NovelToon NovelToon
Anjani Istri Yang Diremehkan

Anjani Istri Yang Diremehkan

Status: tamat
Genre:Poligami / Janda / Selingkuh / Tamat
Popularitas:2.7M
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Uang miliaran di rekening. Tanah luas. Tiga ratus pintu kontrakan.

Anjani punya segalanya—kecuali harga diri di mata suaminya dan keluarganya.

Hari ulang tahunnya dilupakan. Status WhatsApp menyakitkan menyambutnya: suaminya disuapi wanita lain. Dan adik iparnya dengan bangga menyebut perempuan itu "calon kakak ipar".

Cukup.

"Aku akan tunjukkan siapa aku sebenarnya. Bukan demi mereka. Tapi demi harga diriku sendiri."

Dan saat semua rahasia terbongkar, siapa yang akan menyesal?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 14

"Apa yang terjadi?" gumam Riki, tangannya menempel di pelipis, kepala berdenyut pusing

Ia memutar pandang. Dinding kamar hotel. Lampu remang. Aroma parfum asing yang menusuk hidungnya.

"Kenapa aku di sini?" bisik hatinya, panik. Lalu matanya menoleh ke sisi ranjang. Seorang perempuan masih tertidur di sana.

"Lusi?"

Deg. Napasnya tercekat. Ia menunduk, melihat dirinya sendiri. Tubuh tanpa busana. Kesadaran runtuh pelan-pelan.

"Astaga… apa yang kulakukan?"

"Lusi, bangun!" bentaknya serak.

Perempuan itu membuka mata malas. “Apa sih kamu, Ki?”

Riki bangkit, terburu-buru mencari pakaiannya.

“Kamu jebak aku, ya?” desisnya.

“Jebak? Semalam kamu sendiri yang ngajak. Katanya pusing, butuh tempat tenang,” ucap Lusi datar.

Riki terduduk. Putus asa.

“Terus aku harus apa sekarang?”

“Kita bakal nikah juga, jadi santai aja…”

“Aku pulang.”

Baru saja melangkah, suara Lusi menghentikannya.

“Kamu harus tanggung jawab. Kalau enggak, aku bisa laporin kamu ke kantormu.”

Riki menatapnya tajam. Tapi mengangguk. “Aku akan menikahimu. Tapi beri aku waktu.”

Setelah pintu tertutup, Lusi tersenyum miring, mengangkat ponselnya.

“Kesini, dong. Aku checkout jam 12. Dia lemah banget.” Lalu tawa kecil menutup percakapan.

Riki melaju di jalanan yang lengang. Langit masih kelabu, seperti hatinya. Ponselnya bergetar di jok sebelah. Beberapa panggilan tak terjawab. Ibu.

Ia tiba di rumah dengan dada yang berat. Mobil diparkir seadanya, kaki melangkah masuk. Di ruang tengah, ibunya terduduk. Menangis.

“Ibu kenapa?” tanyanya panik.

Mirna menghapus air mata cepat-cepat. Tapi Riki tahu. Ada luka di sana.

“Bapakmu… adik-adikmu… mereka belum pulang,” suaranya bergetar. Riki terdiam.

“Semalam kamu di mana?” tanya ibunya pelan.

Riki ragu. “Aku… bersama Lusi. Dan…”

“Dan kamu tidur dengan Lusi?” potong ibunya.

Riki menunduk. “Ya, Bu.”

Plakk!Tamparan itu keras. Tapi rasa bersalah jauh lebih menyakitkan.

“Maafkan aku…”

“Cepat nikahi dia! Ibu tidak mau anak ibu lari dari tanggung jawab!”

“Tapi… bagaimana dengan Anjani, Bu?”

“Lupakan dia. Kalian belum punya anak. Tak ada yang mengikat!”

Riki menunduk lebih dalam. Semua terasa remuk.

“Ya, Bu. Aku akan menikahi Lusi secepatnya…”

...

“Maaf, Bu… aku harus pergi dulu ke kantor,” ucap Riki sambil meraih kunci mobil.

Mirna mengerutkan dahi. “Bukannya kamu sudah terlambat?”

“Enggak, Bu. Ada hal penting yang harus aku selesaikan.”

“Ya sudah… hati-hati. Maaf Ibu belum sempat bikin sarapan,” suaranya sayup, ada lelah yang tertahan.

Riki masuk ke kamar. Menghela napas panjang. Matanya menyapu setiap sudut. Di dinding itu, bayangan Anjani masih tergantung. Di cermin, senyumnya pernah memantul. Di kasur, hangat tubuhnya dulu selalu setia.

“Ni… maafin aku…,” gumam Riki lirih. Dada seperti diremas.

“Haruskah aku meninggalkan wanita yang menemani dari nol?” bisiknya lagi, tapi jawabannya hanya hening.

Ia berganti baju, lalu keluar. Langkahnya berat. Tapi hidup tak pernah memberi waktu untuk diam lama-lama.

