Dimana masih ada konsep pemenang, maka orang yang dikalahkan tetap ada.
SAKA AKSARA -- dalam mengemban 'Jurus-Jurus Terlarang', penumpas bathil dan kesombongan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKSARA 6
Sampai Saka keluar dari ruang UKS usai mengantarnya, belum satu pun kata keluar dari mulut Ibrahim. Dia diam seperti dikendalikan gendam.
Luka-lukanya sudah ditangani seorang petugas. Tidak ada pertanyaan untuk Ibrahim.
Petugas kesehatan ini seperti sudah hafal betul apa yang terjadi. Kondisi Ibrahim ditanggapnya tanpa bertingkah seperti penasihat atau wartawan yang ingin tahu apa yang terjadi.
Itu yang jadi keheranan Saka sampai termangu diam, mengapa petugas itu tidak bertanya banyak, padahal mulutnya lancar mangatakan jika Ibrahim harus diam di sana beberapa lama sampai obatnya bekerja baik.
Artinya sedikit banyak dia paham apa yang terjadi pada tubuh Ibrahim.
Mengalah pada pikiran rumit, akhirnya Saka meninggalkan ruang kesehatan itu menuju kelas yang sudah terlambat tiga puluh menit.
Sekarang pikiran Ibrahim yang sesak dipenuhi tentang ....
Bagaimana bisa anak-anak Kalajengking terkapar dalam hitungan menit sementara Saka sangat baik-baik saja?
Saka bahkan kuat menggendong Ibrahim sampai ke dalam UKS.
Apa yang dilakukan Saka? Bagaimana dia melakukannya dalam sekejap? Siapa anak itu sebenarnya?
Ibrahim menjadi sangat penasaran. Pribadi Saka yang berani membuatnya digayuti perasaan bercabang. Pertanyaan-pertanyaan tadi hanya sebagian dari begitu banyak dalam kepalanya.
.....
Bergeser dari Ibrahim dan kerumitannya.
Saat memasuki kelas, Saka meminta maaf lebih dulu karena keterlambatan pada guru mata pelajaran yang sedang mengajar. Beralasan dia sakit perut sampai sulit meninggalkan toilet. Guru paham dan meminta Saka duduk setelah menyarankan anak itu pergi ke dokter usai pulang sekolah nanti.
Saka mengiyakan saja.
Lain guru yang memahami kondisi palsu Saka, lain Trio Kalajengking yang justru seperti tersengat listrik saat melihat Saka memasuki kelas dalam keadaan baik-baik saja.
Tidak seoles pun memar ada di wajahnya.
Hanya goresan kecil di pelipis serupa cakaran kuku.
Andi Wiguna terus mengamati gerak-geriknya.
Resmi bokongnya mendarat duduk di kursi, Saka hanya mengerlingkan mata pada Moncos yang tadi begitu percaya diri ingin menghukumnya, lalu pada Andi Wiguna yang terus menatapnya dengan sorot keruh.
“Kok bisa dia masih mulus?” kata Piang terheran-heran, berbicara dengan Moncos pakai bisikan.
“Kayaknya dia selesain pake duit lagi kayak kemaren pagi,” tebak Moncos.
“Emangnya seberapa banyak yang dia kasih? Sekaya apa keluarganya?” Piang tak yakin, lalu mengingat hal lain. “Tapi gua liat kagak. Motor emaknya yang suka nganterin dia tuh masih motor butut.”
“Ya siapa tau itu cuma babunya,” sanggah Moncos.
Bisik-bisik dua anak itu akhirnya terhenti setelah mendapat teguran dari guru di depan mereka. “Yang mau ngobrol keluar kelas!”
Di tempatnya, Jono berulang melirik Saka dengan wajah dipenuhi rasa ingin tahu, mungkin tentang keadaan Ibrahim, lalu dia beralih melirik Trio Kalajengking yang dengan tak tahu malu masuk kembali ke dalam kelas setelah bolos dua mata pelajaran di awal.
“Gua harus tanya dia pas pulang nanti,” tekad Jono. Maksudnya menanyai Saka.
.
.
Anak-anak murid kelas Saka langsung sibuk membereskan buku mereka ke dalam tas ketika guru menyudahi sesi. Jam pelajaran hari ini telah berakhir.
“Hari ini cukup! Sampai ketemu lagi, Anak-anak!”
“Iya, Paaak!”
Tidak ada berdo'a pulang, begitulah mereka. Guru pun berlalu keluar mendahului murid-muridnya.
Namun saat semua bersiap menuju pintu ....
BRAK!
Mereka dibuat terkejut oleh suara itu, lalu menoleh searah ke satu titik.
Andi Wiguna baru saja menggebrak mejanya Saka.
Saka lumayan terentak sampai melengak ke wajah Andi. Sesaat diam menatap anak lelaki itu lalu memutuskan tidak peduli. Matanya yang bening kembali menjumpai tas yang belum disempurnakan resletingnya, lalu meneruskan yang dilakukan.
Sikap itu memancing geram Andi Wiguna, merasa diabai.
