NovelToon NovelToon
Keluarga Langit

Keluarga Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Cinta setelah menikah / Keluarga
Popularitas:476
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Di tahun 2032, keluarga Wiratama mengikuti program wisata luar angkasa perdana ke Mars—simbol harapan manusia akan masa depan antarplanet. Namun harapan itu berubah menjadi mimpi buruk, ketika sebuah entitas kosmik raksasa bernama Galactara menabrak jalur pesawat mereka.

Semua penumpang tewas.
Semua… kecuali mereka berempat.

Dikubur dalam reruntuhan logam di orbit Mars, keluarga ini tersentuh oleh sisa kekuatan bintang purba yang ditinggalkan Galactara—pecahan cahaya dari era pertama semesta. Saat kembali ke Bumi, mereka tak lagi sama.

Rohim, sang Suami, mampu mengendalikan cahaya dan panas matahari—melindungi dengan tangan api.

Fitriani, sang Istri, membentuk ilusi bulan dan mengendalikan emosi jiwa.

Shalih anak pertama, bocah penuh rasa ingin tahu, bisa melontarkan energi bintang dan menciptakan gravitasi mikro.

Humairah anak kedua, si kecil yang lembut, menyimpan kekuatan galaksi dalam tubuh mungilnya.

Bagaimana kisah sebuah keluarga ini ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mimpi Indo Tech Energy

"Selamat pagi, Pak Rohim. Berkas-berkas untuk tanda tangan hari ini," ujar Raisa, suaranya tenang dan profesional, namun matanya yang jeli tak luput menangkap senyum lebar yang tak biasa di wajah atasannya. Ia meletakkan tumpukan map berwarna krem di sudut meja Rohim, di samping cangkir kopi digital yang baru saja terisi penuh.

Rohim mendongak, senyumnya semakin lebar. "Pagi, Raisa. Wah, banyak juga, ya?" Candanya, meraih pena stylus-nya. Tangannya dengan sigap mulai membubuhkan tanda tangan digital di setiap lembar yang muncul di layar tabletnya. Gerakannya luwes, menunjukkan betapa rutinitas ini sudah mendarah daging baginya.

Raisa masih berdiri di sana, sedikit menyipitkan mata. "Bapak terlihat... sangat ceria hari ini. Ada kabar baik?" tanyanya, nada suaranya terdengar penasaran namun tetap menjaga batas profesionalisme. Ia menyilangkan tangan di depan dada, menunggu dengan sabar. Ia kenal betul Rohim. Atasannya ini memang selalu positif, tapi senyum seperti pagi ini jarang sekali terlihat.

Rohim mengangkat kepalanya, menatap Raisa. Senyumnya melebar hingga menunjukkan deretan giginya yang rapi. Ada kilat kebahagiaan murni di matanya. "Kabar terbaik, Raisa! Keluarga kecil saya... kami berhasil lolos pendaftaran untuk tur ke Planet Mars!" Ucapannya penuh semangat, seolah ingin berbagi euforia yang membanjiri dirinya sejak semalam. Bahunya sedikit terangkat, ekspresinya memancarkan kebanggaan seorang ayah dan suami.

Seketika, mata Raisa membulat sempurna. Tangannya yang tadinya menyilang kini terlepas, ekspresi terkejut melukis jelas di wajahnya. "Apa?! Serius, Pak? Astaga! Selamat!" Ia melangkah maju, sedikit memajukan tubuhnya. "Saya... saya dan keluarga juga ikut daftar, Pak, tapi nggak lolos. Ya ampun, ini benar-benar luar biasa!" Ada nada kekagetan bercampur kagum dalam suaranya.

Tidak ada sedikit pun rasa iri di mata Raisa. Justru, ada sorot bangga yang tulus terpancar. Ia tahu betapa sulitnya lolos seleksi program International Space Travel Consortium yang baru pertama kali membuka slot untuk keluarga sipil. Apalagi ini keluarga dari Indonesia.

"Saya bangga sekali, Pak! Akhirnya ada perwakilan dari Indonesia yang berangkat untuk misi bersejarah seperti ini. Bapak dan Ibu Fitriani pasti jadi inspirasi banyak orang," tambah Raisa, senyumnya kini ikut mengembang, memancarkan dukungan yang tulus. Ia menatap Rohim dengan rasa hormat yang mendalam.