Di luar, setelah mobil Riki pergi, sebuah motor masuk ke halaman. Adi turun tergesa.

“Bu! Buatkan aku kopi!” teriaknya kasar.

Mirna muncul dari dapur. “Pak, dari mana aja? Nggak pulang semalaman!”

Adi membanting helm. “Bukan urusan kamu! Cepat buat kopi!”

“Pak, jawab dulu!” suara Mirna meninggi, gemetar.

Tatapan Adi berubah tajam. Dingin. Mengancam.

“Jangan banyak tanya… atau aku bocorkan semuanya ke Riki.”

Mirna terdiam. Bibirnya bergetar. Air mata jatuh perlahan. Ancaman itu terlalu akrab. Terlalu sering. Dan selalu berhasil membuatnya diam.

Menjelang siang, langkah Nina dan Nani terdengar memasuki rumah. Suasana hening pecah seketika.

Mirna berdiri di ruang tengah, matanya menyorot tajam. “Darimana kalian berdua? Dua hari dua malam tak pulang!”

“Kan kita udah bilang ada tugas kuliah, Bu. Ibu juga udah izinin,” jawab Nina, mencoba tenang.

Mirna menyilangkan tangan, nadanya makin tinggi. “Tugas kuliah di mana? Apa yang kalian pelajari? Kata abang kalian, semester satu itu belum ada kegiatan luar kampus!”

“Kita dari…” gumam Nani, ragu.

“Bandung,” jawab Nani cepat.

“Bekasi,” sela Nina hampir bersamaan.

Keduanya saling berpandangan. Terlambat. Jawaban tak kompak, seperti cermin retak.

“Dari cara kalian menjawab saja sudah jelas kalian bohong. Ayo, jujur! Kalian habis ngapain aja?!”

“Udahlah, Bu. Bawel banget. Kita juga nggak minta uang dari Ibu, kan!” sahut Nina ketus.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat keras di pipi Nina.

“Mirna!!” suara Adi menggelegar dari arah kamar. Ia melangkah cepat, matanya menajam. “Jangan tampar anakku!”

Mirna terdiam. Nafasnya naik turun, penuh amarah. Tapi tatapan Adi lebih tajam lagi. Ada ancaman diam di balik mata itu—ancaman akan membuka semua rahasia.

“Cepat mandi, istirahat kalian,” ucap Adi ke Nina dan Nani, tak menoleh lagi ke istrinya.

Mirna mengepalkan tangan. Dadanya sesak. Ini bukan rumah—ini ladang luka yang tiap hari makin lebar.

Ia masuk ke kamar, pintu ditutup pelan. Tapi hatinya gaduh. Tangisnya pecah. Dalam sunyi, kenangan buruk kembali menyergap.

Puluhan tahun lalu, ia pernah mencintai Bram. Lelaki manis dengan janji manis. Tapi cinta mereka kebablasan. Dan ketika Mirna hamil, Bram menghilang, tak pernah kembali. Orang tuanya murka, lalu menyerahkan Mirna pada satu-satunya lelaki yang bersedia menikahinya: Adi. Pengangguran keras kepala, yang menikahinya bukan karena cinta, tapi karena kesempatan merasa lebih tinggi.

Sejak awal, rumah tangga mereka pincang. Adi memperlakukan Mirna seperti utang tak lunas. Dan Riki, anak yang lahir dari luka, selalu menjadi sasaran. Saat Riki tak berdaya, ia diabaikan. Tapi ketika sukses, Adi tiba-tiba mengakuinya.

Mirna ingin Riki menikah dengan wanita terhormat, mapan. Bukan seperti dirinya dulu. Tapi Riki justru memilih Anjani—gadis desa sederhana. Mirna menolak. Sementara Adi, anehnya, mendukung. Dan tentu saja menerima anjani bukan karena dia bapak yang baik, dia menerima anjani supaya riki hidupnya tidak melebihi nina dan nani, bagi adi nina dan nani adalah prioritasnya.

Sudah enam bulan ini, ada yang berubah pada Adi. Ia terlalu semangat mendorong Riki menikahi Lusi. Wanita karir berpendidikan tinggi

Sore datang dengan lesu. Matahari merayap turun perlahan, sedangkan Mirna duduk di ruang tengah dengan wajah lelah dan gusar. Sejak siang, Nina dan Nani belum juga bangun. Suara dengkuran halus terdengar dari kamar, membuat dada Mirna makin sesak.

Ingin rasanya ia membuka pintu kamar dan menggusur kedua anaknya itu dari tempat tidur. Tapi ia tahu, kalau Adi tahu ia memarahi si kembar, maka akan ada keributan. Adi selalu membela mereka, seakan hanya mereka yang layak dimanja dan dimengerti.

Tiba-tiba suara bel pagar mengalihkan pikirannya. Seorang petugas kurir berdiri dengan rapi sambil mengulurkan surat.

“Bu, surat,” ucapnya.

