Noah Wisesa, pewaris konglomerat properti, terjebak dalam perjodohan demi bisnis keluarga. Saat dari rumah usai bertengkar dengan sang ibu, dia justru menabrak Ivy Liora—mantan rekan kerja yang kini berubah menjadi perempuan penuh tuntutan dan ancaman. Untuk menyelamatkan reputasi, Noah menawarkan pernikahan kontrak selama satu tahun.
Ivy menerima, asal bayarannya sepadan. Rumah tangga pura-pura mereka pun dimulai: penuh sandiwara, pertengkaran, dan batasan. Namun perlahan, di balik segala kepalsuan, tumbuh perasaan yang tak bisa dibendung. Ketika cinta mulai mengetuk, masa lalu datang membawa badai yang menguji: apakah mereka masih bertahan saat kontrak berubah jadi rasa yang tak bisa dituliskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chika Ssi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Ivy yang Merongrong
Lelaki tersebut kembali mengulurkan tangan. Ivy dengan cekatan bergegas menyambut tangan sang suami. Keduanya pun akhirnya melangkah keluar dari ruangan itu dan masuk ke mobil.
Di dalam mobil saat perjalanan pulang, Ivy membuka suara setelah selama bermenit-menit hanya terdengar suara lembut deru mesin.
“Kenapa kamu membelaku tadi?”
Noah menatap lurus ke depan. “Kamu milikku sekarang. Nggak ada yang berhak menghinamu … kecuali aku.”
“Kamu benar-benar pria bermasalah, ya?” Ivy terkekeh getir.
Noah melirik Ivy sekilas. “Kalau kamu tak sanggup, kamu bisa pergi sekarang dan menanggung semua konsekuensinya. Ingat, satu tahun akan terasa sangat lama, Ivy.”
Ivy balas menatap Noah. Tatapannya tajam, matanya penuh tekad. Akhirnya Ivy terkekeh sehingga membuat Noah mengerutkan dahi.
“Aku justru ingin membuktikan bahwa aku sanggup, No. Bahkan mungkin lebih dari yang kamu kira.”
"Mari kita lihat seberapa kuat kamu menghadapi tekanan yang akan aku berikan." Noah tersenyum miring sembari menoleh sekilas ke arah Ivy.
"Apa kamu nggak salah bicara? Akulah tekanan itu, No. Kamu yang harus bersiap menanggung konsekuensinya karena sudah menyeretku dalam pernikahan ini "
Dalam mobil hitam itu, dua orang dengan luka dan ambisi masing-masing duduk berdampingan. Tidak saling menyentuh, tetapi terikat kontrak, dendam, dan kebencian yang perlahan berubah bentuk.
***
"Aku butuh 25 juta per bulan di luar keperluan rumah tangga."
Noah terkesiap, dia meletakkan kembali kopi panasnya ke atas meja. Lelaki tersebut menyipitkan mata dan menatap tajam Ivy yang masih mengamati kuku cantiknya. Noah menautkan kedua tangannya sambil mencondongkan tubuh ke depan.
"Vy, kamu nggak salah? Kamu tidak memiliki kontribusi apa pun untuk keluarga ini. Bekerja saja tidak! Ingat, kamu hanya istri sewaan."
"No, kamu sendiri yang menawarkan kontrak dan menyanggupi untuk memberikanku uang bulanan besar dan fasilitas mewah! Kamu mau mengingkari kontrak?" Ivy melirik Noah, tersenyum sekilas, lalu kembali mengamati jari-jari lentiknya.
"Bahkan uang 1,5 miliar itu belum lama aku berikan. Baru mau satu bulan. Apa sudah habis?" Noah berusaha bersikap tenang dan tak meninggikan suara.
Ivy terkekeh. Dia sudah tak lagi menatap jemarinya. Perempuan itu mulai berjalan pelan mendekati Noah.
"No, apa kamu lupa? Uang 1,5 miliar itu nominal kontrak! Lain lagi dengan jatah bulananku! Beda lagi untuk keperluan harian kita!" Ivy menarik napas panjang, lalu mengembuskannya kasar sebelum akhirnya duduk di samping Noah.
"Pengusaha besar sepertimu, nggak akan miskin jika hanya mengeluarkan 25 juta sebulan untukku selama setahun! Lagi pula biaya perawatan dan harga barang-barang sekarang naik! Apa kamu ingin image istrimu ini jelek di depan publik?" Ivy menatap Noah dengan berani sambil menaikkan sebelah alisnya.
"ISTRI CEO PROPERTI NO.1 DI SURABAYA TAMPIL KUMAL DENGAN PAKAIAN MURAHAN! Mungkin ini akan jadi headline portal berita online?" Ivy terkekeh sambil melirik Noah yang terus menatap dingin.
"Ini pemerasan!" ujar Noah.
"Kamu keberatan? Nggak masalah juga! Poin ke-enam perjanjian bisa langsung mengakhiri kontrak ini!" Ivy tersenyum miring penuh kemenangan.
