Dikhianati dan difitnah oleh selir suaminya, Ratu Corvina Lysandre terlahir kembali dengan tekad akan merubah nasib buruknya.
Kali ini, ia tak akan lagi mengejar cinta sang kaisar, ia menagih dendam dan keadilan.
Dalam istana yang berlapis senyum dan racun, Corvina akan membuat semua orang berlutut… termasuk sang kaisar yang dulu membiarkannya mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Ah, maaf, Yang Mulia Ratu," Meriel segera mengubah ekspresinya, wajahnya berubah menjadi memelas. "Saya tidak bermaksud menyinggung Anda, Yang Mulia."
Akting wanita ini benar-benar patut diacungi jempol... aku tak menyangka dulu menjadikannya pelayan dan orang kepercayaanku? batin Corvina, namun ia tetap menjaga wajah tenang, tidak menunjukkan apapun.
Kaisar Cassian yang baru saja mendekat, menghampiri Meriel dengan langkah cepat. "Ada apa ini, Lady?"
Meriel dengan cepat meraih lengan Kaisar, matanya yang penuh ketulusan berpura-pura terlihat cemas. “Sepertinya, Yang Mulia Ratu marah terhadapku karena salah paham atas omongan saya yang tidak berpendidikan ini.”
Senyum di wajah Meriel tersembunyi di balik air matanya yang tiba-tiba membanjiri pipinya. Namun, meskipun terlihat begitu, Corvina hanya bisa memperhatikannya dengan datar. Tanpa sengaja, sebuah dengusan keluar dari bibirnya, kesal dengan sandiwara yang sedang dimainkan di depannya.
"Tentang apa ini, Ratu?" tanya Cassian, "sampai kamu membuat Lady Meriel menangis?"
"Yang Mulia, tanyakan saja pada selir Yang Mulia itu," jawab Corvina dengan nada datar, "Anda pasti lebih percaya ucapannya."
Meriel segera membalas dengan wajah memelas, "Aku hanya menanyakan tentang tradisi hadiah yang biasanya Ratu berikan kepada selir Kaisar yang sudah diangkat secara resmi," jelasnya, saat Kaisar menatapnya tajam. "Tapi Yang Mulia Ratu malah menghinaku karena aku hanya selir yang berasal dari seorang pelayan, jadi Ratu tak ingin memberiku hadiah."
Hah! Aku tak tahu lagi harus berbuat apa menghadapi wanita satu ini, gerutu Corvina dalam hati. Ia memijat pelipisnya sebentar, mencoba menenangkan diri, sebelum akhirnya kembali menatap Cassian dengan tatapan tajam.
"Tidak perlu aku jelaskan lagi kepada Yang Mulia, kan?" ujar Corvina dengan nada datar, namun tajam. "Kenapa aku tidak mengirimkan hadiah kepada selir Yang Mulia?"
Cassian diam, matanya beralih dari Corvina ke Meriel. Ia tahu tradisi ini dengan baik dan sadar bahwa Meriel tidak memenuhi kriteria untuk menerima hadiah dari Ratu. Namun, ia tetap diam, memilih untuk tidak terlibat lebih jauh dalam percakapan ini.
"Lady, kamu tidak perlu bersedih," hibur Cassian pada Meriel, suaranya lembut. "Aku yang akan mengirimkan hadiah untukmu."
Corvina menatap mereka berdua dengan ekspresi datar. Dulu, aku akan sangat sakit hati dan bertindak defensif saat melihat Cassian begitu peduli pada Meriel, pikirnya, perasaan cemburu menggelora. Tapi sekarang, aku malah merasa muak dengan ini.
Hatinya terasa berat, namun ia berusaha menahan diri. Melihat Kaisar yang seharusnya menjadi suaminya, begitu mudah memberikan perhatian pada wanita lain, membuat Corvina merasa seolah-olah posisinya semakin terancam. Namun, di dalam dirinya, ada tekad baru yang mulai tumbuh. Ini bukan saatnya untuk merasakan cemburu, bisiknya pada diri sendiri. Saatnya untuk menunjukkan siapa yang sebenarnya berkuasa.
"Masalah selesai, kan?" tanya Corvina, suaranya datar namun tajam. "Sebaiknya sekarang Yang Mulia membawa selir Anda itu pergi. Aku mau istirahat."
Corvina berbalik, tidak peduli dengan reaksi yang mungkin muncul. Ia sudah lelah, dan melihat mereka berdua berdiri di sana, begitu dekat, membuatnya merasa jijik. Saat ini, ia hanya ingin ketenangan, meskipun rasa muak di dalam dirinya belum sepenuhnya mereda.
"Pelayan," panggil Kaisar dengan suara tegas.
"Ya, Yang Mulia?" jawab pelayan itu sigap.
"Antarkan Lady Meriel kembali ke kediamannya."
Pelayan itu segera mendekat kepada Meriel. "Silakan, Nyonya," ujarnya, mempersilakan.
Meriel menatap Kaisar dengan heran, merasa tidak menyangka ia disuruh pergi begitu saja. "Yang Mulia, apakah Anda tidak akan mengantar Meriel?"
Kaisar hanya menggelengkan kepala. "Kembalilah bersama pelayanmu. Aku masih ada urusan di sini."
"Baiklah, Yang Mulia," jawab Meriel pelan. Ia menunduk sopan sebelum berpaling. "Meriel permisi."
"kenapa anda tidak mengantar sampai ke istana nya?" Corvina bertanya dengan nada dingin.
Cassian menatapnya sejenak, lalu balik bertanya pada Corvina. "Apa Ratu tidak senang suamimu berkunjung?"
"Bukan begitu," sangkal Corvina, wajahnya sedikit berubah. "Aku hanya tidak terbiasa melihat Yang Mulia berlama-lama di istanaku."
Kaisar tersenyum tipis. "Justru karena itu, sepertinya aku harus lebih sering berkunjung, agar Ratu terbiasa."
"Yang Mulia, tidak perlu repot-repot karena aku sudah terbiasa tidak di kunjungi,"
Cassian berjalan menuju ranjang Corvina dan duduk di sana, menatapnya dengan serius. "Sepertinya malam ini, aku akan menginap di sini."
"Apa?" Corvina terbelalak. "Anda tidak perlu menginap, nanti selir Yang Mulia akan kesepian."
Cassian menatapnya tajam. "Jadi, kamu mengira aku setiap malam tidur bersama selir karena dia kesepian?"
"Ya, sepertinya begitu," jawab Corvina dengan sedikit ragu.
"Justru aku mengangkatnya sebagai selir karena aku yang kesepian," kata Cassian, suaranya datar. "Karena Ratuku selalu sibuk dengan urusan lain."
Corvina terdiam sejenak, mencoba mencerna. "Maksud Yang Mulia, urusan lain apa?"
Seingat Corvina, dialah yang dulu hidup dalam kesepian, menunggu Kaisar yang tak pernah berkunjung ke istananya. Tapi kenapa Cassian malah mengira dia yang sibuk?
"Setiap kali aku berkunjung Lady Meriel lah yang selalu menghiburku dengan mengatakan mungkin kamu terlalu lelah oleh urusan kerajaan."
"Apa?" Corvina terkejut.
Dulu, Meriel selalu berkata dengan nada menyesal, bahwa Kaisar baru saja menyampaikan bahwa dia tidak bisa berkunjung. Tapi kini, segalanya terasa berbeda.
Sungguh wanita licik, batin Corvina dengan geram.
to be continued
bertele2