Rohim terkekeh, menggelengkan kepala. "Ah, Raisa bisa saja. Ini semua karena doa dan dukungan keluarga kok. Kalau nggak ada mereka, mana mungkin saya seoptimis ini." Ia menunjuk berkas-berkas yang sudah selesai ditandatangani. "Oke, berkasnya sudah beres. Terima kasih, ya."

"Baik, Pak. Kalau begitu, saya permisi. Selamat sekali lagi untuk Bapak dan keluarga!" Raisa membungkuk sedikit, lalu berbalik dan melangkah keluar dari ruangan Rohim, menyisakan Rohim dengan senyumnya yang masih terpahat. Aura semangat Rohim seolah menular, membuat pagi Raisa ikut terasa lebih cerah.

Rohim kembali fokus pada pekerjaannya, meninjau ulang beberapa laporan proyek di layar besarnya. Namun, pikirannya tak sepenuhnya lepas dari perjalanan ke Mars. Ia sadar, keberhasilan ini adalah sebuah anugerah, dan ia ingin memanfaatkan waktu yang tersisa di Bumi untuk memberikan kontribusi terbaik. Tekadnya kian bulat.

Setengah jam kemudian, Rohim berdiri di depan layar presentasi interaktif di ruang briefing. Ruangan itu dipenuhi sekitar dua puluh karyawan inti divisi riset dan pengembangan, dari insinyur muda yang masih bersemangat hingga ilmuwan senior dengan kacamata tebal. Lampu ruangan sedikit redup, menyorotkan fokus pada layar yang menampilkan diagram kompleks dan persamaan fisika.

"Selamat pagi, rekan-rekan semua!" Rohim membuka briefing dengan suaranya yang penuh karisma, menyapa seluruh timnya. Ia berdiri tegak, posturnya meyakinkan, sorot matanya tajam namun memancarkan kehangatan. Di usianya yang masih 28 tahun, Rohim sudah dipercaya memimpin proyek-proyek penting di perusahaan ini berkat kecerdasan dan integritasnya.

"Seperti yang kita tahu, kondisi ekonomi global tahun ini sedang tidak stabil. Inflasi naik drastis, ekonomi menurun, dan yang paling merasakan dampaknya adalah masyarakat kecil. Mereka kesulitan untuk sekadar membayar kebutuhan dasar, termasuk listrik." Rohim berbicara dengan nada serius, matanya menyapu setiap wajah di ruangan, memastikan pesannya tersampaikan. Ia melihat anggukan-anggukan setuju dari para karyawan. Wajah-wajah itu menunjukkan kekhawatiran yang sama.

"Di tengah kondisi ini, kita di Indo Tech Energy, sebagai perusahaan yang berfokus pada energi berkelanjutan, punya tanggung jawab lebih." Rohim menggeser tampilan di layar. Sebuah gambar sketsa lama Nikola Tesla muncul, dikelilingi percikan listrik. "Sudah lima tahun saya di sini, dan saya yakin, impian besar kita untuk menciptakan teknologi energi bersih yang terjangkau ini adalah jawabannya."

Ia berhenti sejenak, mengambil napas dalam-dalam. "Saya ingin kita kembali ke akarnya. Kembali ke ide brilian Nikola Tesla tentang listrik gratis dan nirkabel." Suaranya kini lebih bersemangat, ada gelora yang membakar di sana. "Tujuannya jelas: menciptakan alat yang terinspirasi dari visi Tesla, alat yang bisa menyediakan energi listrik secara cuma-cuma, atau setidaknya dengan biaya sangat minim, langsung ke rumah-rumah masyarakat kecil. Bayangkan dampaknya, kawan-kawan. Ini bukan hanya teknologi, ini adalah solusi kemanusiaan."

Para karyawan di ruangan itu mulai berbisik, beberapa mencatat dengan cepat di tablet mereka. Ada ekspresi keheranan, tapi juga antusiasme yang membara. Ide ini memang radikal, bahkan untuk perusahaan teknologi sekelas Indo Tech Energy. Mereka tahu, ada banyak tantangan, termasuk dari "mafia-mafia bisnis" yang mungkin merasa terancam oleh konsep listrik gratis, yang diduga kuat dikendalikan oleh Elite Global yang Rohim dan Fitriani bahas semalam.

"Saya tahu ini tantangan besar. Akan ada hambatan, mungkin penolakan. Apalagi dengan banyaknya pemain besar yang tidak ingin status quo ini berubah," Rohim melanjutkan, nada suaranya berubah menjadi lebih serius, mencerminkan pemahamannya akan realitas dunia bisnis yang kejam. "Ada kekuatan-kekuatan besar di belakang layar yang akan mencoba menggagalkan kita. Mafia bisnis yang diuntungkan dari monopoli energi, yang terkoneksi langsung dengan Elite Global. Tapi justru itu, kawan-kawan, inilah alasan kenapa kita harus berjuang lebih keras."