Noah mengusap wajah kasar. Dalam kontrak jelas tertulis bahwa Noah menyanggupi berapa pun uang bulanan yang diminta oleh Ivy asal masih masuk akal. Pada akhirnya Noah kalah, dia langsung mengambil ponsel dan mengirimkan uang kepada Ivy detik itu juga.
"Sudah aku transfer!" seru Noah.
Ivy tersenyum lebar. Noah pun meninggalkan Ivy dengan wajah masam. Lelaki itu merasa telah diperas dan dibodohi oleh Ivy.
Ivy melangkah mendekati jendela. Dia mengamati dari atas, mobil Noah yang perlahan menjauh. Sebuah senyum merekah terukir di bibir Ivy.
"Seandainya kamu beneran suamiku, No. Aku pasti bakalan hidup mewah sampai tujuh turunan! Sayangnya cuma setahun, jadi aku akan memanfaatkan waktu yang tersisa sebaik mungkin."
Baru saja Ivy balik kanan, terdengar deru mobil lain memasuki halaman rumah mereka. Ivy kembali melangkah mendekati jendela. Kini dia mendapati sebuah mobil sedan mewah masuk.
Ivy menyipitkan mata. Ketika melihat Mentari keluar dari sana, Ivy terbelalak. Perempuan tersebut menelan ludah kasar dan bergegas turun ke lantai satu.
"Aduh, ini kenapa nenek lampir pakai acara kunjungan segala!" gerutu Ivy sambil menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa.
Ketika sudah sampai di ruang tamu, Ivy mengatur napasnya yang tersengal. Begitu degup jantung kembali stabil, Ivy menemui Mentari yang sudah ada di ruang tamu sambil menatap foto pernikahannya dengan Noah.
"Ma, kenapa nggak ngabari dulu sebelum datang?" tanya Ivy basa-basi.
"Nggak usah berpura-pura sopan. Kita sekarang hanya berdua. Nggak ada Noah di sini." Mentari masih menatap foto pernikahan putranya dengan Ivy.
"Apa maksud Anda, Ma?"
Mentari balik kanan, lalu berjalan ke arah sofa. Dia duduk, lantas mengambil cangkir berisi cairan coklat bening dengan aroma menenangkan. Mentari menyesapnya perlahan sebelum akhirnya kembali bicara.
"Kenapa tidak mengundang keluargamu dan Noah saat pernikahan berlangsung?" cecar Mentari.
"Mama tanyakan saja sama Noah. Saya juga tidak tahu kenapa Noah menginginkan pernikahan privat tanpa tamu undangan." Ivy berusaha meredam emosi karena melihat sikap Mentari yang semena-mena.
"Asal-usulmu tidak jelas. Tinggal di mana, siapa orang tuamu, apa pekerjaanmu sebelumnya? Aku tidak tahu. Namun, aku akan segera mengetahuinya." Mentari menatap tajam Ivy dengan mengangkat sebelah alisnya.
"Sejujurnya, hanya dengan melihat raut wajahmu ... aku bisa menilai kalau kamu bukanlah istri impian orang-orang dari kalangan kami!"
“Mungkin saya bukanlah istri impian kalangan atas seperti Anda, tapi Noah bilang saya cukup baik untuknya. Meski bukan selera semua orang, ucapan Noah sudah cukup membuat saya percaya diri hidup berdampingan dengannya.” Ivy tersenyum tipis sambil menatap Mentari yang mengubah ekspresi wajahnya.
Mentari beranjak dari sofa. Dia melangkah mendekati Ivy sambil memberikan tatapan meremehkan. Perempuan itu meneliti penampilan Ivy dari ujung kaki hingga kepala.
“Aku memang bukan ibu kandung Noah. Tapi, dia tumbuh besar di bawah pengasuhanku. Sebagai orang yang merawatnya sejak kecil, aku ingin dia mendapatkan pendamping hidup terbaik dan setara dengan kami."
"Baik menurut Anda, belum tentu baik bagi Noah. Anda jangan terlalu percaya diri, Ma." Ivy tersenyum miring.
"Aku akan buktikan kalau kamu hanya benalu dalam kehidupan Noah!” ujar Mentari sebelum akhirnya pergi meninggalkan Ivy.
Punggung Mentari menghilang di balik pintu. Bahu Ivy bergetar, bukan karena sakit hati dan menangis. Ya, Ivy sekarang sedang tertawa terbahak-bahak.
"Seandainya Anda tahu kebenarannya, pasti Anda terkejut, Nyonya Mentari! Hubungan kami bukan seperti itu. Kami saling menguntungkan satu sama lain! Bersiaplah untuk tidak mendapatkan sepeser pun dari Noah! Aku akan pastikan itu jika Anda terus mengusik saya selama pernikahan kontrak ini berlangsung!" Ivy hendak kembali ke kamarnya.
Akan tetapi, sebuah amplop berwarna merah muda dengan kombinasi garis berwarna perak mencuri perhatian perempuan tersebut. Ivy mengambil amplop itu dan membuka isinya. Ternyata itu undangan dari Gendis.
"Sebuah pesta kebun khusus sosialita? Sepertinya menarik!" ujar Ivy.