NovelToon NovelToon
Nikah Dadakan Karena Warga

Nikah Dadakan Karena Warga

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pernikahan Kilat
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Anjay22

Reva Maharani kabur dari rumahnya karena di paksa menikah dengan pak Renggo ,ketika di kota Reva di tuduh berbuat asusila dengan Serang pria yang tidak di kenalnya ,bernama RAka Wijaya ,dan warga menikahkan mereka ,mereka tidak ada pilihan selain menerima pernikahan itu ,bagaimana perjalan rumah tangga mereka yang berawal tidak saling mengenal ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjay22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sambutan orang tua Raka.

Gerbang Villa Orchid No. 1 terbuka perlahan, seolah memberi jalan bagi takdir yang akhirnya menemukan jalannya. Reva berjalan di belakang Raka, kakinya masih enggan percaya bahwa ia benar-benar berdiri di halaman rumah yang lebih mirip istana daripada tempat tinggal biasa. Udara Jakarta Selatan yang hangat bercampur harum bunga kamboja dari taman depan—wewangian yang terasa seperti pelukan lembut dari kota yang asing baginya.

Raka berhenti di depan pintu utama. Pintu kayu jati setinggi dua meter, diukir dengan motif flora klasik yang halus, dilengkapi bel tembaga berbentuk daun. Ia menoleh ke Reva, matanya berbinar—bukan karena kebanggaan, tapi lega. Seolah ia akhirnya membawa pulang sesuatu yang sangat berharga, bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk keluarganya.

“Siap?” tanya Raka pelan.

Reva mengangguk, meski jantungnya berdebar kencang. Ia menggenggam tas kecilnya erat-erat, seolah itu perisainya. “Sebisa mungkin.”

Raka tersenyum, lalu menekan bel.

*“Ding-dong…”*

Suara bel itu jernih, nyaring, dan… anehnya, terdengar seperti suara yang sudah lama tidak terdengar di rumah ini.

Beberapa detik berlalu. Lalu, langkah kaki cepat terdengar dari dalam. Pintu terbuka.

Seorang perempuan paruh baya muncul—rambutnya disanggul rapi, wajahnya cantik meski terlihat lelah. Matanya sembab, seperti baru saja menangis. Ia memakai kebaya sutra berwarna krem, tapi ada bekas lipatan di lengan—tanda ia baru saja bangkit dari tidur gelisah. Di tangannya, masih tergenggam secangkir teh yang sudah dingin.

Matanya menatap Raka.

Dan waktu seolah berhenti.

Mulutnya terbuka sedikit. Napasnya tertahan. Tangannya yang memegang cangkir teh gemetar—cangkir itu nyaris jatuh, tapi ia cepat menaruhnya di meja kecil di samping pintu.

“Raka…?” bisiknya, suaranya serak, ragu-ragu, seolah takut ini hanya ilusi.

Raka tidak menjawab dengan kata-kata. Ia melangkah maju, lalu memeluk ibunya erat—sangat erat, seakan ingin menebus tiga minggu keheningan yang membuat keluarganya hancur khawatir.

Ibu Raka—Bu Laras—langsung meledak. Tangisnya pecah. Ia memeluk putranya sekuat tenaga, mencium kening, pipi, rambutnya berulang kali, seolah memastikan ini nyata. “Kamu… kamu pulang… Kamu benar-benar pulang…”

Reva berdiri di belakang, matanya langsung berkaca-kaca. Ia tidak menyangka akan menyaksikan momen yang begitu emosional. Di matanya, Raka selalu terlihat tenang, kuat, bahkan sedikit misterius. Tapi kini, ia melihat sisi lain—sisi seorang anak yang akhirnya kembali ke pelukan ibunya setelah lama menghilang.

“Maafkan aku, Bu,” kata Raka, suaranya bergetar. “Aku… aku nggak bisa nelpon. Semuanya… hilang.”

Bu Laras menarik wajah Raka, memandang matanya dengan tatapan penuh cinta dan kelegaan. “Kami mau ke kantor polisi hari ini. Mau lapor kehilangan resmi. Sudah tiga minggu, Nak… Tiga minggu! Ayahmu sampai nggak tidur. Kami kira… kami kira…” Suaranya pecah lagi. Ia tak sanggup mengucapkan kemungkinan terburuk.

Raka menunduk. “Aku di begal, Bu. Semuanya. Motor, dompet, HP… Bahkan sepatuku aku melawan ,sehingga aku babak belur ,dan aku di buang dijalan sepi begitu saja ."

