NovelToon NovelToon
DUDA LEBIH MENGGODA

DUDA LEBIH MENGGODA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / CEO / Nikah Kontrak / Keluarga
Popularitas:5.6k
Nilai: 5
Nama Author: Monica

:"Ya Allah, kalau Engkau tidak mengirimkan jodoh perjaka pada hamba, Duda juga nggak apa-apa ya, Allah. Asalkan dia ganteng, kaya, anak tunggal ...."

"Ngelunjak!"

Monica Pratiwi, gadis di ujung usia dua puluh tahunan merasa frustasi karena belum juga menikah. Dituntut menikah karena usianya yang menjelang expired, dan adiknya ngebet mau nikah dengan pacarnya. Keluarga yang masih percaya dengan mitos kalau kakak perempuan dilangkahi adik perempuannya, bisa jadi jomblo seumur hidup. Gara-gara itu, Monica Pratiwi terjebak dengan Duda tanpa anak yang merupakan atasannya. Monica menjalani kehidupan saling menguntungkan dengan duren sawit, alias, Duda keren sarang duit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monica , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6

Hari Senin datang seperti biasa—penuh laporan, notulen, deadline, dan rapat. Namun bagi Monica, hari itu terasa berbeda. Ada getaran aneh setiap kali ia mendekati ruang kerja Teddy. Sejak kejadian di mobil, semuanya berubah, terutama cara Teddy memandangnya.

Saat hendak masuk ke ruangannya, pintu kaca terbuka dari dalam.

"Monica," sapa Teddy sambil berdiri di ambang pintu, "ada waktu sebentar?"

"Selalu, Pak," jawab Monica, menahan debar jantungnya.

Teddy mempersilakannya duduk. Ruangan itu bersih, minimalis, rapi, beraroma parfum kayu-kayuan. Namun kali ini, atmosfernya terasa personal.

"Ada yang ingin saya bicarakan," ucap Teddy, menatapnya lurus. "Tentang kamu… dan aku."

Monica menggenggam jemarinya. "Maksud Bapak?"

"Saya sadar, hubungan kita harus tetap profesional. Tapi saya juga sadar kalau saya mulai... memikirkanmu di luar jam kerja."

Jantung Monica seperti berhenti. Ia menatap Teddy bingung.

"Pak… saya nggak mau bikin suasana kantor jadi aneh."

"Aku juga nggak. Justru itu. Aku mau tanya… kamu merasa hal yang sama?"

Monica menarik napas panjang. "Saya… saya belum tahu, Pak. Terlalu cepat, terlalu tiba-tiba."

Teddy mengangguk pelan. "Aku tidak akan memaksamu. Aku cuma… ingin jujur. Supaya kamu tahu, perhatianku padamu bukan sekadar karena kamu stafku."

Hening beberapa detik. Hanya suara detak jam yang terdengar.

Teddy berdiri. "Kita anggap ini nggak pernah terjadi, kalau kamu memang belum siap. Tapi kalau suatu hari kamu ingin bicara soal perasaanmu... aku di sini."

Monica berdiri, membalas tatapan Teddy. "Pak… saya hargai kejujuran Bapak. Mungkin… saya juga butuh waktu buat jujur pada diri saya sendiri."

Teddy tersenyum tipis. "Itu cukup."

Monica keluar ruangan dengan hati campur aduk. Ia tak menyangka Teddy, pria dingin dan serius, bisa begitu terbuka. Justru karena itu, semuanya jadi lebih membingungkan.

Di mejanya, ia membuka laptop dan mengetik notulen rapat. Namun pikirannya melayang pada kalimat Teddy, "Aku memikirkanmu di luar jam kerja." Kalimat sederhana, namun efeknya seperti gempa di hatinya.

Monica mencoba menyibukkan diri dengan pekerjaan. Membalas email, menyiapkan laporan mingguan, hingga membuat reminder untuk rapat evaluasi Jumat depan. Namun, semua itu hanya menjadi pelarian dari suara-suara yang ribut di kepalanya.

Setiap suara notifikasi dari ponselnya membuatnya panik, berharap bukan dari Teddy, tapi diam-diam… juga berharap sebaliknya.

Hingga akhirnya satu pesan masuk—bukan dari atasan, bukan dari klien, tapi dari Niken, sahabatnya sejak kuliah.

> Niken:

Mon, jadi pulang bareng sore ini? Gue udah muak sama kemacetan Jakarta sendirian.

Monica:

Jadi. Aku juga butuh curhat panjang.

Niken:

Oke. Kita mampir cafe favorit dulu. Gue traktir. Kamu kelihatan stres dari WhatsApp aja.

Monica tersenyum kecil. Entah kenapa, hanya dengan membaca pesan Niken saja sudah terasa seperti dapat oksigen segar.

---

Sore itu, mereka berdua duduk di pojok kafe langganan yang temaram. Cappuccino dan croissant cokelat jadi menu wajib. Monica menatap gelasnya, mengaduk busa di atas kopi dengan ujung sendok.

“Duda itu ngomong gitu langsung?” tanya Niken sambil menyeruput pelan.

Monica mengangguk pelan. “Langsung, di ruang kerjanya.”

“Edan sih. Lo kerja di mana sih, Mon? Kantor atau sinetron drama sore?”

Monica mendecak, lalu ikut tertawa kecil. Tapi wajahnya tetap murung.

“Gue takut, Ken. Maksudnya, dia serius. Tapi… gue belum sembuh dari trauma hubungan sebelumnya. Lo tahu mantan gue kayak apa.”

Niken mengangguk. “Cowok sebelumnya manipulatif. Teddy ini beda?”

“Beda. Dia nggak pernah marah. Nggak pernah maksa. Tapi ya itu… dia duda. Punya anak. Umurnya jauh di atasku. Kadang... kayak mikir, apa aku cuma pelarian?”

“Kalau dia pelarian, dia nggak bakal nanya pendapat lo sehalus itu,” sahut Niken mantap. “Dengar ya, Mon. Hidup ini terlalu singkat buat mikirin komentar orang. Kalo lo bahagia, lo bahagia. Titik.”

Monica mengangguk pelan. Kalimat Niken memang sering kali tidak berbunga-bunga, tapi selalu menampar dengan lembut.

“Gue cuma butuh waktu,” gumam Monica.

“Ambil waktumu. Tapi jangan kelamaan, nanti keburu dilamar yang lain tuh duda.”

Monica tergelak.

Tapi jauh di lubuk hatinya, tawa itu tak bisa menutupi kekhawatiran: Kalau aku memang jatuh cinta, apa aku siap dengan semua masa lalunya?

Dan lebih penting lagi, apa aku siap menghadapi masa depan yang penuh rintangan bersamanya?

1
Wien Ibunya Fathur
ceritanya bagus tapi kok sepi sih
Monica: makasih udah komen kak
total 1 replies
Monica Pratiwi
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!