NovelToon NovelToon
Satu Satunya Yang Tak Terpilih

Satu Satunya Yang Tak Terpilih

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Light Novel
Popularitas:964
Nilai: 5
Nama Author: nazeiknow

Oiko Mahakara bukan siapa-siapa.
Di sekolah, dia hanya bayangan yang selalu diinjak.
Tertawa orang lain adalah derita baginya.
Tapi ketika cahaya menelan dunia lamanya, semuanya berubah.

Dipanggil ke dunia lain bersama murid-murid lainnya, takdir mereka tampak seperti cerita klasik: menjadi pahlawan, menyelamatkan dunia.

Namun, tidak semua yang datang disambut.
Dan tidak semua kekuatan... bersinar terang.

Ketika harapan direnggut dan dunia membuangnya, dari kehampaan… sesuatu terbangun.

Kegelapan tidak meminta izin. Ia hanya mengambil.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nazeiknow, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 7: Perjalanan Menyusuri Hutan dan Pertemuan di Pinggir Sungai

Suasana hutan kembali sunyi setelah kejadian barusan. Hanya suara angin yang perlahan menggesek dedaunan, dan langkah kaki mereka yang menjejak tanah lembut berlumur guguran daun.

Oiko dan Rinya berjalan beriringan dalam diam. Tak ada suara percakapan, hanya suara napas tenang mereka berdua.

Lalu, Oiko menyentuh kantong bajunya. Ia teringat sesuatu. Tangannya menyusup ke dalam, lalu menarik keluar apel yang tadi ia simpan setelah jatuh dari pohon.

Ia memandangi apel itu sejenak. Masih utuh. Masih bersih. Lalu, dengan satu gerakan ringan, ia menjulurkan tangan ke arah Rinya.

“...Nih,” kata Oiko dengan suara pelan, nada suaranya terdengar agak cool, sedikit canggung, namun tulus. “Mau gak?”

Rinya melihat ke arah apel itu, ragu. Matanya sempat menatap wajah Oiko, lalu kembali ke buah itu.

Tangan kecilnya naik perlahan, gemetar sedikit, lalu akhirnya mengambil apel itu.

Ia menatap apel itu sejenak, matanya menyipit.

“Ini… gak ada racunnya, kan?” tanyanya tiba-tiba.

Oiko langsung terkejut. “Heh?! Gak mungkinlah aku ngeracunin orang!”

Rinya menatapnya sejenak, lalu tersenyum kecil. “Hehe, bercanda kok.”

Setelah berkata begitu, apel itu langsung ia gigit. “Crunch!”

Matanya berbinar. “Enak!”

Ia mengunyah pelan-pelan, menikmati rasa manis apel itu sambil terus tersenyum bahagia. Aura cerah mengelilingi wajah kecilnya.

Oiko hanya melihat sebentar, lalu mengalihkan pandangan dan melanjutkan berjalan ke depan. Ia sendiri tidak tahu tujuan, hanya mengikuti insting dan jalur hutan yang mulai terbuka.

Rinya masih di belakangnya, setengah berjalan, setengah melayang dalam rasa apel yang enak. Ia makan perlahan sambil tersenyum, matanya tidak fokus ke depan.

Karena terlalu larut menikmati apel itu—“Duk!”

Rinya tersandung batu kecil di jalan, lalu jatuh terduduk.

“Aduh…”

Oiko yang mendengar suara itu langsung menoleh ke belakang.

“Kamu gak apa-apa?”

Rinya duduk dengan wajah datar. “Gapapa.”

Tapi anehnya, ia masih menggigit apel itu lagi. Tidak peduli dengan tanah atau debu di bajunya, yang penting apel itu belum habis.

Oiko menghela napas sambil tersenyum, lalu mendekat dan membantunya berdiri. Rinya berdiri sambil mengunyah sisa apel di mulutnya hingga habis.

Lalu, mereka berdua kembali berjalan.

Perjalanan membawa mereka ke jalur sempit yang mulai menurun sedikit. Hutan kini makin rimbun. Daun-daun lebat menghalangi cahaya matahari, menciptakan lorong alami yang teduh.

Beberapa langkah ke depan, tiba-tiba pepohonan terbuka, dan mereka berdua sampai di sebuah pinggiran jurang.

Dari tempat mereka berdiri, terlihat sungai mengalir di bawah jurang itu, jernih dan bersinar terkena pantulan cahaya matahari dari sela daun. Suara gemericik air terdengar tenang, membawa perasaan damai.