Bu Laras menatapnya, terkejut. “kamu di begal ? Tapi kamu tidak apa - apa kan! Di mana ke Begal?”

“Di kawasan Pasar Minggu. Aku tidak apa apa walaupun Mereka pukul aku, ambil semuanya… Aku sempat pingsan sebentar.”

Reva akhirnya maju selangkah, ragu-ragu. “Raka…”

Bu Laras menoleh, baru menyadari keberadaan Reva. Matanya membesar sedikit—bukan karena curiga, tapi karena heran. Gadis muda ini berdiri di sana, dengan sandal jepit, celana jins lusuh, dan rambut yang agak berantakan. Tapi matanya jujur. Dan di balik ketakutan itu, ada kelembutan yang tak bisa dipalsukan.

“O.. ya Bu ,Ini… Reva,” kata Raka, melepaskan pelukannya pada ibunya dan menarik tangan Reva maju. “Dia yang menolongku, Bu. Dia nemuin aku ,merawat aku ,kasih makan, dan bawa pulang ke kosnya… Jaga aku sampai aku sembuh.”

Bu Laras menatap Reva. Dalam diam, ia memindai wajah gadis itu—mencari niat, mencari dusta, mencari sesuatu yang salah. Tapi yang ia temukan hanyalah kejujuran dan rasa malu yang tulus.

Tanpa kata, Bu Laras melangkah maju dan memeluk Reva.

Reva terkejut. Ia membeku sejenak, lalu perlahan membalas pelukan itu. Air matanya jatuh tanpa bisa dicegah.

“Terima kasih,” bisik Bu Laras, suaranya bergetar. “Terima kasih sudah menjaga anakku.”

Reva hanya bisa mengangguk, suaranya tersumbat. “Saya… saya cuma… nggak tega lihat dia sendirian…”

Bu Laras melepaskan pelukan, lalu memegang kedua tangan Reva. “Masuk, sayang. Masuk. Jangan berdiri di luar. Kita harus bicara. Dan… kau harus makan. Kau terlihat kurus.”

Reva nyaris tertawa—ia yang biasanya makan tiga porsi nasi goreng sekaligus disebut kurus.

Raka tersenyum, lalu menggandeng tangan Reva masuk ke dalam rumah.

Interior Villa Orchid No. 1 tidak kalah megah dari luarnya—tapi tidak dingin. Ruang tamu luas dengan lantai marmer, sofa kulit putih, lukisan abstrak di dinding, dan lampu gantung kristal yang menyala lembut. Tapi di tengah kemewahan itu, ada foto keluarga di rak kayu jati—Raka kecil dengan topi ulang tahun, ayah dan ibunya tersenyum lebar, latar belakang pantai. Ada juga boneka beruang usang di sudut ruangan—kenang-kenangan masa kecil yang sengaja dipertahankan.

“Duduk, duduk,” kata Bu Laras sambil bergegas ke dapur. “Aku buatkan teh hangat. Dan… kalian pasti belum sarapan.”

“Bu, jangan repot—” Reva mencoba menolak.

“Ah, diam saja,” potong Bu Laras sambil tersenyum lembut. “Kau sudah jadi bagian dari keluarga sejak kau memilih menolong Raka, bukan?”

Reva menelan ludah. *Bagian keluarga?* Ia belum siap untuk itu. Tapi hatinya hangat.

Tak lama, suara langkah kaki berat terdengar dari lantai atas. Seorang pria tinggi, berjas santai, rambutnya sudah mulai memutih, muncul di tangga. Matanya tajam, tapi seketika melembut saat melihat Raka.

“Raka?” suaranya berat, penuh emosi yang ditahan.

Raka berdiri. “Pah…”

Ayah Raka—Pak Hartono—melangkah cepat, lalu memeluk putranya. Pelukannya tidak selembut ibunya, tapi penuh kekuatan—pelukan seorang ayah yang kehilangan anaknya dan akhirnya menemukannya kembali.

“Kau baik-baik saja?” tanyanya, suaranya serak.

“Sekarang iya, Pa,” jawab Raka.

Pak Hartono menarik diri, lalu menatap Reva. Matanya menyipit sedikit—bukan marah, tapi menilai. “Ini…?”

“Reva, Pa. Dia yang menolongku.”

Pak Hartono mengangguk perlahan. Lalu, dengan gerakan yang mengejutkan, ia menjabat tangan Reva. “Terima kasih. Kau menyelamatkan nyawa anakku.”

