Devan kaget saat tiba-tiba seseorang masuk seenaknya ke dalam mobilnya, bahkan dengan berani duduk di pangkuannya. Ia bertekad untuk mengusir gadis itu, tapi... gadis itu tampak tidak normal. Lebih parah lagi, ciuman pertamanya malah di ambil oleh gadis aneh itu.
"Aku akan menikahi Gauri."
~ Devan Valtor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesempatan
Sore harinya rombongan alumni Sekolah Devan tiba di sebuah vila yang menghadap langsung ke pantai. Vila itu besar, dengan halaman luas dan kolam renang biru yang memantulkan cahaya matahari sore. Di udara, aroma garam laut bercampur dengan suara burung-burung petang.
Begitu mobil berhenti, semua orang langsung turun dengan semangat. Mereka sibuk membawa kantong belanjaan, kotak-kotak makanan, dan alat-alat untuk bakar-bakar nanti malam. Beberapa pria mengambil arang, sementara para wanita mulai menata bahan makanan di dapur luar vila.
Kecuali satu orang.
Diana.
Ia berdiri sedikit lebih jauh dari rombongan, kacamata hitam bertengger elegan di wajahnya, tapi sinarnya tajam dan penuh rasa tidak suka. Sejak pagi, ia hampir tidak bisa mendekati Devan sama sekali. Setiap momen yang ia rencanakan untuk bicara dengan pria itu selalu gagal, karena Gauri selalu menempel seperti linta.
Dan sekarang, lagi-lagi, hal itu terjadi.
Devan sedang berdiri di teras sambil mengangkat ponselnya ke telinga, berbicara dengan seseorang, mungkin urusan pekerjaan atau teman yang menyusul nanti. Di sisi kiri tubuhnya, Gauri berdiri menempel, menggenggam boneka beruang kecilnya sambil sesekali memandangi halaman vila. Bahkan ketika Devan harus bergerak beberapa langkah ke samping karena sinyal yang tidak stabil, Gauri mengikuti tanpa jarak sedikit pun.
Diana mengatupkan rahangnya kuat-kuat.
Kenapa sih cewek itu nggak bisa lepas? Memangnya dia nggak punya otak lain selain nempel begitu? Sakit atau nggak sakit, menyebalkan tetap menyebalkan.
Ia tahu Gauri berbeda. Ia tahu kondisi mental dan emosional gadis itu tidak sama dengan wanita dewasa pada umumnya. Tapi bagi Diana, itu bukan alasan ketika kehadiran gadis itu mengacaukan semua rencananya.
Ia terbang jauh ke Bangkok untuk reuni ini, sampai harus berhutang segala, berharap bisa dekat dengan Devan. Ia sudah menunggu momen dari kemaren. Tapi hasilnya? Nihil. Semua karena satu gadis remaja yang bertingkah seperti bocah lima tahun.
Kalau terus begini, aku nggak akan pernah dapat kesempatan bicara berdua dengan Devan.
Gumam Diana dalam hati.
Rombongan lain sibuk menata perlengkapan bakaran. Gino memanggil Devan beberapa kali, tapi pria itu hanya menunjuk ponselnya dan mengatakan, "Sebentar," sebelum kembali berbicara.
Gauri menatap Devan selama beberapa detik. Ketika pria itu tidak melihat, atau mungkin tidak bisa memperhatikan karena telepon, gadis itu memandang bonekanya, lalu melihat hamparan taman kecil di depan vila.
Perlahan, ia berjalan menjauh. Tidak jauh. Hanya beberapa langkah. Devan tidak sadar gadis itu pergi.
Diana, dari kejauhan, melihat itu.
Mata wanita itu menyipit.
Oh… kamu akhirnya lepas juga dari Devan? Bahkan cuma dua meter pun tidak masalah…
Gauri kemudian berjalan sedikit lebih jauh lagi, kini menuju sisi lain vila yang lebih sepi. Ada sebuah lorong kecil menuju area kolam renang dalam ruangan, kolam yang digunakan hanya jika mereka ingin berenang tanpa matahari.
Gauri menatap air tenang di kolam itu. Ia berdiri di tepi, memiringkan kepalanya sambil memperhatikan bayangan dirinya dan bonekanya di permukaan air.
Diana langsung merasa darahnya mengalir lebih cepat.
Ini… kesempatan.