Oiko menatap ke bawah.

“Wah, sungai…” gumamnya.

Ia berjalan pelan-pelan menyusuri pinggir jurang, mencari jalan turun. Rinya mengikuti dari belakang dengan hati-hati. Langkahnya pendek dan waspada.

Tak lama, mata Oiko menangkap sesuatu.

Di pinggir sungai di bawah sana—ada seorang perempuan.

Dia duduk di atas batu besar, punggung menghadap ke arah sungai, rambutnya panjang dan berwarna perak, mengalir seperti air itu sendiri. Telinganya runcing, meski tak sepanjang cerita-cerita elf yang pernah Oiko dengar.

Matanya menyipit. “Hah? Apa itu?”

Rinya juga ikut melihat, matanya menajam.

“Itu… Elf.”

Oiko menatapnya, bingung.

“Elf?”

“Iya,” jawab Rinya pelan. “Mereka tinggal jauh di utara, biasanya di hutan-hutan kuno… Tapi… kenapa dia sendirian di pinggir sungai begini?”

Oiko menatap lagi perempuan itu dari kejauhan. Gerak tubuh perempuan itu lambat, seperti sedang bersedih, atau mungkin merenung. Ia tidak sadar sedang diperhatikan.

“...Kita ke sana yuk,” kata Oiko.

“Eh? Beneran?” tanya Rinya ragu.

“Ya, kali aja dia butuh bantuan. Masa kita diem aja?”

Rinya mengangguk pelan. “...Baiklah.”

Oiko mulai mencari jalan untuk turun. Tak lama, ia menemukan turunan kecil di pinggir tebing, semacam lereng tanah yang cukup curam tapi bisa dilewati.

Ia menuruni turunan itu langkah demi langkah, pelan dan hati-hati.

“Pelan-pelan…” gumamnya sambil menyeimbangkan tubuhnya.

Rinya menatap lereng itu, wajahnya tegang.

“Turun lewat situ…?”

Oiko menoleh. “Yakin gak mau tunggu di sini aja?”

Rinya menggigit bibir bawahnya, menatap ragu.

“Enggak… aku ikut.”

Ia menarik napas dalam-dalam, lalu mulai menuruni turunan itu pelan-pelan. Tangannya meraih akar-akar yang menonjol untuk menjaga keseimbangan.

Namun, sesekali ia tergelincir sedikit, membuat Oiko menoleh cemas.

“Pelan, Rinya. Pegang akar tuh.”

“A-aku tahu…” jawab Rinya dengan suara sedikit panik.

Mereka terus menuruni lereng itu dengan perlahan, hingga jarak ke sungai hanya tinggal beberapa meter. Dari dekat, suara air makin jelas, menenangkan, dan angin dari aliran sungai menyegarkan wajah mereka.

Oiko menatap perempuan elf itu lagi. Masih di sana. Masih sendiri.

Dan dia belum sadar—dua orang baru akan segera menyapanya.

...

Oiko akhirnya sampai di dasar lereng. Ia menepuk-nepuk celana dan mengangkat wajah. Sungai mengalir jernih di depannya, udara di sekitarnya dingin dan segar.

Lalu ia memanggil, “Hei! Kamu... Elf, ya?”

Perempuan berambut perak itu menoleh perlahan, dan begitu wajahnya terlihat jelas, Oiko nyaris kehilangan kata.

“Cantik banget…” pikirnya refleks dalam hati. Wajah si elf tenang, mata tajam bagai pisau es, dan rambutnya memantulkan cahaya matahari sore yang menembus sela pepohonan.

Namun, tanpa sepatah kata, elf itu mengangkat dua jarinya, menunjuk ke arah Oiko.

“Eh?”

Dalam sekejap, semburan air berbentuk spiral seperti bor muncul dari ujung jari elf itu dan melesat ke arah Oiko!

“W-Wait! Aku—”

Suara Rinya terdengar dari atas. “Oiko, tunggu—!”

Namun sebelum Rinya selesai bicara, ia terpeleset dari turunan terakhir dan “duk!” jatuh ke tanah.

“Aduhhh... sakit...” gerutunya.

Oiko menoleh cepat, memastikan kondisi Rinya.

“Kamu gak apa-apa?” tanyanya sambil tersenyum kaku, meski serangan air masih mengarah padanya.

