"Jangan lagi kau mencintaiku,cinta mu tidak pantas untuk hatiku yang rusak"
Devan,mengatakannya kepada istrinya Nadira... tepat di hari anniversary mereka yang ke tiga
bagaimana reaksi Nadira? dan alasan apa yang membuat Devan berkata seperti itu?
simak cerita lengkapnya,di sini. Sebuah novel yang menceritakan sepasang suami istri yang tadinya hangat menjadi dingin hingga tak tersentuh
Jangan lupa subscribe dan like kalo kamu suka alur ceritanya🤍
Salam hangat dari penulis💕
ig:FahZa
tikt*k:Catatan FahZa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lukisan
"Hidup apa memang begini?selalu saja merenggut paksa kebahagiaanku"
Suasana kantor sedikit lebih sibuk dari biasanya,karena perusahaan tengah bersiap menggelar sebuah acara tahunan 'Gala Estetika' yang memamerkan karya seni dari seniman muda berbakat. Yaitu sebuah pergelaran seni lukis yang akan di hadiri oleh pembisnis-pembisnis kelas tinggi.
Devan berjalan menuju ruangan kantornya,tatapannya lurus tanpa ekspresi yang berarti.Di belakangnya sekertaris Ken mengikuti sambil membawa sebuah Map,berisi laporan-laporan dan jadwal meeting.
Devan berdiri menghadap kaca besar,tangannya ia masukkan ke dalam saku celana.
"Percepat jadwal meeting hari ini,aku ingin cepet sampai ke rumah "
Ia bicara tanpa menoleh,tatapannya lurus ke arah jendela.
Sekertaris Ken,membuka map yang di bawanya.Di baca nya sebentar
"Iya Tuan,meeting bersama Angkasa Grup bisa kita majukan setengah jam lagi"
"selanjutnya apa lagi?"
"Selanjutnya rapat bersama dewan direksi"
"Dewan Direksi?"
"Iya Tuan,Tuan Presdir tidak mau di ganti dengan pelukis Henry...beliau ingin pelukis Joen untuk mengisi 'Gala Estetika'"
"Ah...orang tua itu,selalu memaksakan keinginannya,lalu masih ada lagi?"
Sekertaris Ken terdiam,lalu melanjutkan
"Jadwal anda kontrol dengan Dr Rafika,Tuan"
Devan termenung,mengingat vonis yang Rafika katakan...kenyataan bahwa hidup nya hanya bersisa 3 bulan saja.Terlebih emosi yang tiba-tiba meledak tak terkontrol,ingatanya saat membentak Nadira terbayang jelas.
Betapa sakit hatinya ketika orang yang ia cintai justru merasa tersakiti oleh sikap yang ia sendiri tak menginginkannya.
"Ken,coba kau cari Dokter terbaik di manapun di dunia ini yang mampu memberi tindakan operasi tanpa gagal untuk penyakitku ini,dan pastikan tidak ada seorang pun yang mengetahui"
"Baik Tuan"
"Sekarang siapkan meeting bersama Angkasa Group,kau saja yang handle.Aku akan menghubungi Pelukis Henry Callen untuk segera pulang ke Indonesia"
"Baik Tuan,ada lagi yang harus saya lakukan Tuan?"
"Tidak ada,pergilah"
Sekertaris Ken,membungkukkan badannya setengah..lalu berlalu pergi
***
Devan mengambil ponsel,menekan tombol call
"Hallo?"
"Oh...iya Pak Devan,saya manager Tuan Henry,Tuan sedang mandi dan belum bisa di ganggu...jika ada yang perlu di sampaikan silahkan bicarakan kepada saya,saya akan meneruskannya kepada Tuan Henry"
"Sampaikan pada Tuanmu untuk segera pulang ke Indonesia,karena persiapan 'Gala Estetika' sebentar lagi akan di mulai"
"Baik Tuan"
Klik! sambungan terputus
Devan menghela nafas,"Henry,aku penasaran dengan orang ini.Karnya nya sangat menyentuh hatiku"
Ia melangkah lagi,di depannya sebuah karya lukis terpajang.
Tangannya terulur menyentuh permukaan kanvas yang sudah di penuhi warna-warni cat.
Sapuan warna nya aneh tapi,hidup.Di sisi kiri kanvas warna perpaduan warna cerah lebih dominan bergeser sedikit ada guratan warna biru putih menyatu dengan warna cerah membentuk siluet bayangan yang berlari dengan semangat di tengah cahaya,lalu semakin ke kanan bayangan itu semakin kabur tepat di titik warna kelabu,transisi antara biru muda putih biru gelap kemudian abu terang kekanan semakin gelap dan hitam.Namun di ujung kanvas sebelah kanan titik cerah itu muncul lagi,setitik lalu melebar seiring kanvas bagian kanan
"Titik ini, Abu-abu kemudian gelap seperti hidup ku yang mati rasa"
"Lalu di ujung sini ada setitik terang,apa aku akan menuju titik terang ini?"
Devan tersenyum getir,matanya memerah.
