Yura yang terjerat masalah terpaksa meninggalkan Hanan suaminya dan putri yang baru dilahirkannya, agar mereka tetap hidup karena kritis dirumah sakit akibat kecelakaan. Hanya keluarga suaminya yang memiliki uang yang bisa membantunya dengan satu syarat menyakitkan!
Lima tahun kemudian, Yura dipertemukan dengan anak yang dilahirkan, dibawa sebagai pengasuh oleh istri baru Hanan. Dengan kebencian dari keluarga Maheswari serta pria yang di cintai, mampukan Yura bertahan demi anaknya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Status Yura
Semalaman, Yura bisa memandang wajah putrinya yang tidur lelap dipangkuannya. Setelah pulas baru kepala Aura dipindahkan ke bantal supaya lebih nyaman tidurnya gadis kecil itu.
"Mbak Yura!" Gendhis masuk kembali kedalam kamar untuk mengecek apakah putrinya sudah tidur atau belum.
Ternyata Aura sudah tidur, padahal tadi dia begitu susah dibujuk untuk tidur. Begitu Yura datang lagi, Aura langsung ingin tidur dipangkuan Yura sambil Yura harus membacakan dongeng sangat putri.
Yura beranjak bangun begitu mendengar suara Gendhis. Gendhis berjalan mendekat berdiri didekat ranjang, tersenyum melihat Aura sudah tidur pulas.
"Aku antar mbak Yura kekamar, selama menjadi pengasuhnya Aura, mbak bisa menetap disini. Tidak masalah kan?" Tanya Gendhis.
Tinggal satu atap dengan Hanan tentu membuat Yura merasa keberatan, pria sangat membencinya. Tapi kalau mengutarakan keberatannya, Yura takut Gendhis bertanya-tanya.
"Tidak ada masalah!" Jawab Yura.
Gendhis tersenyum lalu mengantarkan Yura menuju kamar yang telah disediakan. Bukan kamar tamu, tapi cukup besar bersih rapi dan nyaman. "Mbak Yura sebaiknya istirahat. Besok Aura libur sekolah, takutnya bangun pagi-pagi dan cari mbak Yura!" Ucap Gendhis.
Yura mengangguk. "Baik bu Gendhis. Kalau begitu saya masuk!"
"Silahkan mbak. Saya pergi dulu, selamat malam!" Ucap Gendhis lalu pergi. Yura masuk kedalam kamarnya dan membereskan pakaiannya dilemari yang ada.
.....
Pagi-pagi sekali, Yura sudah bangun dan bersiap-siap, seperti kata Gendhis dia harus bangun pagi karena biasanya hari libur Aura sering bangun pagi lalu mengajak main dan jalan-jalan pagi.
Yura masih belum hafal denah didalam rumah milik Hanan, dia hanya hafal jalan menuju kamar Aura. Saat melewati dapur ada dua pelayan yang sedang memasak, Yura pikir dia akan membantunya, lalu masuk kedapur.
"Eh, mbak Yura ngapain kesini? Kamarnya Nona kecil ada diatas!" Ucap pelayan yang kemarin membawakan Yura minum.
"Saya tau kok mbak. Saya cuma mau bantu sebentar, apa boleh?" Tanya Yura.
"Tidak usah nduk. Sebaiknya nduk Yura susul Nona kecil saja dikamarnya, tadi saat saya bersih-bersih non Aura sudah bangun!" Sahut pelayan yang usianya 45 tahun an, muncul dari belakang.
Yura sebenarnya merasa tidak enak, tapi teringat Aura akhirnya dia mengangguk dan berpamitan pergi. Menuju lantai atas kedalam kamarnya Aura, saat dia hampir sampai didepan sebuah pintu kamar bukan kamar Aura, tiba-tiba pintu terbuka. Yura pikir Gendhis, namun begitu sosok didalamnya keluar, Yura tertegun dan langkahnya terhenti.
Hanan, ternyata pria itu yang keluar kamar, ternyata kamar Aura dan Hanan bersebelahan. "Kenapa kau diam disitu? Jangan coba-coba untuk menatapku dengan mata kotormu!" Tegur Hanan setengah membentak.
Yura terkejut, dia tidak sama sekali memikirkan apa yang Hanan tuduhkan. Yura hanya merasa bahagia didalam hatinya melihat Hanan sehat dan benar-benar sembuh dari kecelakaan itu.
"Saya minta maaf, pak. Saya tidak seperti yang pak Hanan tuduhkan! Saya hanya mau kekamar Aura." Jawab Yura.
"Biasakan memanggil putriku dengan panggilan Nona kecil. Dia itu anak majikanmu, statusmu menjadi pengasuhnya, bersikap dengan sopan dan hormat!" Sahut Hanan mengingatkan dengan sangat jelas.
