NovelToon NovelToon
Dibuang Mokondo Diambil Pria Kaya

Dibuang Mokondo Diambil Pria Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Anak Lelaki/Pria Miskin / Playboy
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: manda80

"Sella jatuh hati pada seorang pria yang tampak royal dan memesona. Namun, seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa kekayaan pria itu hanyalah kepalsuan. Andra, pria yang pernah dicintainya, ternyata tidak memiliki apa-apa selain penampilan. Dan yang lebih menyakitkan, dia yang akhirnya dibuang oleh Andra. Tapi, hidup Sella tidak berakhir di situ. Kemudian dirinya bertemu dengan Edo, seorang pria yang tidak hanya tampan dan baik hati, tapi juga memiliki kekayaan. Apakah Sella bisa move on dari luka hatinya dan menemukan cinta sejati dengan Edo?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon manda80, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dua Pilihan

“Aku… kita harus lari,” kata Andra, wajahnya benar-benar ketakutan, ia mengarahkan pistol ke kepala Rio.

Rio tidak mengedipkan mata, bahkan ketika moncong dingin itu menekan pelipisnya. Keheningan singkat mobil yang baru saja melambat itu lebih menakutkan daripada suara tembakan Bara. Mobil pengejar dari tim keamanan Edo sudah mengepung mereka dari belakang, sirine yang samar mulai memekakkan telinga.

“Tembak saja,” tantang Rio, suaranya sedingin baja, memandang lurus ke spion tengah, di mana Sella melihat refleksi ketidakpastian di mata Andra. “Kau mau membunuhku di sini? Kau pikir itu akan menyelamatkanmu dari bom sensor Bara, atau dari amukan CEO-mu itu? Kau baru saja menembak temboknya!”

Suara Bara kembali menggema dari transmisi Rio—karena ponsel Rio masih terhubung dengan saluran terenkripsi itu. “Rio. Turunkan mereka. Atau aku akan mengaktifkan kode detonasi sekunder. Aku tidak peduli dengan Sella. Aku peduli denganmu. Kau tahu aku bisa.”

Rio menarik napas panjang. Itu bukan ancaman kosong. Jika Bara telah berhasil mengambil alih komunikasi keamanan di saat seperti ini, berarti situasinya lebih parah daripada yang Helena perkirakan.

“Andra, simpan pistol itu!” bentak Sella, mendadak berani. Dia harus menghentikan Andra yang sekarang bertindak seperti anak kecil yang baru mendapat mainan mematikan. “Jika kita meledak, kita meledak bersama! Turunkan! Itu tidak akan menyelamatkan kita!”

Andra memutar kepalanya, pandangan liar dan panik. “Tidak! Ini adalah kartu as-ku! Aku tidak mau mati konyol! Helena menjanjikan perlindungan!”

“Dan kau masih percaya janji, Mokondo?” serang Sella, melontarkan kata itu seperti racun yang akrab. Hatinya mencelos. Sejak awal, Andra selalu sama: egois, pengecut, dan hanya memikirkan keselamatannya sendiri.

Wajah Andra berubah merah karena penghinaan yang menyakitkan itu, namun ancaman Bara lebih kuat daripada rasa malunya. Pistol itu mulai bergetar di tangannya. Rio menggunakan celah itu.

Dengan kecepatan kilat, Rio memutar setir, menginjak pedal gas, dan melakukan belokan U yang ilegal, nyaris bertabrakan dengan truk kontainer yang melintas. Andra dan Sella terempas ke samping. Suara desingan ban dan klakson truk mengisi udara.

“Kita keluar tol! Helena menunggu di rute darurat!” teriak Rio, napasnya memburu, melepaskan transmisi Bara. Mobil itu kini melaju liar di jalanan Jakarta Selatan yang padat.

“Gila! Kau gila, Rio!” teriak Andra, mencengkeram jok mobil dan menyingkirkan pistolnya karena takut memicu tembakan tak sengaja. “Kau membahayakan kita!”

“Aku memilih risiko tinggi daripada kematian pasti,” balas Rio, lincah menghindari mobil-mobil lain seolah-olah mereka tidak ada. “Bara hanya bisa memicu ledakan di lokasi tertentu. Kita harus keluar dari zona aman Bara. Dia bukan tandingan Ibu Helena di dalam kota.”

Sella menempelkan punggungnya ke kursi. Otaknya bekerja cepat, mencoba memproses informasi yang baru saja dia dengar melalui earphone Edo—sekarang sunyi—dan pengakuan Rio. Mereka tidak menuju pelarian, mereka menuju markas manipulator lain.

Rio akhirnya membelokkan mobil ke jalan kecil, melalui gerbang yang dijaga ketat, yang menuju kompleks perumahan mewah yang sangat sunyi di tengah Jakarta Selatan.

Beberapa saat kemudian, mereka berada di basement yang tersembunyi. Bau disinfektan dan pendingin udara yang terlalu dingin menyambut mereka. Tepat ketika Sella akan membuka pintu, Rio memberinya peringatan terakhir.

“Dengar, Nona Sella. Jangan lakukan kesalahan apa pun di depan Ibu Helena. Dia menyelamatkanmu bukan karena dia baik, tapi karena kau adalah bukti yang dia butuhkan untuk melawan Bara dan menghancurkan keluarga Edo. Bersikaplah patuh. Untuk kebaikanmu sendiri.”

“Apa bukti itu?” tanya Sella, tangannya gemetar.

“Kau,” jawab Rio dingin, sebelum membuka pintu mobil dan menyeret Andra dan Sella keluar.