Mirna mengernyit, menerima amplop cokelat panjang. Cap resmi Pengadilan Agama terpampang jelas di sudutnya. Ia membaliknya. Untuk Riki.

Nama pengirim membuat matanya mengecil—Anjani.

Ia membuka surat itu, membaca dua lembar isinya dengan tatapan tajam. Bibirnya perlahan tertarik ke atas.

“Gugatan cerai…” bisiknya, lalu tertawa sinis. “Hahaha… jadi juga wanita kampung itu menyerah.”

Namun tawanya segera berubah menjadi gumaman penuh perhitungan. “Tapi aku tidak akan membiarkan dia meminta gono-gini. Aku harus cari cara… dia harus keluar dari hidup Riki tanpa membawa satu sen pun.”

"Ada apa, Bu?" suara Adi mengejutkan Mirna yang sedang termenung di ruang tengah.

"Astaga, Bapak, ngagetin aja!" ucap Mirna dengan nada kesal, satu tangannya menekan dada.

"Ini loh, Pak," lanjut Mirna sambil menyerahkan surat cokelat yang baru saja ia terima. "Si Anjani benar-benar menggugat cerai Riki."

Adi menghela napas panjang, menatap surat itu dengan raut kosong. “Padahal anak itu baik… sayang aja, bukan dari keluarga terpandang, apalagi pendidikannya juga cuma biasa-biasa.”

Mirna mendengus pelan. “Sudahlah, Pak. Yang penting sekarang si Riki jangan sampai kasih uang sepeser pun. Kita harus ketemu Anjani sebelum sidang. Kita tekan dia supaya enggak nuntut gono-gini.”

Adi mengangguk setuju. “Ya, betul itu. Jangan sampai dia manfaatin keadaan buat ambil keuntungan.”

“Tapi, kita nyari dia di mana, Pak? Dia enggak tinggal di sini lagi,” gumam Mirna sambil mengernyit.

“Ya tinggal tanya aja sama Nina sama Nani. Mereka kan yang ngirimin video Anjani waktu lagi ngepel di kontrakan itu. Pasti mereka tahu di mana tempatnya.”

Mirna mengangguk perlahan. “Benar juga, Pak. Kita harus gerak cepat sebelum sidang dimulai.”

1
Ninik Srikatmini
posisi riki saat ini hidup segan matipun ogah😇
Ninik Srikatmini
ayoo ki semangat luluhin hati anjani..
Ninik Srikatmini
kapok luuh ki jd laki2 terlalu tolol..
Ninik Srikatmini
hhhh raka sifatnya kok gitu ya msh mending risky yg apa adanya
Ninik Srikatmini
bnr2 laki2 bodoh bin oon si riski
Ninik Srikatmini
hmmm lusi sombong amat blm tau siapa anjani..
Ninik Srikatmini
😅😅😅mampus kalian kel parasit
Ninik Srikatmini
riki kamu itu laki2 bodoh dah pny istri baik & setia msh aja tergoda si ulet bulu
Ninik Srikatmini
tuh temenmu aja bijak ki..
Ninik Srikatmini
sabar anjani..
Marina Tarigan
Riki lelaki bodoh kok selalu salahkan Anjani otakmu memang beku kalau tdk ditolong kamu tdk bisa apa2 dan kamu tahu semua yg menjahati Anjani dapat ganjaran luar biasa hancur
Marina Tarigan
kalau begitu aku mendukungmu 1000 % masa dibagi aset orang tua kita sm penghianat hai Riki jabatanmu sdh lumayan dikantormu tapi otakmu dan inu bapamu tersangkut dimana
Marina Tarigan
menurut sm orangtua pa uran banget Riki tapi kalau terlampau penurut resikonya kamu akan dipecat dan masuk penjara camkan itu
Marina Tarigan
cerita ini cerita abal2 semya pemeran utamanya rada2 bego tdk ada karakter satupun yg bisa dijadikan hanya Jamal dan Firman yg langsung bertindak secara diam dan langsung bertindak yg lain egois lelet keraskepala
Marina Tarigan
kamu sekarang orang penting Anjani otakmu pintar tapi terlampau lugu sdh diingatkan Firman benerapa kali tapi kamu malah ngotot banyak orang tdk menyenangimu karena pria
Marina Tarigan
semoga Abjani di robek2 para penjahat penjahat sampai hancur kan itiu rencana ---‐--
Marina Tarigan
jgn terlampau baik Anjani kalau sempat terjadi sesuai kehendak kara dan novin itu dikuburanmu kita menyumpahimu ataupun suruh supirmu mengikuti mu dgn do iam2
Marina Tarigan
riki2 bdak mamamu mempunyai istri biadap jalang lagi kehancuranmu sebentar lagi karena otakmu tdk berfungsi masa kamu tdk tahu berita mertuamu
Marina Tarigan
hati2 Riki monyet sebentar lagi kamu dipecat dan masuk penjara
Marina Tarigan
gimana Riki kamu memakai lubang yg sama sm. auahmu. yg bejat ituj
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!