NovelToon NovelToon
Gadis Dari Utara

Gadis Dari Utara

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Romansa Fantasi / Fantasi Wanita / Pengawal / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: moonlightna

SEASON 1!

Di balik luasnya wilayah utara, setelah kematian Duke Xander. Desa Valters hampir punah dan hancur.

Desa Valters desa yang tidak mengetahui titisan Xander...

Daren... seorang gadis berambut perak, di buang dan dibesarkan sebagai prajurit di barak utara yang ilegal. Tanpa identitas ia tidak tahu siapa dirinya, hanya tahu bahwa hidupnya adalah tentang bertahan.

Namun, saat pasukan Kekaisaran menyerbu barak utara. Ada nama yang dibisikkan. Xander Estelle. Ada mata-mata yang mulai memperhatikannya. Dan di ujung dunia, dari reruntuhan wilayah Utara yang dibekukan oleh sejarah, sesuatu yang mengerikan mulai bergerak.

Hidupnya mulai bergerak menuju takdir yang tak pernah ia minta. Tapi mungkinkah hidupnya juga akan berubah… menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar bertahan?

Di tengah perubahan hidup dan pengakuan darahnya, adakah sosok yang membuatnya semakin kuat? seseorang yang menantangnya untuk berdiri, meski dunia ingin menjatuhkannya?

Happy reading 🌷🌷

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moonlightna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MAKANAN YANG LAYAK

makan malam..

Bau kaldu rebusan dan besi panas menyambut Daren ketika ia melangkah masuk ke ruang makan barak militer, sebuah aula panjang dengan deretan bangku kayu yang sudah mulai dipenuhi para murid dan kadet. Suara gesekan sendok, tawa kecil, dan desas-desus menusuk udara... tapi semuanya terhenti sesaat ketika pintu dibuka, dan gadis berambut perak itu melangkah masuk.

Tatapan-tatapan yang tadi hanya lirih, kini terang-terangan menilai.

“Dia datang juga... yang dari Utara itu,” gumam seseorang dari ujung meja.

“Harusnya dia makan di dapur. Seperti kotoran yang lain.”

"Diam!" Teriak Kanel lantang. Seketika semuanya terdiam menunduk.

"Daren ambilah makanan," pinta Kanel. Kanel berjalan mantap di antara mereka. Ia berjalan menghampiri orang-orang yang mengejek Daren.

"Dia bangsawan... dan kalian lebih rendah darinya," bisik Kanel. Bisikan halus namun mematikan yang membuat mereka ketakutan.

Daren tidak menyahut. Tidak memalingkan kepala. Ia hanya mengambil nampan kosong, bergerak ke barisan antrian seperti prajurit lain, seolah tidak mendengar apa-apa.

Bubur padat, sepotong daging asin, dan seiris roti kering.

Sama seperti yang lain. Tidak lebih, tidak kurang.

Saat ia hendak duduk, beberapa bangku tiba-tiba bergeser. penghuni bangku itu langsung berdiri dan pindah tempat, seolah ia membawa wabah.

Tapi satu tempat kosong di sudut ruangan yang tak disentuh siapa pun. Daren mendekat dan duduk di sana. Sendirian. Punggung lurus, tatapan mengarah pada makanannya.

 Seperti apa rasanya?

Daren mencoba sedikit makananya. Suapan pertama masuk ke mulut kecilnya.

Enak.. lebih enak dari kantang yang kumakan setiap hari.

Saat makan hampir selesai, seorang kadet bertubuh pendek dengan pipi bengkak karena luka lama berani mendekat ke meja Daren. Ia menaruh roti kering cadangannya di atas nampan Daren, lalu pergi tanpa berkata apa-apa.

Daren menatap roti itu sejenak. Tidak menolak. Tapi tidak menyentuhnya juga. Ia hanya melanjutkan makannya, tenang, dingin, dan tanpa reaksi berlebihan.

Dalam dunia seperti ini, kebaikan... bisa jadi jebakan.

Tapi juga bisa jadi ujian.

Malam Menyusut

Langit malam mulai menutupi istana, dan suara lonceng jaga pertama terdengar dari menara pengawas. Daren kembali ke kamarnya tanpa bersuara, melewati aula, lorong panjang, dan para pengawal yang melirik sekilas.

Tapi jauh dari sana... di balkon atas Istana Timur. Putra Mahkota Gerald, pemuda tinggi dengan rambut terang yang memiliki mata merah itu, mengamati dari balik jendela kacanya. Ia belum turun tangan. Tapi ia tahu siapa yang datang hari ini.

 “Kau menaruh seseorang dari Utara di tengah mereka?” gumam Gerald pada dirinya sendiri. “Gadis kecil yang malang,”

Angin malam berhembus perlahan, membawa aroma logam, debu, dan... badai yang belum datang.

Ruangan kaisar tidak pernah benar-benar sunyi. Meskipun malam telah jatuh, selalu ada suara obor yang berderak, langkah pelayan yang waspada, dan bisikan politik yang bersembunyi di antara tirai-tirai berat. Tapi saat itu, hanya dua suara yang bergema di dalam:

Langkah kaki Gerald yang mendekat... dan napas Raja Theron yang berat, duduk di atas kursi kayu tua bertatahkan Naga bersayap.

Raja tidak menatap langsung ke anaknya. Ia menatap peta tua yang terbentang di meja panjang, jari-jarinya yang keriput melingkari wilayah utara.

“Ayah,” ujar Gerald perlahan, tapi tegas. “Aku ingin tahu lebih... tentang gadis utara itu,"

Raja Theron tidak menjawab seketika. Ia mengangkat cangkir logam kecil, menyesap anggur yang entah sudah berapa lama dibiarkan.

