Nayla Marissa berpikir jika pria yang dikenalnya tanpa sengaja adalah orang yang tulus. Pria itu memberikan perhatian dan kasih sayang yang luar biasa sehingga Nayla bersedia menerima ajakan menikah dari pria yang baru berkenalan dengannya beberapa hari.
Setelah mereka menikah, Nayla baru sadar jika dirinya telah dibohongi. Sikap lembut dan penuh kasih yang diberikan suaminya perlahan memudar. Nayla ternyata alat buat membalas dendam.
Mampukah Nayla bertahan dan menyadarkan suaminya jika ia tak harus dilibatkan dalam dendam pribadi suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 6
Rombongan pengantar Dhana pun tiba, perwakilan keluarga dari pihak Dhana menyampaikan kata-kata. Selain membawa keluarganya, Dhana juga membawa hantaran buat Nayla berupa barang-barang mewah.
Orang tua Nayla begitu melihat hantaran yang dibawa Dhana membuat mereka tercengang. Mengaku sebagai sopir taksi tetapi Dhana mampu memberikan sesuatu yang mahal.
Setelah mendapatkan kesepakatan, rombongan keluarga Dhana menikmati hidangan yang telah disediakan pihak keluarga Nayla.
"Nay, kenapa 'sih kamu mau dengan sopir taksi?" tanya Intan, teman Nayla dari sekolah dasar.
"Dia berbeda dengan pria lain. Dhana tidak pernah minta dibayarin, setiap kami keluar yang selalu membayar makanan dan berbelanja adalah dia!" jawab Nayla menjelaskan.
"Sepertinya dia bukan sopir taksi biasa. Aku yakin dia pemilik perusahaannya. Lihatlah, pakaiannya saja sudah menunjukkan dirinya!" kata Intan mengarahkan pandangannya kepada Dhana yang sedang menikmati makanannya dari kejauhan.
"Orang tuaku sudah menyelidiki dia, mereka bilang kalau Dhana adalah sopir taksi. Dia pria yang pintar mengatur keuangannya dan ku yakin penampilannya hari ini karena kerja kerasnya," ujar Nayla.
"Aku berharap kamu dan dia berbahagia. Apalagi usia kamu masih sangat muda," kata Intan menyayangkan keputusan temannya menikah dini.
"Setelah menikah aku masih bisa melanjutkan kuliah, pernikahan aku tidak menjadi penghalangku buat belajar," ucap Nayla yang mau tetap melanjutkan sekolah tingginya meskipun telah menikah.
Selesai menikmati makan siang bersama, rombongan keluarga Dhana pamit pulang. Rencana pernikahan mereka akan dilaksanakan 2 pekan lagi sesuai permintaan Dhana yang ingin dipercepat. Padahal, kedua orang tuanya Nayla meminta waktu 3 bulan lagi.
Dhana juga meyakinkan orang tuanya Nayla bahwa urusan pernikahan dari mulai gedung acara hingga konsumsi semua pihak keluarga Dhana yang akan mengurusnya.
Setelah rombongan Dhana meninggalkan kediamannya, Andreas dan istrinya kembali mengobrol. Mereka semakin curiga ada sesuatu yang disembunyikan Dhana.
"Kenapa aku jadi ragu melepaskan Nayla menikah dengannya, Pa?" ujar Yuna.
"Kamu ragu karena dia bersedia menyiapkan semuanya tanpa meminta uang sepeserpun kepada kita, 'kan?" tanya Andreas.
"Iya, Pa. Aku jadi ragu saja, sebanyak apa harta yang dimiliki orang tuanya sehingga mampu membiayai seluruhnya," jawab Yuna.
"Entahlah, Ma. Tidak mungkin Theo salah memberikan informasi," ucap Andreas yang yakin jika orang suruhannya itu adalah orang bisa dipercaya.
"Semoga saja Nayla berubah pikiran dan mengurungkan niatnya menikah dengan dia," harap Yuna.
"Bagaimana jika dia menuntut kita karena Nayla membatalkan pernikahannya?" tanya Andreas.
"Apapun harus kita lakukan demi menyelamatkan Nayla, Pa!" jawab Yuna.
"Ya, kita harus selalu ada untuk Nayla. Tak ada yang lebih berharga dari putri kita!" ucap Andreas yang begitu menyayangi Nayla, apalagi ketika mereka membutuhkan waktu 2 tahun untuk mendapatkan Nayla. Saat Yuna dinyatakan hamil, perekonomian keluarganya menanjak naik.
****
Seperti biasa, Nayla berangkat ke kampus diantar sopir pribadinya. Semua temannya begitu heboh mendengar kabar Nayla akan menikah.
Mereka begitu sedih karena tak ada lagi yang akan mentraktir makan dan mengajak mereka jalan-jalan ke tempat wisata.
"Nay, masih kuliah 'kan setelah menikah?" tanya salah satu teman perempuan Nayla.
"Iya," jawab Nayla.
"Sekarang yang akan memberikan uang jajan kamu bukan orang tuamu lagi tapi suamimu, apa itu benar?" tanya teman perempuannya yang lain.
"Iya, aku sudah bicara dengan calon suamiku," jawab Nayla.
Mereka yang mendengar jawaban Nayla tampak kecewa, Nayla tidak mungkin seroyal dulu lagi. Apalagi mereka mendengar jika calon suaminya Nayla cuma seorang sopir taksi.
"Tapi, kalian tenang saja. Kita masih bisa main-main!" ucap Nayla dengan polosnya, ia tak sadar bahwa dirinya cuma dimanfaatkan.
"Sepertinya kita harus jaga jarak, Nay!" ucap teman perempuan Nayla yang ketiga.
"Kenapa begitu?" tanya Nayla.
"Kamu 'kan sudah menikah, lebih baik kurangi bermain di luar. Hormatilah suami kamu," jawab teman Nayla yang ketiga itu.
"Dia tidak mungkin marah," kata Nayla.
"Memang dia tidak marah, tapi kamu sudah menjadi istri yang lebih baik di rumah saja!" ucap teman perempuan Nayla yang pertama bertanya.
"Begitu, ya?" Nayla manggut-manggut paham.