Reva merasa seperti diuji oleh dewan juri. Tapi ia mengangguk, berusaha tegak. “Saya cuma… melakukan yang seharusnya dilakukan, Pak.”

Pak Hartono tersenyum tipis. “Tidak semua orang melakukan ‘yang seharusnya’.”

Bu Laras kembali dengan nampan berisi teh, kue kering, dan roti bakar. Ia meletakkannya di meja kopi, lalu duduk di samping Reva. “Ceritakan semuanya, Nak. Dari awal.”

Reva menghela napas, lalu mulai bercerita.

Ia menjelaskan bagaimana setelah bekerja lembur di toko , ia pulang malam. Di perempatan dekat Pasar Minggu, ia melihat Raka dan menolongnya

“Dan kau bawa dia ke kosmu?” tanya Bu Laras.

Reva mengangguk. “Ya Bu ,karena hari sudah malam dan saat itu turun hujan ,aku nggk tega meninggalkan Raka sendirian. ,dan saya bawa ke kontrakan ,Kontrakan saya kecil, cuma satu kamar. Tapi… saya nggak tega. Saya kasih makan, pinjemin baju,dan merawat lukanya hingga sembuh .

Pak Hartono menghela napas. “Kami coba hubungi kantornya, teman-temannya… Tapi katanya Raka cuti tiga hari, terus nggak balik-balik. Kami kira… dia kabur. Atau… sesuatu yang lebih buruk.”

“Maafkan aku, Pa, Ma ,” kata Raka, menunduk. “Aku bodoh. Seharusnya lebih hati-hati.”

Bu Laras mengelus rambut putranya. “Yang penting kau selamat. Dan… kau datang membawa malaikat kecil.”

Matanya menatap Reva dengan penuh syukur.

Reva merasa pipinya memerah. Ia menunduk, berharap lantai marmer itu bisa menelannya.

Tiba-tiba, Bu Laras berdiri. “Aku harus telepon kantor polisi. Batalkan laporan kehilangan!”

“Sudah telat, Ma ” kata Pak Hartono sambil tersenyum. “Aku sudah telepon tadi pagi. Mereka bilang tim akan datang siang ini untuk wawancara awal.”

“Ah, ya sudah. Nanti kita jelaskan semuanya. Tapi… Raka, kau harus ke rumah sakit. Periksa. Siapa tahu ada cedera dalam.”

“Nggak usah, Ma ! Aku baik-baik saja,”

“Tidak ada ‘baik-baik saja’ setelah dipukuli tiga orang!” potong Bu Laras tegas.

Reva tersenyum kecil. Keluarga ini memang kaya, tapi kekhawatiran mereka sangat… manusiawi.

Lalu, Bu Laras menatap Reva lagi. “Reva, kau tinggal di mana?”

“Di kos dekat terminal, Bu.”

“Kos kecil?”

“Sangat kecil. Tapi nyaman.”

Bu Laras mengangguk. Lalu, tanpa basa-basi, ia berkata, “Mulai hari ini, kau tinggal di sini.”

Reva terperangah. “A-Apa? Tidak, Bu! Saya nggak bisa—”

“Bisa,” potong Bu Laras lembut tapi tegas. “Kau sudah jadi bagian dari keluarga ini. Dan aku nggak akan membiarkan malaikatku tidur di kamar sempit sementara rumah ini punya lima kamar kosong.”

Raka tersenyum, lalu berbisik ke Reva, “Jangan lawan. Kalau ibuku sudah bilang ‘malaikat’, artinya kau sudah di terima .”

Reva menatap Raka, lalu ibu dan ayahnya. Di mata mereka, ia tidak melihat kecurigaan, tidak melihat status sosial, tidak melihat sandal jepit atau celana jins lusuhnya.

Yang ia lihat hanyalah rasa terima kasih… dan cinta.

Air matanya jatuh lagi—tapi kali ini, bukan karena takut.

Karena untuk pertama kalinya, ia merasa… diterima.

1
Napoleon
woop , rasanya gimana tuh Raka manis pasti
Napoleon
Buruk
Napoleon
Kecewa
Jena
Asiknya baca cerita ini bisa buat aku lupa waktu
MayAyunda: terimakasih kak
total 1 replies
kawaiko
Thor, tolong update secepatnya ya! Gak sabar nunggu!
MayAyunda: siap kak 🙏
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!