“Aduh... sakit sih, tapi... masih gapapa.”

Mendengar itu, elf itu justru tertawa keras, tawanya seperti denting lonceng yang menggema.

Namun, karena terlalu keras tertawa, ia kehilangan keseimbangan, dan tanpa sempat menyadari—

“WAAAA—!”

Cebur!

Tubuh elf itu jatuh langsung ke sungai!

Oiko terkejut. “Eh?!!”

Wajahnya panik. Ia melihat elf itu terombang-ambing di air, tubuhnya seperti tak bisa mengapung.

“Dia... dia gak bisa berenang?!” teriak Oiko.

Tanpa berpikir panjang, Oiko langsung berlari menuju sungai, lalu—swuss! Cebur!

Ia pun melompat masuk ke arus sungai.

Tapi masalahnya...

“AAAAAK! GUE JUGA GAK BISA BERENANG!!” jerit Oiko sambil terombang-ambing, tangannya memukul-mukul air.

Kedua orang itu sekarang terbawa arus bersama, hanyut oleh derasnya sungai pegunungan. Air dingin menampar wajah mereka, dan suara gemuruh air membuat segalanya makin kacau.

Di atas lereng, Rinya menyipitkan mata, melihat dua orang itu kebawa arus.

“Eh... mereka… mereka hanyut semua?!”

Lalu ia panik dan langsung berlari menuruni lereng itu.

“Tunggu akuuu!!”

Namun nasib berkata lain—“WAAAH!!”

Langkah kakinya terpeleset oleh batu basah, dan tubuh mungilnya juga ikut—cebur!

“Aku juga... gak bisa berenang!!” jerit Rinya sambil terbawa arus.

Kini tiga orang hanyut bersama di tengah arus sungai yang deras.

Oiko, meski tak bisa berenang, terus mengayuh air semampunya untuk mendekat ke arah elf yang tenggelam lebih dulu. Wajahnya tegang, matanya tertutup cipratan air.

“Sedikit lagi... sedikit lagi...!”

Tangannya terulur—dan berhasil!

Ia berhasil meraih tangan elf itu dan menariknya agar tetap di permukaan air.

“Aku dapat kamu! Tahan napas!”

Elf itu tak bisa bicara, matanya panik, namun genggamannya pada tangan Oiko makin kuat.

Tiba-tiba, Oiko menoleh ke depan—dan melihat Rinya juga ikut hanyut di arus yang lebih cepat!

“RINYA!!”

Matanya membelalak. Rinya berusaha mengayuh, namun tubuh kecilnya makin terseret jauh ke depan.

Oiko menahan napas, lalu berusaha mengayuh ke arah Rinya sambil tetap memegang elf itu.

“Sedikit lagiii…!!”

Tangannya kembali menjulur. “Rinya!! Pegang tanganku!!”

Rinya melihat tangan itu dan berusaha meraihnya. Beberapa sentimeter lagi...

“Sedikit lagii... nahhh!!”

Ceklek!

Tangan mereka berhasil saling menggenggam!

Kini mereka bertiga terseret bersama, saling berpegangan di tengah arus deras yang tak henti mendorong.

Namun...

Suara gemuruh keras mulai terdengar dari depan.

“Apa itu...” bisik Oiko dengan napas tercekat.

Ketiganya menoleh ke arah depan, dan—

“ITU AIR TERJUN!!!”

Di depan mereka, air terjun menjulang tinggi. Sungai mengalir langsung ke tebing curam, dan mereka kini hanya beberapa meter dari ujungnya!

“AAAAAAAHHH!!”

Tiga teriakan serempak terdengar di udara.

Air mengamuk, angin berhembus kencang, dan mereka tak bisa melawan arus lagi.

“KITA AKAN TERJATUUUHHH!!”

Dan saat tubuh mereka menyentuh ujung tebing...

SWOOOSH!!

1
Protocetus
jika berkenan mampir ya ke novelku Frontier
HarusameName
bukan hasil AI 'kan, ini?
HarusameName: Narasinya bagus, loh! Nice work.
nazeiknow: kalau ga libur up chapter nya per hari "Minggu"
total 4 replies
nazeiknow
JANGAN LUPA LIKE TEMAN BIAR SAYA LEBIH SEMANGAT MENULIS CERITA INI KALAU BISA LOVE LOVE DI PENCET 😉
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!