Ia menoleh. Tidak ada satu pun dari rombongan alumni yang memperhatikan Gauri. Mereka semua sibuk. Tawa dari dapur luar terdengar. Suara Gino memanggil seseorang. Suara plastik makanan, suara kompor portabel dihidupkan.
Devan? Pria itu masih di teras depan, sibuk berbicara, tampaknya semakin serius.
Diana bergerak cepat, tapi tidak berlari. Jalannya tampak alami, seolah hanya melewati bagian vila. Begitu sampai di pintu kaca yang menuju kolam, ia menoleh kiri-kanan sekali lagi.
Sepi.
Tidak ada yang melihat. Tubuhnya mendekat. Gauri sedang jongkok di tepi kolam, memegang bonekanya, wajahnya terlihat penasaran dengan matanya yang bulat.
"Bonekanya bisa berenang nggak, ya…" gumamnya pelan.
Dan sebelum gadis itu sempat berdiri lagi,
BRAK!
Diana mendorong bahu Gauri dengan satu gerakan cepat dan kuat.
"Aa,"
Suara Gauri tercekat di udara ketika tubuhnya jatuh ke dalam air. Boneka beruang itu terlepas dari tangannya saat tubuhnya terbenam ke bawah.
Ceburan air pecah keras, tapi tidak ada yang mendengarnya dari halaman luar. Suara tawa dan riuh alumni menutupinya.
Diana mundur secepat mungkin. Dengan langkah panjang tapi tenang, ia berjalan keluar dari pintu kolam. Hatinya berdegup keras, tapi wajahnya tetap tenang seperti tidak terjadi apa-apa. Ia bahkan sempat melirik bayangannya di kaca.
Itu pelajaran buatnya. Biar dia tahu diri. Biar dia nggak ganggu aku dan Devan lagi.
Ketika ia kembali ke halaman dan berpura-pura ikut membantu menata piring.
Devan akhirnya menutup telepon. Ia menghela napas dan otomatis menoleh ke tempat di mana Gauri tadi berdiri.
Kosong.
Dahi Devan langsung berkerut.
"Gauri?"
Ia melangkah lebih cepat, menengok kanan-kiri. Tidak ada. Ia memanggil Gino, menanyakan apakah ia melihat Gauri lewat, tapi Gino menggeleng sambil mengangkat kotak daging.
"Barusan nggak lihat, bukannya nempel terus sama kamu?"
Jantung Devan mulai berdegup lebih cepat. Wajahnya semakin tegang. Ia berjalan memutar vila dengan langkah panjang dan gelisah. Ketika ia masuk ke area sisi bangunan, tiba-tiba matanya menangkap pintu kaca kolam dalam ruangan yang terbuka sedikit.
"Gauri?"
Tidak ada jawaban. Devan masuk.
Dan dunia seakan berhenti.
Di dalam kolam, boneka beruang kecil itu mengambang tanpa arah, basah dan berat, satu tangannya terangkat seperti meminta tolong. Air beriak pelan.
Tapi justru sesuatu di bawah permukaan yang membuat darah Devan membeku. Siluet tubuh mungil itu … bergerak lemah… tenggelam.
"GAURI!"
Teriakan itu membelah ruangan, bergema keras, panik, putus asa.
Tanpa berpikir sedetik pun, Devan melompat masuk ke dalam air. Semua yang mendengar teriakan keras Devan segera meninggalkan semua kesibukan mereka dan berlari ke arah kolam.
Terutama Gino. Begitu ia mendengar nama Gauri di sebut begitu keras oleh Devan, ia langsung tahu pasti sesuatu telah terjadi. Tentu ia juga panik.
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
MENDING INSAF DAN HILANGIN AMBISIMU WAT MILIKI DEVAN.DEVANYA AJA G MAU MA ELOH...
Apa mereka kecelakaannya tenggelam ya.
Sari - curiga sama Diana. Apa lagi Sari mendapat video dari ponsel Bram - Diana masuk ke area kolam - di jam yang sama ketika Gauri jatoh ke kolam. Semakin layak dan pantas dicurigai.
Bukan hanya tidak melihat Gauri jatoh, Sari... Tapi Diana yang mendorong - gitu lho Sari 😁
Devan.... kemarahanmu kek apa ini nanti ??? Bayangin dululah 🤔
kudu kau rasa nya