Setelah menaklukan dunia mode internasional, Xanara kembali ke tanah air. Bukan karena rindu tapi karena ekspansi bisnis. Tapi pulang kadang lebih rumit dari pergi. Apalagi saat ia bertemu dengan seorang pria yang memesankan jas untuk pernikahannya yang akhirnya tak pernah terjadi. Tunangannya berselingkuh. Hatinya remuk. Dan perlahan, Xanara lah yang menjahit ulang kepercayaannya. Cinta memang tidak pernah dijahit rapi. Tapi mungkin, untuk pertama kalinya Xanara siap memakainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yayalifeupdate, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gaun, Gala dan Gosip
Gemerlap malam ibukota berpendar di balik kaca besar ballroom hotel bintang lima. Gala tahunan mode dan bisnis itu bukan sekedar ajang pamer kekayaan dan koneksi, ini medan pertempuran diam-diam antara nama besar, dan malam ini. Satu nama baru menjadi bisik-bisik, XANARA.
Xanara berdiri disudut ruangan, mengenakan gaun hitam satin dengan potongan leher asimetris yang ia rancang sendiri. Rambutnya di tata rapi, wajahnya tenang, tapi matanya tajam mengamati. Ia tak mencari perhatian, tapi perhatian tetap menemuinya. Beberapa kepala mulai berbisik, beberapa mata menoleh lebih dari sekali.
“Jangan lihat mereka, mereka seperti lalat kepanasan” Bisik Lucy di samping Xanara dengan menggenggam gelas samanye.
“Kalau aku tak ingin di perhatikan, kenapa aku pakai gaun ini ya?” Batin Xanara dengan mengangkat alis sinis.
“Kamu bilang ingin tahu rasanya berjalan diantara mereka-mereka yang dulu menolajk namamu masuk daftar undangan?” Ucap Lucy menyeringai.
“Ya, dan rasanya sedikit menyenangkan” Jawab Xanara dengan menyesap minumannya.
Dari ujung ruangan, suara kilatan kamera dan bisikan samar mulai menguat. Seorang pria masuk mengenakan setelan jas yang sangat familiar. Garis bahu, warna abu tuanya, potongan ramping di bagian pingang. Jas yang di pakainya adalah jas rancangan Xanara.
Itu adalah Harvey.
Bersama dengan tunangannya, Winny. Wajah sempurna, bibir merah, rambut di sanggul rapi seperti ballerina yang tidak pernah berkeringat.
Xanara hanya menatap dari jauh, menatap dengan tatapan dingin dan tenang. Tapi Lucy seperti biasa, dia bisa membaca yang tak terlihat.
“Kamu mendesain jas peia itu, lalu dia muncul di gala dengan wanita lain. Ini hampir seperti drama tapi tanpa soundtrack” Ucapnya kepada Xanara.
“Dia klien” jawab Xanara dengan menyipitkan mata.
“Dan kamu manusia, bukan manekin” Sahut Lucy.
Winny dan Harvey perlahan mendekat, senyum menyapa tamu lain, hingga akhirnya berdiri hanya beberapa Langkah dari tempat Xanara berdiri. Winny menatap Xanara dari kepala hingga kaki dengan ekspresi yang tak bisa dibaca.
“Kamu pasti desainer yang sempat Harvey ceritakan” Ucap Winny dengan suara ringan tapi tajam seperti pisau buah mahal.
“Saya hanya menjahitkan sesuatu yang sudah ada dalam kepalanya, tidak lebih” jawab Xanara dengan senyum tipis.
Harvey menoleh, tatapannya bertemu mata Xanara sesaat. Ada keheningan yang hanya mereka berdua yang paham. Tapi tidak cukup lama untuk membuat orang lain curiga, hanya sukup membuat jantung berdetak setengah detik lebih cepat.
Beberapa saat kemudian, Xanara dan Lucy kembali berdiri di sudut ruangan, mengamati sorotan kamera dan gerak-gerik para ‘pemilik dunia’.
“Nama kamu sudah menjadi bahan di meja sebelah Xa, katanya kamu bukan desainer biasa, ada cerita dibalik setiap jahitannya” Ucap Lucy/.
“Lalu gosipnya apa?” Tanya Xanara.
“Kamu tidak hanya menjahit lebih dari jas, tapi kamu menjahit luka orang lain termasuk luka mu sendiri” Jawab Lucy.
Xanara terdiam, ia menatap gaun yang dikenakannya. Tangannya sendiri yang membuatnya, setiap jahitan adalah keputusan. Dan malam ini, keputusannya itu membawanya kembali berdiri di tengah dunia yang dulu membuangnya, dengan kepala tegak.
Dan diantara lampu-lampu gantung kristal dan denting gelas samanye, satu hal semakin jelas, dunia ini mungkin penuh dengan gossip dan glamor. Tapi gaun ini, gaun ini miliknya, bukan untuk menyenangkan siapa pun, gaun ini adalah baju zirah.
Dari balik gelas anggurnya, Harvey memperhatikan wanita itu, Xanara. Gaunnya terlihat sederhana, tapi justru itu yang membuat terlihat mematikan. Ia tidak berusaha mencuri perhatian, tapi justru itu yang membuat matanya sulit berpaling.
XANARA HAZEL…
Nama itu berputar bisikan di dalam kepalanya. Ada sesuatu yang berubah mala mini, bukan pada dirinya, tapi cara melihatnya.
Ia bukan lagi sekedar desainer jenius yang membaca pikirannya melalui potongan jas. Ia adalah seorang yang mampu berjalan diantara predator sosial tanpa kehilangan identitasnya.
Kuat, tenang, dan berkelas. Dan tentunya Cantik, bukan cantik yang ingin disukai, tapi cantik yang tak meminta validasi siapapun.
“Kenapa aku baru sadar dia seperti ini” Pikir Harvey sambil mengalihkan pandangannya cepat-cepat saat Winny menoleh.
Tapi terlambat, wajah Xanara sudah tertanam dalam benaknya. Dan ia tahu, itu akan membekas lebih lama dari yang seharusnya.