Alhamdulillah sudah, Dok."
"Berarti sudah siap berjuang lagi dong?"
"Insya Allah, sudah."
"Sip." Arga mengacungkan satu jempol diikuti lengkungan bibir yang membentuk senyuman khas.
Bagi segelintir gadis, senyuman Arga terlihat sangat menawan dan tak bisa dinafikan. Namun tidak bagi seorang Nadhira Farzana, wanita yang menjadi incarannya.
"Semangat berjuang, Dokter Dira. Para pasien dan rekan-rekan sudah menunggu kedatangan anda, tak terkecuali saya," ucapnya memberi semangat. Entah tulus atau karena modus.
"Terima kasih, Dokter Arga."
Usai membalas ucapan Arga, Dira kembali mengayun langkah diikuti oleh seorang perawat yang berlari kecil menyusulnya.
"Selamat pagi, Dok," sapanya begitu berhasil mensejajarkan langkah.
"Selamat pagi juga, Suster Hani."
"Mari saya antar ke Ruang Dahlia, Dok. Di sana ada beberapa pasien yang ingin bertemu dan menyapa Dokter. Mereka bilang sudah rindu berat dengan Dokter Dira."
Dira menanggapi ucapan Hani dengan memperlihatkan seutas senyum dan mengangguk pelan. "Baiklah, Sus."
Binar bahagia terpancar jelas di wajah para pasien yang sudah beberapa hari merindu kedatangan dokter idola mereka--Dokter Dira.
Sapaan dan pelukan hangat mereka berikan untuk menyambut kembalinya dokter terkasih.
"Ya Tuhan, kenapa Dokter Dira baru datang? Saya sudah kangen berat, Dok." Veronika, salah seorang pasien rawat inap memeluk erat tubuh Dira, meluapkan rasa rindu yang beberapa hari ini memenuhi ruang kalbu.
Ia dirawat di rumah sakit karena mengalami musibah kecelakaan. Sepeda motor yang dikendarainya tertabrak mobil ketika berangkat menuju tempat ibadah.
Beruntung nyawanya berhasil diselamatkan, meski kaki kanannya harus diamputasi.
Dira menerbitkan senyum dan mengangkat kedua tangan yang semula menjuntai untuk membalas pelukan Veronika.
"Maaf, Mom. Beberapa hari ini saya kurang enak badan. Jadi, saya mengambil cuti untuk beristirahat," ucapnya lalu perlahan mengurai pelukan. Sama seperti Dira, Veronika pun turut mengurai pelukan.
"Berkat Dokter Dira, saya termotivasi untuk segera sembuh. Seperti yang pernah Dokter tuturkan, meski satu kaki saya diamputasi, saya harus tetap bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk hidup dan masih bisa merasakan nikmat yang dianugerahkan oleh Tuhan. Selain itu, saya juga masih bisa kembali ke Gereja. Berkumpul dengan teman-teman dan beribadah bersama. Berdiri meski dengan satu kaki asli dan satu lagi dengan kaki palsu, untuk menjadi bagian dari choir atau paduan suara Gereja."
"Syukurlah, saya senang mendengarnya, Mom." Dira menimpali.
"Tapi --" Veronika menggantung ucapannya. Wajah yang semula terbingkai binar bahagia, tiba-tiba berubah sendu.
"Tapi kenapa, Mom?"
"Tapi saya sedih ... karena setelah keluar dari rumah sakit ini, saya akan berpisah dengan Dokter Dira."
Dira kembali menerbitkan senyum dan mengusap bahu Veronika. "Mommy Vero tidak usah bersedih. Karena setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Lagi pula, Mommy masih bisa berkunjung ke rumah sakit ini untuk menemui saya."
"Memangnya boleh ya, Dok?"
"Boleh, Mom. Mommy bisa menemui saya pada saat jam istirahat. Atau, Mommy bisa berkunjung ke rumah saya. Di sana kita bisa leluasa berbincang sambil minum teh hangat dan menikmati camilan."
"Wahhh, kalau begitu saya harus lebih bersemangat untuk segera pulih, Dok. Supaya saya bisa berkunjung ke rumah Dokter Dira dan berbincang sambil menikmati kesegaran teh hangat, serta menikmati camilan yang pastinya bisa menemani obrolan kita." Veronika tampak bersemangat.
"Iya, Mom. Harus!"
"Saya juga boleh berkunjung ke rumah Dokter Dira?" Seseorang menyela obrolan dan sukses mengalihkan atensi Dira yang semula tertuju pada Veronika.
Entah siapa orang itu ....
🌹🌹🌹
Bersambung ....
sukses selalu buat Autor yg maniiiss legit kayak kue lapis.
apalagi aku..
itu memang nama perusahaannya..??
wawww
aku aminkan doamu, Milah
ya pastilah hasratnya langsung membuncah