NovelToon NovelToon
Mengandung Benih Tuan Muda

Mengandung Benih Tuan Muda

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Menikah Karena Anak
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: rafizqi

Seorang wanita miskin bernama Kirana secara tidak sengaja mengandung anak dari Tuan Muda Alvaro, pria tampan, dingin, dan pewaris keluarga konglomerat yang kejam dan sudah memiliki tunangan.

Peristiwa itu terjadi saat Kirana dipaksa menggantikan posisi anak majikannya dalam sebuah pesta elite yang berujung tragedi. Kirana pun dibuang, dihina, dan dianggap wanita murahan.

Namun, takdir berkata lain. Saat Alvaro mengetahui Kirana mengandung anaknya. Keduanya pun menikah di atas kertas surat perjanjian.

Apa yang akan terjadi kepada Kirana selanjutnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6 – Pertemuan Pertama

"Kamu yakin?" Rani kembali bertanya atas keputusan Kirana.

Kirana mengangguk ragu.

"Lalu...... Bagaimana dengan Bram? pacarmu?"

Kirana diam. Dia tidak tau harus bagaimana. Memberitahu Bram, sama saja menghancurkannya. Lebih baik dia tanggung sendiri akibat dari semua ini. Sendirian. Tanpa harus melibatkan Bram.

"Aku harap, kamu tidak mengambil keputusan yang salah, Kirana." Rani kembali mengingatkan

...----------------...

Keesokan harinya. Usai mengemasi semua barangnya, Kirana pergi dari sebuah penginapan kecil yang disewa oleh Rani semalam untuknya.

Kini, tujuannya hanya satu. Menemui ayah dari janin yang ada di dalam kandungannya.

Kirana nampak turun dari sebuah motor ojek tumpangannya. Pandangannya menuju Gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, berdiri angkuh di tengah hiruk pikuk kota.

Di atas kaca mengilap dengan nama kebesarannya Wilantara Group terpampang dengan mewah. Kirana berdiri di depan lobi, menatap ke atas dengan jantung yang berdetak semakin kencang.

Kirana melangkahkan kakinya masuk dengan hati yang sengaja dikuatkan, walaupun sebenarnya ia merasa takut dan tegang akan menemui seorang Alvaro Wilantara.

Dengan langkah gugup tapi tegas, Kirana masuk ke dalam lobi. Interiornya dingin dan megah, didominasi marmer hitam dan kaca, mencerminkan kesan elit dan kekuasaan.

Seorang resepsionis wanita menyambutnya dengan senyum profesional. “Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?”

“Saya ingin bertemu Tuan Alvaro Wilantara,” ucap Kirana tanpa berbelit.

“Maaf, apakah Ibu sudah memiliki janji?”

“Tidak. Tapi katakan padanya…Saya ingin bertemu, karena ini menyangkut masalah pribadi.”

Wanita resepsionis itu tampak ragu. Tapi Kirana menyodorkan KTP dan kartu rumah sakit. “Kalau perlu, bilang saja saya hamil dan ayah dari anak ini adalah Tuan Alvaro.”

Resepsionis itu nampak terkejut oleh penuturan Kirana, tapi cepat menutup ekspresinya. Ia pun mengambil telepon dan berbicara lirih. Beberapa saat kemudian, Kirana diminta menunggu.

Tak sampai lima menit, dua pria berpakaian hitam—pengawal pribadi—muncul dan memintanya mengikuti mereka ke lantai atas. Kirana tak berkata apa-apa. Matanya hanya lurus menatap ke depan.

Setibanya di lantai paling atas, pintu lift terbuka langsung ke ruang kerja eksekutif. Ruangan itu luas, dengan jendela dari lantai ke langit-langit yang menampakkan panorama kota. Meja besar kayu mahoni berdiri kokoh di tengah ruangannya, dan di belakangnya ada—Alvaro.

Pria itu berdiri, memutar tubuhnya perlahan dari jendela. Saat melihat Kirana, ekspresinya langsung berubah menjadi dingin dan tajam.

"Siapa kamu?" Alvaro bertanya datar, tanpa basa-basi.

Kirana berdiri gugup. "Nama saya Kirana. Kita... kita pernah bertemu, Tuan Alvaro."

Alvaro menaikkan alis. “Maaf, aku tidak kenal kamu. Dan aku bukan tipe orang yang punya waktu meladeni tamu tak dikenal.”

Kirana mengangkat tangan, menyerahkan sebuah jam Tangan. Wajah Alvaro langsung berubah ketika melihat jam tangan itu.