“Lu bayar berapa anak buah gua sampai kembali kemari dengan selamat?!” tanya Andi dengan suara menekan geram. Moncos dan Piang sudah mendekat sampai ke belakangnya, membawa wajah-wajah ingin menghajar.
Anak-anak lain mulai tertarik, tidak jadi pergi meninggalkan kelas sebelum haus rasa penasaran mereka terbayarkan. Apa yang akan dilakukan Trio Kalajengking pada Saka Aksara si anak baru.
Sederhananya mereka langsung paham. Pertanyaan Andi menjurus pada Saka yang selamat dari bogeman.
“Gua yakin ini ada hubungannya sama uang gocap kemaren.”
“Pasti. Yang dibahas kan duit.”
“AW pasti tersinggung banget tuh!”
“Ckk! Nganterin daging sendiri tu anak.” Maksudnya Saka.
“Hehe! Kita liat aja gimana AW bikin anak baru itu kencing di celana kali ini.”
Kasak-kusuk di antara anak-anak lain mulai meluas tanpa suara nyaring.
Dari bicara mereka, tidak satu pun ada yang akan berniat melerai atau membantu, tidak terkecuali Alfa dan Yudistira di belakang Saka yang saling beradu pandang. Mereka sedikit cemas sebenarnya. Dan kecemasan itu mendorong untuk menjauh demi keterlibatan yang tidak menguntungkan.
Saka berdiri setelah menyelempangkan tasnya ke balik punggung. “Gua gak kasih duit apa-apaan," dia menjawab pertanyaan Andi dengan nada biasa. “Permisi ....” Mata beningnya melirik bet bordir nama di seragam lawan bicara. “.... Andi Wiguna.”
Semua tercengang.
Namun sikap santai Saka dalam sekejap berubah 180 derajat setelah melihat rahang Andi makin mengetat. Ketenangan diganti senyuman konyol tak ubah anak idiot yang senang dapat jajanan gratis. “Maaf, baeknya kenalan dulu...." Tangan kanan Saka yang kosong dijulurkan ke hadapan AW. “.... gua Saka Aksara. Bisa lu panggil Saka doangan. Hehe.”
Andi Wiguna terperangah, mulut dan matanya melebar bersamaan karena tema yang sama.
Moncos dan Piang saling beradu pandang sama-sama mendapat kejutan.
Punya keberanian konyol seperti Saka, artinya: Tidak Selamat!
Semua tahu poin itu yang walaupun minor terjadi, jelas punya makna tak sederhana yang menjurus pada perpeloncoan, penyiksaan atau paling ringan ... perbudakan! Dalam lingkup khusus di bawah perintah trio keparat tentu saja.
“Waaa ....” Keadaan menjadi gaduh menanggapi sikap Saka yang demikian di luar dugaan.
Saka tidak tahu Andi di waktu sudah satu minggu sekolah? Tidak mungkin! Semua anak menyangkal. Andi sangat terkenal dengan pamor yang melegendaーketua Geng Kalajengking.
Tapi kenapa kelakuan Saka tidak ada takut-takutnya?
Mungkin dia punya cara lain untuk terbebas dari Andi Wiguna dan hukum rimbanyaーmenjilat seperti anjing, misalnya. Atau punya jurus si buta dari tenggarongーWTF!
Itu pikiran kritis beberapa anak dengan IQ yang tidak jongkok, yang lain menganggap Saka sukarela mengantarkan diri untuk disiksa.
Lalu ....
“HAHAHA!”
Tawa AW meledak keras.
Ruangan senyap mendadak, anak-anak langsung terdiam. Hening seolah memberi ruang untuk tawa keras sang ketua geng itu menggema seorang diri menguasai udara.
Saat tawa itu berhenti, tatapan Andi sudah menajam, menusuk wajah Saka yang masih di mode sama.
“Lu bajingan kecil yang berani ya ....” Piang menggeram.
Saka mengerut kening, lalu dengan tolol menyapu tubuh Alvian Hendra atau Piang dari atas sampai ke bawah dan berakhir di wajah anak lelaki itu. Dari Piang, tatapannya berpindah mengamati dirinya sendiri. “Badan gua sama lu ....”
DOENG!
Piang melotot, menyadari telah salah mengambil kalimat.
Bibir-bibir di sekeliling dipaksa mengurat oleh mpunya masing-masing. Mereka menahan tawa.
Terang saja, merujuk pada kalimat Piang tadi, anak itu jelas mengolok dirinya sendiri jika itu diartikan secara fisik.
Tubuh Saka lebih tinggi dari Piang yang hanya sebatas lehernya saja. Berat badan pun pasti kalah oleh Saka yang terkenal hobi memakan seblak, cilok rebus dan telor gulung seribu rupiah per tusuk di halaman sekolah madrasah. Tapi itu keliru, Alvian Hendra faktanya lebih berisi. Makanannya mungkin bakso bulat atau roti mentega.
“Beneran cari mati lu, ya?!”
huahahahaha
sama-sama beresiko dan bermuara pada satu orang.. yordan..