*

Mereka diseret melalui lorong-lorong tersembunyi. Tempat itu adalah apartemen penthouse, tetapi tampak seperti bunker berlapis emas. Tidak ada jendela, hanya lampu redup dan monitor-monitor besar yang menampilkan data perusahaan dan juga tayangan langsung dari rumah sakit tempat Edo dirawat.

Sella menahan napas saat melihat Edo. Ia terbaring kaku, selang menempel di sana-sini. Sella harus memalingkan wajah, air mata nyaris tumpah, sebelum rasa takut yang luar biasa menghalanginya. Edo harus hidup. Dia harus baik-baik saja.

Di ujung ruangan, di sebuah meja panjang penuh berkas, duduk seorang wanita yang selalu tampak sempurna: Helena.

Helena mengangkat kepalanya, tersenyum sinis, seolah melihat tikus-tikus yang berhasil masuk ke dalam labirin. “Selamat datang di markas sementara kita, Sella. Kau pasti kaget.”

“Di mana Edo?” tuntut Sella, mengabaikan Rio dan Andra yang berdiri gelisah di belakangnya.

“Masih sibuk berjuang melawan maut. Sayangnya, anak itu terlalu keras kepala. Aku berharap peluru itu hanya memberinya sedikit istirahat,” balas Helena santai, memutar-mutar pena emas di antara jari-jarinya yang elegan.

Andra maju selangkah. “Helena, di mana janjimu? Uangku, dan perlindungan. Kami mempertaruhkan segalanya!”

Helena mendengus, pandangan meremehkan menembus Andra. “Andra. Kau pikir kau sudah melakukan bagianmu? Kau hanya alat pembantu yang bahkan tidak becus memegang pistol. Untung saja Sella jauh lebih berharga darimu.”

Andra tampak hancur, kekecewaan karena lagi-lagi diremehkan, bahkan oleh manipulator yang dia ikuti. Sella hanya menatap, merasakan kepuasan yang dingin melihat karma cepat menimpa mantan kekasihnya itu.

Helena mengalihkan perhatian penuh pada Sella. “Mari kita langsung ke intinya. Edo itu terlalu pintar, Sella. Dia sudah mencium aroma pengkhianatan dari dalam, tapi dia belum punya bukti. Tapi aku tahu kau punya kunci yang dia butuhkan, karena kau dekat dengannya. Kunci yang membuktikan bahwa Bara bekerja bukan hanya untuk dirinya sendiri.”

“Aku tidak tahu apa-apa,” bantah Sella, meskipun ingatannya berputar pada semua dokumen aneh dan kode rahasia yang Edo sembunyikan.

“Tentu saja kau tahu. Kau melihat file-file rahasia, kau mendengar rencana keamanan. Tapi yang paling penting, kau adalah satu-satunya orang yang memiliki akses digital ke ponsel utama Edo tanpa diketahui sistem keamanan perusahaan. Saat Edo memasang chip baru untuk memata-mataimu, dia tidak sadar bahwa dia sedang memasang akses cepat bagi Bara.”

Sella teringat pada earphone yang ia temukan tadi—transmisi ‘Andromeda.’

“Kenapa kau sangat ingin menghancurkan Edo?” tanya Sella, membiarkan kebodohan yang pernah melekat padanya menghilang. “Kenapa kalian semua—kau, Bara, bahkan Rio—terobsesi dengan keluarga ini?”

Ekspresi Helena tiba-tiba berubah, dingin dan mematikan. “Mereka membunuh ayahku. Bukan kecelakaan. Itu disengaja, untuk mendapatkan perusahaan. Edo hanya pewaris dari kekejaman itu, Sella. Aku tidak akan membiarkannya menang. Tapi Bara terlalu berbahaya, dia ingin meledakkan segalanya. Aku hanya ingin keadilan dan kontrol.”

“Jadi, apa maumu dariku?”

Helena tersenyum. “Kau akan membantuku membuktikan bahwa Bara yang berada di balik semua kericuhan, dan setelah itu, kau harus menyerahkan semua kunci akses yang kau dapatkan dari Edo kepadaku.”

Sella menelan ludah. “Dan jika aku menolak?”

“Jika kau menolak?” Helena tertawa, suara itu tanpa emosi. Dia menunjuk monitor yang menunjukkan wajah Edo yang tenang, seolah sedang tidur. “Tim keamanan Edo akan terus mencarimu karena Bara menuduhmu sebagai pengkhianat. Sementara Bara tahu kau berada di pihakku, dia akan menghancurkan Edo—karena tanpa Edo, perusahaan itu akan kacau balau, dan dia bisa masuk melalui kekacauan. Tapi…”

Helena berhenti, menyandarkan tubuhnya ke kursi, pandangannya mengunci mata Sella. “Aku sudah menanamkan sebuah virus di server perusahaan yang terhubung langsung ke monitor jantung Edo di rumah sakit.”

Sella merasakan darahnya membeku.

“Kau hanya punya dua pilihan,” bisik Helena. “Entah kau bekerjasama denganku dan menyelamatkan perusahaan dari Bara—dan dengan begitu menyelamatkan nyawa Edo—atau aku akan menarik pemicunya sendiri. Kau akan melihat detak jantung pria yang kau cintai itu berubah menjadi garis datar dalam hitungan detik. Dan kau tahu apa yang akan terjadi selanjutnya?”

1
Titi Dewi Wati
Jgn percaya sepenuhx dgn laki2, kita sebagai perempuan harus berani tegas
mandaour: Benar sekali, Kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!