"Malam itu... di hotel. Saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya dengan baik. Tapi... Anda meninggalkan jam tangan ini."

“Jam tangan? Kamu datang ke kantorku hanya untuk bicara soal jam tangan? Kamu ini siapa sebenarnya?”

“Saya Kirana. Dan… saya hamil. Anak ini… anak Anda.”

Kalimat itu membuat udara membeku. Wajah Alvaro seketika berubah.

“Apa kau bilang?” Nadanya dingin, nyaris mengancam.

"Malam itu, saya benar-benar tidak sadar. Tuan juga sepertinya sedang mabuk. Tuan melakukan itu kepada saya. Saya tidak mengingat dengan pasti wajah anda. Tapi, hanya jam ini yang tersisa disana. Ini adalah jam anda, Tuan. Mana mungkin ini bukan anak anda" Jelas Kirana.

Alvaro berbalik cepat, nadanya meninggi. “Tuduhan besar, Nona! Kau menuduhku melakukan hal sekotor itu tanpa bukti? Hanya sebuah jam tangan tidak akan bisa membuktikan apapun disini"

“Dan kau pikir dengan menyerbu ruang kerjaku akan membuatku menerima dan percaya begitu saja kalau yang kau kandung itu adalah anakku?” tanya Alvaro sinis.

“Berapa banyak wanita yang mencoba menjebakku dengan cerita semacam ini? Kau pikir kau yang pertama?”

“Aku tidak peduli kau percaya atau tidak. Aku punya rekam medis. Aku bisa tes DNA kalau tuan mau. Tapi sebelum semua itu, aku ingin kau tahu dengan semua ini. dan Aku tidak akan diam.”

Alvaro berjalan pelan ke arah jendela, punggungnya menghadap Kirana. “Aku tidak kenal kau, Kirana. Aku tidak tahu bagaimana kau bisa mendapatkan jam tanganku. Tapi kau bermain api di tempat yang salah.”

"Jika ini tidak bisa meyakinkan anda. Maka kita bisa melakukan tes DNA..... "

"Aku tidak ada waktu untuk melakukan hal konyol seperti itu"

"Apa anda takut? Atau mungkin anda sepengecut itu sehingga tidak berani membuktikan?"

Alvaro menatap Kirana tajam. Tak pernah ada yang berani menghinanya seperti itu.

Setelah Berhasil membuat Alvaro setuju untuk melakukan tes DNA. Kirana langsung pergi dari sana.

Di depan gedung. Kirana nampak berdiri. Menghembuskan nafas lega. Ia tak pernah menyangka akan seberani ini kepada Alvaro. Dia sudah menghinanya, menjatuhkan harga diri Alvaro. Dan bahkan mengancam laki-laki itu.

Ia merasa beruntung karena Alvaro tidak menghabisinya disana.

...----------------...

Seminggu kemudin. Kirana kembali membawa kertas hasil DNA ke kantor Wilantara Grup untuk menemui Alvaro. Dia duduk di ruang kerja Alvaro yang megah namun dingin seperti museum.

Alvaro berdiri membelakangi Kirana, menatap keluar jendela kaca besar yang menampakkan langit Jakarta yang muram. Di tangannya, selembar hasil tes DNA bergetar halus.

"Hasilnya sudah jelas. Disini sudah tertulis bahwa itu anakku" katanya akhirnya, suaranya datar dan dingin.

"Aku sudah mengatakannya sebelum surat itu ada, Tuan Alvaro" kata Kirana mengingatkan.

"Jadi… apa yang akan kamu lakukan setelah tau itu anakmu?" tanya Kirana pelan.

Alvaro berbalik. Tatapan matanya tajam seperti belati. “Kau pikir dengan membawa hasil tes ini, kau bisa menuntut cinta? Atau mungkin tempat di sisiku?” tanya Alvaro balik dengan kata tajamnya.

Kirana menggeleng cepat kecewa dengan apa yang Alvaro pikirkan. “Aku tidak menuntut apa pun. Aku hanya ingin anak ini lahir dengan status yang jelas. Tanpa dihina… tanpa menjadi bahan gosip sepanjang hidupnya. Paling tidak, dia tidak akan menderita sepertiku dan dia tau bahwa dia memiliki ayah selain aku, ibunya.” lirih Kirana. Air matanya menggenang saat ia mengatakan itu.

Alvaro tersenyum miring, lalu duduk di kursi kulit hitamnya, seakan ucapan itu hanya senjata Kirana untuk menekannya. “Dan kau pikir aku akan dengan senang hati mengumumkan pada dunia bahwa aku menghamili seorang wanita yang bahkan tak kukenal namanya malam itu?”