Tangannya beralih menyentuh bagian terang di sisi kiri kanvas.
"Nadira,kau lah warna-warna ini.Warna terang mu benar-benar membawa kebahagian untukku"
Devan ingat saat pertemuan pertamanya dengan Nadira,waktu itu...
Hujan sangat deras,Devan berdiri di depan sebuah butik sederhana,terpampang logo 'Neir Boutique'. Badannya setengah menggigil karna pakaiannya basah. Devan hendak menuju mobilnya yang terparkir di seberang butik.Namun badannya tak sanggup menerobos curah hujan yang sangat deras.
Dari dalam butik,Nadira memperhatikan Devan yang tubuhnya gemetaran.Ia bermaksud memberikan payung untuknya
"Permisi Tuan,ini payung untukmu...Pakailah"
Devan menoleh,bibirnya bergetar dengan nafas yang memburu,badannya terhuyung.Lalu..
"Brug!"
Devan terjatuh,kedinginan yang luar biasa membuat lututnya goyah
Nadira memapah Devan masuk ke dalam butik,Ia mengambil handuk membalutkan ke tubuh Devan,lalu meraba dahinya
"Ya...Allah dia demam"
"Tunggu sebentar tuan,aku akan mengambilkan baju ganti untukmu..bajumu sudah sangat basah"
Devan diam saja,matanya sayu..tapi ia masih sadar dan merekam semuanya di kepala.
Tak lama Nadira muncul dengan sweater berwarna coklat dan celana training tebal.
"Ini,pakailah untuk mengganti bajumu yang basah agar kau terasa lebih nyaman"
Devan mengangguk menuruti ucapan Nadira.Ia langsung saja membuka Jas dan kemejanya di depan Nadira,
Nadira terbelalak,matanya membesar,mulutnya ternganga...dada sixpack Devan menjadi pemandangan indah untuk nya, tapi cepat-cepat ia menggeleng menutup matanya dengan telapak tangan,wajahnya bersemu merah.
"Tuan,jangan di sini.Di sana saja..di ruang ganti"
Devan tidak peduli,dengan cepat ia mengganti dengan sweater coklat yang di berikan Nadira tadi.Lalu melilitkan handuk setengah,membuka kancing celana dan meloloskannya begitu saja.
"Aww ...ja ...Jang di sini"Nadira setengah berteriak.Tapi Devan tetap saja tak peduli,meneruskan melepas celananya yang basah,menggantinya dengan training hitam tebal
Devan melirik Nadira yang menutup matanya dengan tangan.Ia tersenyum tipis,suaranya bergetar
"Sudah selesai,kau tidak perlu menutupi wajahmu lagi"
Perlahan Nadira menurunkan tangannya,tapi matanya masih terpejam,takut kalau ternyata pria itu berbohong.
Devan semakin geli melihat tingkah Nadira,senyumnya semakin mengembang
"Aku tidak berbohong"
Nadira membuka matanya sebelah kanan sebentar baru kemudian kedua-duanya.
"Kau membuatku takut"
Lalu mendekat mengambil pakaian basah milik Devan memasukkannya ke dalam kantong plastik.Dalam hatinya...
"Ini jelas pakaian mahal,siapa sebenarnya pria ini?"
"Tuan,kau sedikit demam aku akan mengambilkan obat untukmu dan secangkir teh untuk menghangatkan tubuh"
Devan hanya mengangguk pelan,menatap ke sekeliling ruangan.
Di luar hujan deras masih mengguyur, mengetuk-ngetuk kaca jendela....suaranya seperti irama tak terputus.Nadira keluar dengan nampan berisi roti yang sudah di olesi selai,sebotol kecil berisi obat penurun demam,segelas air putih dan secangkir teh yang masih mengepulkan asap.Menaruhnya di meja kecil depan sofa yang di duduki Devan.
"Ini Tuan,minumlah dulu obat penurun demam ini...supaya badanmu merasa lebih baik" Nadira membuka botol kecil berisi obat,mengeluarkan sebutir lalu menyerahkannya pada Devan
Devan menurut,menelan pil yang di berikan Nadira lalu meneguk air putih yang tersedia.
"Semoga demammu lekas turun Tuan"
Devan mengangguk,menyentuh dahinya pelan,menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa
"Aku Nadira,pemilik butik kecil ini"Ucapnya mengulurkan tangan,Devan tersenyum tipis,menyambut uluran tangan Nadira
"Devan Alfonso"
"Baiklah,boleh aku memanggilmu Devan?"
Devan mengangguk,matanya masih sayu menatap lemah pada Nadira.Dalam hatinya...
"Perempuan ini,sangat manis dan baik.Ekspresi malu-malunya tadi membuatnya terlihat sangat imut"
***
Devan tersenyum mengenang pertemuan pertamanya dengan Nadira.Baginya pertemuan itu terlukis di warna-warna cerah pada karya lukis milik Henry Callen
*
*
*
~semoga sekertaris Ken menemukan Dokter yang bisa menyembuhkan Devan🥹
~salam hangat dari penulis 🤍