“Kau tidak mengenalnya, Gerald. Tapi dia darah dari seseorang yang pernah berdiri di sisi kita saat istana ini hampir jatuh.”

 “Xander? Paman Xander?” Gerald menyebut nama itu seperti mengeluarkan batu dari mulutnya.

Raja mengangguk, lambat. “Duke Utara. Orang terakhir yang akan kuanggap... sahabat. Dan mungkin... orang terakhir yang menatapku dengan jujur sebelum dibantai oleh perintahku sendiri.”

Gerald menegang.

 “Jadi... ayah tahu?”

 “Tidak. Gerald...” Raja menatap anaknya sekarang, langsung ke mata merah Gerald. “Aku tidak tahu bahwa Xander memiliki anak. Tidak ada catatan. Tidak ada surat. Bahkan tidak ada pusaka yang menunjukkan garis keturunannya.”

“Lalu siapa yang...”

 “Kanel.”

Nama itu menggantung di udara seperti petir yang belum jatuh.

Gerlad diam cukup lama. "Cukup ayah!"

"Jika dia anak dari bangsawan, mengapa tidak di tempatkan dengan anak-anak bangsawan yang lain?"

Kaisar Theron kembali menunduk pada peta.

"Kamu tidak tahu keadaan desa Valters sekarang... desa yang hampir punah,"

Ia berdiri perlahan, tangannya bertumpu pada meja, tubuhnya tampak lebih tua dari biasanya.

"Anak kecil itu satu-satunya orang yang bisa memimpin desa Valters, menjadi seorang pemimpin . Dia tidak punya siapa-siapa, jika dia tidak di latih sejak sekarang.... siapa yang akan menyelamatkan desa itu?" Kaisar Theron berhenti sejak. Menghampiri Gerald, memegang pundaknya.

"Itu adalah pesan ayahnya, Xander ingin Daren bisa menyelamatkan desa itu. Dan membuat desa itu makmur,"

Kaisar melepas tangannya dari pundak putra sulungnya itu. Gerald memalingkan wajah, tampa kesal.

"Tapi dia perempuan ayah, hanya seorang gadis kecil."

Raja tidak menjawab. Ia hanya kembali duduk perlahan ke kursinya, punggungnya sedikit membungkuk seolah seluruh beban Kekaisaran bertumpuk di tulang-tulang tengah bayanya. Di hadapannya, cangkir anggur yang tadi disesap diletakkan kembali ke atas meja dengan suara logam ringan.

Suasana di ruangan itu menjadi berat. Lampu minyak di sudut ruangan bergoyang karena angin malam yang masuk lewat jendela kecil dan terbuka sebagian.

Gerald berdiri di tempatnya, menanti

"Kematian Duke utara juga atas ke lalaian ayah,"

Ia mengangkat kepalanya perlahan menatap Gerald, dan kali ini, ada sorot yang tak biasa di mata Raja.

“Jangan buang waktumu, pergilah coba memahami perintahku. Lihat sendiri siapa gadis itu. Jika dia seperti ayahnya... kau tidak akan bisa memalingkan mata.”

Gerald mengepalkan tangan di balik jubahnya. “Lalu jika dia... menyimpan dendam?”

Kaisar menutup matanya sejenak.

“Maka biarlah ia menusukku dari depan. Itu lebih terhormat dari pada semua yang telah kulakukan dari belakang.”

Gerald mengabaikan perkataan terakhir sang kaisar. Matanya gelap, penuh badai yang tidak ia lampiaskan. Tanpa berpamitan, ia membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar dari ruang takhta dengan langkah panjang namun terukur.

Lorong istana malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Pelayan-pelayan membungkuk diam, tidak berani menyapa sang pewaris tahta yang wajahnya penuh amarah terpendam.

Tak lama, ia sampai di taman belakang, tanah yang jarang diinjak kaki bangsawan. Di tengahnya, berdiri sebuah pohon tua berdaun lebat, akar-akarnya menjulur seperti tangan tua yang menolak mati.

Dengan gerakan yang sudah terlatih sejak kecil, Gerald meloncat naik ke salah satu dahan besar pohon itu. Angin malam mengibaskan jubahnya, dan dari ketinggian itu, ia bisa melihat sebagian atap istana timur yang menjulang dalam diam.

Ia menarik napas panjang, lalu bergumam pada langit yang penuh bintang:

“Mengapa harus menjadi putra mahkota?”

“Lebih baik menjadi prajurit biasa yang tidak perlu beradu argumen dengan kaisar yang sangat keras kepala,”

Sementara. Di sisi lain istana, di barak pelatihan, suasana telah gelap total. Lentera di koridor dipadamkan satu per satu. Para prajurit muda tertidur di ranjang masing-masing, dengan luka-luka kecil di tubuh dan mimpi tentang kemenangan yang belum datang.

Daren tertidur lebih cepat dari biasanya.

Tubuh kecilnya yang kurus meringkuk di bawah selimut. Selimut utama yang pernah ia pakai.

Hari ini adalah hari pertamanya mendapat makanan hangat, bukan roti keras atau kentang Tunas yang hanya di rebus dari tangan kasar pengawas budak. Tapi bubur dengan sayur dan sedikit potongan daging. Makanan sederhana itu… terasa seperti pesta bagi tubuhnya.

Dan tubuh itu akhirnya menyerah.

Dalam tidur lelapnya, untuk pertama kalinya… Daren tertidur nyenyak.

Malam pun menyusut, menyelimuti istana dengan ketenangan yang rapuh.

1
Hatus
Kasihan banget Daren, masih bayi tapi cobaan hidupnya berat banget😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!