Perkataan Hanan tentu saja menyakiti hati Yura, seperti disayat tapi tidak berdarah. Yura tidak boleh mengakui anaknya sendiri, bahkan menciumnya sebagai seorang ibu. Tapi demi bisa bersama Aura, Yura terima semuanya.
"Baik pak. Saya minta maaf sudah memanggil dengan lancang. Kalau begitu saya permisi!" Yura membungkuk dengan hormat dengan satu tangan kedepan lalu pergi dari hadapan Hanan menuju kamar Aura.
Sebelum masuk kedalam kamar Aura, Yura mengusap sudut matanya yang berair lalu barulah masuk dan berusaha ceria dihadapannya Aura.
Hanan menatap kepergian Yura dengan wajah pias, dia tidak merasa bersalah atau keterlaluan mengatakan itu pada Yura, tapi justru dia membenarkan perbuatannya untuk menegaskan status Yura dan Aura. Selama Yura bekerja dengannya, dia bukanlah ibunya Aura, ibunya Aura yang dikenal semua orang adalah Gendhis Maheswari.
"Bibi Yura, aku senang bibi sudah datang!" Celetuk Aura dengan sumringah. Gadis kecil itu sedang bermain boneka diatas ranjang, katanya mama Gendhis, bibi Yura akan datang, makanya Aura menunggu bahkan tidak mau dimandikan Gendhis, sebelum wanita itu berangkat ke Boutique.
Yura duduk disampingnya dengan wajah terharu, seakan masih tidak menyangka bisa melihat wajah putrinya yang baru tidur. Semalam bisa menidurkan putrinya, dan hari-hari berikutnya.
Anggap saja sekarang Yura menebus rasa bersalahnya selama lima tahun meninggalkan Aura. Memberinya kasih sayang dan perhatian lewat perantara sebagai pengasuh, itu sudah lebih dari cukup mengobati luka hati Yura dan kerinduannya bertahun-tahun.
"Nona kecil belum mandi kan?" Tanya Yura menebak. Dia ingat harus memanggil Aura dengan panggilan Nona kecil, peraturan dari Hanan untuk semua pelayan termasuk Yura sebagai pengasuh.
Aura menggeleng-gelengkan kepala. "Belum, mama bilang Aura boleh mandi sama bibi Yura. Makanya Aura nungguin bibi Yura, lalu kita jalan-jalan ketaman sama papa!"
Yura hampir senang, tapi begitu mendengar jalan-jalan mereka sama Hanan, senyum Yura perlahan pudar, tapi dia berusaha untuk tetap senang dihadapan Aura. "Kalau gitu harus mandi dulu supaya cantik dan wangi!"
Aura mengangguk lalu beranjak berdiri, berjalan kepangkuan Yura dan memeluknya. "Bibi Yura, Aura mau digendong!" Pinta Aura. Yura terharu, dari Aura lahir dia tidak diizinkan menggendong bayinya, bahkan melihat wajah polos dan sucinya, tubuh mungilnya yang harum wangi khas bayi, tidak pernah Yura rasakan dan hirup seperti apa aromanya.
"Bibi Yura kenapa menangis?" Tanya Aura setelah Yura menurunkannya dibaby bathub.
Yura yang kepergok meneteskan air matanya seketika menghapusnya cepat dan tersenyum sambil menggeleng. "Masa bibi Yura nangis? Tadi tiba-tiba mata bibi pedas, sayang. Bibi nyalakan air hangatnya ya!" Ucap Yura mengalihkan perhatian Aura.
Aura mengangguk setuju, setelah airnya cukup Yura menekan tombol supaya airnya berhenti keluar, lalu mengambil beberapa mainan air seperti bebek dan semacamnya, dimasukkan kedalam baby bathtub.
.....
Yura merasa gugup dan deg-degan saat Aura memaksa untuk pergi bersama Hanan. Bagaimana ini? Yura merasa tidak baik pergi dengan Hanan karena pria itu sangat membencinya, dan apapun yang akan dia lakukan takutnya Hanan tidak suka.
"Nona kecil, bagaimana kalau perginya sama papa saja? kepala bibi terasa sedikit pusing!" Jawab Yura, berharap Aura mengerti.
"Kalau begitu kita sekalian beli obat untuk bibi. Ayo, bibi Yura pokoknya harus ikut!" Jawab Aura yang membuat Yura kebingungan mencari alasan lain.
Aura tiba-tiba langsung menarik tangannya dan Yura terpaksa mengikuti. Hanan sudah menunggu didepan, biasanya Aura dan Hanan pergi sendiri setelah itu menyusul Gendhis. Tapi kini mereka bertiga seperti keluarga, sayangnya Hanan terus menatap Yura penuh dengan kebencian dan tidak suka.
wah untung ajaa ada paman tampan 😌
kasihan tauuu 😥😥😥
buat yura sama nicko ajaaa lebih baik dari hanan yg oon 🙄