Ia melangkah mendekati timnya, tatapannya kini berubah menjadi nyala api motivasi. "Ini bukan lagi sekadar proyek perusahaan. Ini adalah misi. Sebuah bentuk perlawanan terhadap sistem yang tidak adil. Kita punya sumber daya, kita punya otak, kita punya semangat. Kita bisa mewujudkan ini!" Kata-katanya menggelegar, memenuhi ruangan.

Tiba-tiba, pintu ruang briefing terbuka. CEO Indo Tech Energy, Bapak Dharma Wijaya, seorang pria paruh baya berwibawa dengan setelan jas mahal, melangkah masuk. Ia biasanya hanya akan hadir di briefing besar. Kehadirannya yang mendadak membuat semua karyawan terdiam.

Dharma Wijaya tersenyum tipis, matanya menatap Rohim penuh penghargaan. "Maaf mengganggu, Pak Rohim. Saya hanya ingin menyampaikan satu hal." Ia melangkah hingga berdiri di samping Rohim, menghadap para karyawan. "Saya sudah mendengar ide ini dari Rohim beberapa waktu lalu. Dan saya harus akui..." ia berhenti sejenak, menatap Rohim, "...saya sangat terkesan. Sangat kagum."

Wajah Rohim sedikit memerah, terkejut sekaligus bangga. Ia tidak menyangka CEO akan datang dan memberikan dukungan secara langsung di briefing rutin seperti ini.

"Proyek ini, yang kita sebut 'Project Tesla Nova'," lanjut Dharma Wijaya, "adalah visi masa depan Indo Tech Energy. Ini adalah misi kemanusiaan kita. Saya memberikan dukungan penuh, dan seluruh sumber daya perusahaan akan dialokasikan untuk ini. Rohim," Dharma menoleh kepada Rohim, senyumnya mengembang, "saya percaya penuh pada Anda dan tim ini. Wujudkan impian Nikola Tesla."

Seketika, ruangan itu pecah dalam tepuk tangan meriah. Tepuk tangan itu bukan hanya sekadar formalitas, melainkan ekspresi semangat yang membuncah dari setiap jiwa di sana. Mereka bersemangat, karena ide ini bukan hanya tentang keuntungan, tapi tentang perubahan nyata bagi masyarakat. Proyek ini bukan hanya akan menguji kemampuan teknis mereka, tetapi juga ketahanan moral dan etika.

Rohim tersenyum tipis, matanya berkaca-kaca. Ia merasa terharu sekaligus bangga. Lima tahun ia bekerja di sini, mendedikasikan dirinya, dan sekarang visinya didukung sepenuhnya. Ini adalah momen yang sangat emosional baginya. Ia menatap satu per satu wajah karyawannya, melihat api semangat yang sama di mata mereka.

"Baik, rekan-rekan! Kalian dengar sendiri dari Bapak CEO," Rohim kembali mengambil alih. Suaranya kini lebih mantap, penuh keyakinan. "Mari kita buktikan bahwa teknologi bisa menjadi berkah untuk semua. Mari kita kembangkan 'Project Tesla Nova' ini dengan segenap kemampuan kita!"

"Siap, Pak Rohim!" seru para karyawan serempak, semangat mereka membara. Mereka bangkit dari kursi, bersiap untuk kembali ke stasiun kerja masing-masing, dengan misi baru yang jauh lebih besar dan bermakna.

Rohim menatap layar presentasi, di mana sketsa Nikola Tesla masih tersenyum misterius. Ia tahu, perjalanan ini tidak akan mudah. Akan ada pertarungan, bukan hanya di level teknis, tetapi juga di level ideologi. Namun, dengan dukungan penuh dari perusahaannya, dan yang terpenting, dukungan dari keluarga kecilnya, ia merasa siap menghadapi apa pun. Ini adalah langkah pertamanya sebagai pahlawan, meski tanpa jubah atau kekuatan super, ia sudah berjuang demi cahaya untuk masyarakat kecil. Dan minggu depan, ia akan melangkah lebih jauh lagi, menuju cahaya lain di angkasa.

Siap, bro! Sudah gue revisi semua nama "Nicola Tesla" menjadi "Nikola Tesla" di seluruh bab ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!