Kirana terdiam. Hatinya perih mendengar hinaan itu, seolah dirinya hanya wanita murahan yang muncul dari kegelapan.

“Sayangnya,” Alvaro melanjutkan.

“aku tak punya pilihan. Jika media tahu aku memiliki anak di luar nikah, reputasi keluargaku hancur. Saham perusahaan jatuh. Dan itu, tentu saja, bukan sesuatu yang bisa kuterima.”

Ia menyodorkan sebuah map ke atas meja depan Kirana.

“Solusinya sederhana. Kita menikah. Pernikahan kontrak. Satu tahun, paling lama dua. Sampai anak itu lahir dan semua tenang. Setelah itu, kita bercerai. Aku akan beri kompensasi yang pantas.”

Kirana menatap map itu seperti menatap neraka. Tangannya gemetar saat menyentuhnya.

“Menikah… hanya karena kamu takut kehilangan reputasi?” bisiknya.

Alvaro menyandarkan tubuh ke kursi, lalu menjawab dengan nada menghina, “Jangan terlalu percaya diri. Aku tidak ingin menikahimu karena kamu berharga. Tapi karena kamu sedang mengandung pewaris Wilantara. Anak itu—bukan kamu—yang penting disisi”

Kirana tersentak. Kata-kata itu lebih tajam dari tamparan. Tapi ia tetap duduk tegak. Untuk anaknya, ia tak boleh lemah.

“Apa yang akan terjadi selama pernikahan kontrak ini?” tanyanya, menahan air mata.

“Kita akan menikah secara hukum dan agama. Akan ada perjanjian. Selama perjanjian pernikahan itu berlangsung, kamu akan tinggal dirumahku. Aku tidak akan menyentuhmu sampai kita bercerai.”

Dia menatap Kirana dari atas ke bawah dengan pandangan meremehkan. “Dan jangan pernah bermimpi jadi istri konglomerat.”

Kirana menatap pria itu dengan rahang terkatup.

“Dan jika aku menolak?” tanya Kirana akhirnya.

Alvaro tertawa pelan, datar, tanpa rasa.

“Kau bebas melahirkan anak itu sendiri. Tapi jangan harap akan mendapat perlindungan. Media akan menguliti hidupmu. Wartawan akan mengejar ke mana pun kau pergi. Dan keluarga besarku… mereka tidak sebaik aku.”

Nada ancaman itu membuat Kirana gemetar.

“Anakmu akan tumbuh dalam stigma, Kirana. Dia akan dipandang hina. Dan semua itu bisa dihindari… jika kau bersedia diam dan memainkan peranmu dalam drama ini.”

Kirana menarik napas panjang. Air matanya jatuh, tapi cepat ia seka. Ia harus kuat. Untuk bayi yang sedang tumbuh di rahimnya.

“Baik,” ucapnya lirih.

"Aku setuju" Akhirnya.

Kirana bangkit dari kursinya.

“Kalau begitu, kapan pernikahan ini akan dilangsungkan?” suaranya datar.

“Secepatnya. Minggu depan. Pernikahan tertutup. Tanpa media. Tanpa wartawan. Hanya kontrak, bukan perayaan.”

Kirana mengangguk perlahan. “Aku akan datang. Tapi jangan pernah berharap aku akan tunduk padamu, Alvaro.”

Alvaro tersenyum tipis. “Kau tidak perlu tunduk. Kau hanya perlu diam.”

.

.

.

Bersambung.

1
Ma Em
Kirana kamu jgn lemah Kirana hrs berani lawan mereka yg merendahkan kamu kalau Kirana lemah siapa yg mau melindungi Arya dari orang2 yg tdk menyukainya , Kirana hrs bangkit tegas dlm bertindak dan berani dlm mengambil keputusan 💪💪💪
Ma Em
Clarissa kamu cuma tunangan sedangkan Kirana adalah istri sah Alvaro siapa yg paling berhak tinggal bersama Alvaro , dasar ulat bulu yg tdk tau malu .
Ma Em
Syukurlah Kirana bertemu dgn Bram , semoga Bram bisa melindungi Kirana dari niat jahat Clarisa .
Ma Em
Kirana kamu jgn percaya dgn omongan beracun Clarisa dia hanya akan memecah belah hubungan mu dgn Alvaro, jgn terlalu polos dan bodoh karena bisa dihasut sama wanita ular seperti Clarisa .
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!