Dinda memilih untuk menikah dengan seorang duda beranak satu setelah dirinya disakiti oleh kekasihnya berkali-kali. Siapa sangka, awalnya Dinda menerima pinangan dari keluarga suaminya agar ia berhenti di ganggu oleh mantan pacarnya, namun justru ia berusaha untuk mendapatkan cinta suami dari hasil perjodohannya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 6
Suara tangisan Ciara yang makin keras membuat Indra semakin bingung, ia meletakkan buah yang tadi ia pilih dalam keranjang dan beralih menenangkan Ciara.
Bukannya tenang, tangis Ciara makin menjadi, perhatian para pengunjung swalayan pun tidak sedikit tertuju pada Indra.
"Kenapa sayang? Ciara lapar yah, tenang yah sayang." Ucap Indra sembari berjalan kecil disekitar tempatnya ia berdiri agar Ciara merasa nyaman.
Tapi usaha Indra tampak sia-sia, Ciara sama sekali tidak terlihat sedikit tenang.
"Ciara kenapa?." Tanya Dinda yang kembali setelah mendengar tangisan Ciara.
"Saya juga tidak tau, dia tiba-tiba menangis seperti ini." Jawab Indra masih berusaha menenangkan putrinya.
"Ciara, kenapa cantik?, kok nangis sih." Dinda pun turut berusaha menenangkan Ciara.
Ciara yang tadi menangis berangsur diam saat tangan Dinda memegangi tangannya. Sebaliknya bayi itu meraih jari telunjuk Dinda dan enggan melepasnya.
"Loh, mau sama aku yah?." Wajah Dinda tampak kebingungan, selain genggaman tangan Ciara, tangisannya pun reda.
Indra yang melihat putrinya berhenti menangis saat dihampiri oleh Dinda turut kebingungan, terlebih saat Ciara tidak mau melepas genggaman mungilnya di telunjuk Dinda.
"Boleh saya gendong?." Tanya Dinda karena merasa tidak nyaman sedekat itu pada Indra.
"Boleh, silahkan." Jawab Indra sembari memberikan Ciara pada Dinda.
Entah kenapa Dinda merasa begitu senang saat Ciara berada dalam pelukannya, ia tidak pernah menggendong bayi sebelumnya, apalagi bayi sekecil ini.
"Ini cara gendongnya boleh seperti ini?." Dinda merasa tidak percaya diri menggendong Ciara, ia memeluk Ciara dengan sedikit erat takut jika bayi kecil itu terjatuh atau cidera otot di pelukannya.
"Tangannya pegang leher belakangnya Ciara." Kata Indra mengajari Dinda menggendong Ciara.
"Begini?." Tanya Dinda lagi mengikuti arahan dari Indra.
"Agak di lebarkan jarinya." Indra pun membatu Dinda membenarkan gendongan Dinda agar Ciara merasa nyaman.
Dinda tersenyum senang, ia merasa Ciara sangat nyaman di pelukannya.
"Ciara suka yah?, jangan nangis lagi yah." Kata Dinda sembari mengelus pelan kepala Ciara.
Indra hanya terdiam menatap putrinya yang begitu tenang di dalam pelukan Dinda, perhatian orang-orang pun sudah tidak tertuju padanya lagi.
Matanya tertuju pada plastik berisi buah yang tadi di beli oleh Dinda, ia langsung mengambil buah ditangan Dinda dan menaruhnya di dalam troli belanjaannya.
"Kalau capek sama posisinya, kamu juga bisa tidurkan Ciara dilengan kamu." Indra merasa tidak enak merepotkan Dinda, tapi ia juga bersyukur karena putrinya bisa tenang didalam dekapan Dinda.
"Saya pernah lihat, bayinya digendong seperti di dekap begitu yah?." Tanya Dinda antusias, walau tidak pernah menggendong bayi, ia setidaknya pernah melihat orang-orang menggendong bayi.
"Iya, seperti itu." Jawab Indra tersenyum tipis, merasa lucu dengan tingkah Dinda.
"Silahkan lanjutkan belanjanya, biar saya temani." kata Dinda yang merubah posisi Ciara dan mendekapnya di lengannya.
Indra pun turut membantunya, takut jika tangan Dinda gemetar.
"Saya tidak merepotkan kamu?." Tanya Indra merasa tidak enak.
"Tidak sama sekali, saya juga tidak sedang buru-buru." Jawab Dinda, ia tersenyum melihat wajah mungil Ciara dalam dekapannya.
"Maaf, saya selalu merepotkan kamu. Juga, terima kasih karena selalu membantu saya." Ucap Indra kemudian.
"Sama-sama, saya senang bisa membantu anda." Kata Dinda sembari terus menatap Ciara dan melakukan beberapa hal lain untuk membuat Ciara tertawa.
"Panggil Indra saja." Dinda menatap Indra, iapun sadar selama ini dia belum tau nama Indra.
"Saya sampai lupa, kita sudah beberapa kali ketemu tapi saya belum tau nama anda." Ucap Dinda merasa sedikit lucu, berinteraksi dengan orang asing yang beberapa kali ia temui tapi tidak mengetahui nama orang tersebut.
***
Indra dan Dinda berjalan beriringan, Indra mendorong troli sementara Dinda menggendong Ciara. Seperti janjinya, Dinda menemani Indra berbelanja.
"Tidak ada lagi yang ingin kamu beli?." Tanya Indra pada Dinda.
"Tidak ada, saya memang cuma mau beli buah saja." Jawab Dinda tersenyum tipis.
"Ya sudah kalau begitu, kita ke kasir saja." Ajak Indra kemudian yang juga sudah selesai membeli keperluannya.
"Sudah selesai belanjanya?." Tanya Dinda, ia memastikan Indra tidak buru-buru karena tidak enak padanya.
"Iya, sudah semuanya." Jawabnya memperlihatkan trolinya yang hampir penuh.
Dinda pun menganggukkan kepalanya dan berjalan lebih dulu ke kasir. Indra mengikutinya dari belakang, ia melihat betapa tulusnya Dinda terhadap putrinya.
Begitu sampai dikasir, Indra mengeluarkan semua belanjaannya untuk di scan. Ia juga mengeluarkan buah yang dibeli oleh Dinda.
"Itu punya saya, kak Indra." Ucap Dinda spontan memanggil Indra dengan sebutan kakak, ia tidak tau harus memanggil Indra apa, Dinda juga merasa Indra lebih tua darinya melihat dari penampilannya.
"Tidak apa-apa, sekalian saja." Kata Indra meletakkan buah yang Dinda beli tadi.
"Tidak usah, biar saya bayar sendiri." Dinda merasa tidak enak.
"Anggap saja ucapan terima kasih saya." Indra sama sekali terlihat tidak ingin mengalah, kasir itu pun mengambil buahnya dan memasukkannya ke dalam belanjaan Indra.
"Benar-benar tidak perlu kak, saya sama sekali tidak merasa direpotkan." kata Dinda dengan wajah tidak enak.
"Tolong di terima saja, saya yang tidak enak sama kamu." Pinta Indra.
"Terima kasih kalau begitu." Ucap Dinda kemudian, bagaimana pun buah itu sudah masuk dalam tagihan Indra.
Setelah selesai membayar belanjaannya, Indra mengajak Dinda keluar dari swalayan tersebut. Meraka berdua berjalan ke tempat Indra memarkir mobilnya, Indra kemudian memasukkan belanjaannya ke bagasi sementara belanjaan Dinda ia pisah dari kantungnya.
"Mau sekalian saya antar pulang?". Tanya Indra menawarkan tumpangan pada Dinda.
"Terima kasih tawarannya, tapi saya bawa mobil sendiri." Jawab Dinda yang masih menggendong Ciara.
"Mobilnya dimana?." Tanya Indra lagi memastikan Dinda benar-benar membawa mobil.
"Itu disana." Dinda menunjuk mobilnya yang terparkir tiga mobil dari mobil Indra.
"Terima kasih banyak sudah mau membantu saya tadi." Ucap Indra setelah memastikan Dinda membawa mobilnya.
"Iya kak sama-sama, dari tadi terima kasih terus." Dinda pun berusaha mencairkan suasana diantara mereka.
"Saya tidak enak sama kamu." Kata Indra menunjukkan wajah yang sesuai dengan ia rasakan.
"Santai saja kak, saya juga senang ketemu sama Ciara." Dinda sekali lagi tersenyum jika matanya tertuju pada Ciara yang kini terlelap dalam dekapannya.
"Dinda.." Panggil seseorang yang suaranya sangat tidak asing ditelinga Dinda.
"Kamu lagi." Ucap Dinda dengan wajah masam saat melihat Yuda berjalan menghampirinya.
"Dia siapa? Bayi siapa yang kamu gendong?." Tanya Yuda tidak sabaran, ia tidak suka melihat Dinda dengan laki-laki lain.
"Bukan urusan kamu." Raut wajah Dinda tampak sangat kesal melihat Yuda menunjuk Indra dan Ciara bergantian.