Kisah ini adalah kelanjutan dari Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas.
Di sini, Author akan lebih banyak membahas tentang Arjuna Jati Manggala, putra dari Arsha dan Raina yang memiliki Batu Panca Warna.
Batu Panca Warna sendiri di percaya memiliki sesuatu yang istimewa. 'Penanda' Bopo ini, barulah di turunkan pada Arjuna setelah ratusan tahun lamanya. Jadi, Arjuna adalah pemegang Batu Panca Warna yang kedua.
Author juga akan membahas kehidupan Sashi, Kakak Angkat Arjuna dan juga dua sepupu Arjuna yaitu si kembar, Naradipta dan Naladhipa.
Beberapa karakter pun akan ada yang Author hilangkan demi bisa mendapatkan fokus cerita.
Agar bisa mengerti alurnya, silahkan baca terlebih dahulu Novel Cinta Ugal - Ugalan Mas Kades dan juga Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas bagi pembaca yang belum membaca kedua Novel tersebut.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Penghibur
Tok... Tok...
"Mbak Aci..."!Suara Arjuna terdengar dari luar kamar Sashi. Sashi segera mengusap air matanya dan berusaha agar terlihat baik - baik saja.
"Iya. Masuk aja, Dek." Jawab Sashi.
Arjuna pun segera masuk setelah Sashi mempersilahkannya. Ia lalu duduk di tepi ranjang Sashi tanpa menatap ke arah Mbaknya.
"Kenapa, Jun?" Tanya Sashi sambil menatap ke arah Arjuna yang tertunduk.
"Mbak Aci masih sedih, ya?" Tanya Arjuna dengan lembut.
Walaupun tadi sudah bisa tersenyum dan sedikit tertawa, Arjuna tau kalau Mbaknya itu belum baik - baik saja. Sashi selalu mengemas dengan baik setiap keresahan dan sakit di hatinya.
Mendengar pertanyaan Arjuna, Sashi hanya bisa menggelengkan kepala. Ia tak mampu membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Arjuna. Suaranya terasa tercekat di dalam tenggorokan.
"Mbak Aci bohong, kan?" Tanya Arjuna saat Sashi menjawab dengan gelengan kepala.
"Aku tau, Mbak Aci bohong." Kata Arjuna yang kali ini di jawab anggukan oleh Sashi. Tak hanya anggukan, bahkan kali ini air matanya kembali mengalir.
Melihat Sashi yang menangis, Arjuna pun langsung memeluk Sashi dengan erat.
"Nangis aja gak apa - apa, Mbak. Puas - puasin Mbak Aci nangis di depanku, karna Mbak Aci pasti gak mau nangis di depan Ayah sama Ibu, kan?" Kata Arjuna sambil mengusap - usap kepala Sashi.
"Pasti gak mudah nerima semuanya. Sama, aku juga ngerasa kayak gitu, Mbak." Kata Arjuna yang berusaha menahan tangisnya. Tangisan lirih Sashi, benar - benar menyayat hatinya.
"Ngelihat Mbak Aci yang pura - pura kuat dan seolah baik - baik aja di depan semua orang malah bikin aku semakin merasa sedih." Imbuh Arjuna yang masih memeluk Sashi.
"Mbak Aci jangan sedih, ya. Sampe kapanpun gak akan ada yang berubah, Mbak Aci akan selalu jadi Mbak Aci kesayangan kami. Anak kesayangannya Arshaka Sadewa. Pemilik tahta tertinggi di Keluarga Besar Abimanyu. Orang yang memiliki tempat spesial di hati kami semua." Kata Arjuna.
Sashi mengangguk lirih. Setiap kata - kata yang di sampaikan Arjuna, terasa menguatkannya saat ini. Tak akan ada yang berubah, semuanya tetap sama. Ia tetap berada di tengah - tengah keluarganya. Ia tetap menerima pelukan hangat keluarganya dan Ia akan tetap menjadi Sashi yang selalu merasa bahagia.
"Makasih ya, Dek." Kata Sashi yang di jawab anggukan oleh Arjuna.
"Mbak Aci harus janji sama aku, ya. Jangan berubah, jangan menjauh dan jangan pernah merasa berbeda apa lagi rendah diri. Karena Mbak Aci sangat berharga untuk kami semua." Pinta Arjuna yang di jawab anggukan oleh Sashi.
"Mbak Aci kenapa bisa ada di sana dan denger pembicaraanku sama Ayah?" Tanya Arjuna setelah Sashi tenang.
"Mbak Aci emang cari Ayah. Mau minta tanda tangan surat dari Sekolah. Terus ya itu, denger pembicaraanmu sama Ayah karna pintunya juga gak ketutup rapet." Jawab Sashi.
"Mbak Aci mau cari keluarga kandung Mbak Aci?" Tanya Arjuna yang langsung di jawab gelengan oleh Sashi.
"Udah hampir delapan belas tahun, keluarga kandung Mbak Aci aja gak ada yang cari Mbak Aci. Kenapa Mbak Aci harus cari mereka? Lagi pula, kalian semua udah lebih dari cukup. Mbak Aci sama sekali gak ada keinginan buat cari tau tentang keluarga kandung Mbak Aci." Kata Sashi yang kemudian menghembuskan nafas berat untuk membuang sesak di dadanya.
"Mbak Aci cukup tau tentang Ibu kandung Mbak Aci dari apa yang di ceritakan Bopo dan Ayah aja. Bagi Mbak Aci, keluarga Mbak Aci ya kalian dan orang tua Mbak Aci ya Ayah dan Ibu." Imbuhnya kemudian.
"Adeknya Mbak Aci, aku dong ya berarti." Kata Arjuna yang berusaha mencairkan suasana.
"Bukan! PeDe banget jadi orang. Adeknya Mbak Aci yang di dalem perut Ibu." Sahut Sashi.
"Lah, aku? Padahal aku udah setia dari kecil. Dulu, waktu kecil, pas Mbak Aci nangis karena jatoh sampe lututnya bedarah, aku juga nangis. Kurang setia gimana coba?" Protes Arjuna yang membuat Sashi terkekeh.
"Kamu dulu ikutan nangis kan karna di marah Ayah. Kamu dorong Mbak Aci sampe jatoh terus dengkulnya berdarah - darah." Gemas Sashi sambil menoyor kepala Arjuna.
Arjuna pun turut tersenyum melihat Sashi yang bisa tertawa meski hatinya sedang tak baik - baik saja. Setidaknya, tawa itu mungkin akan sedikit melipur laranya.
"Itu kaki emangnya gak sakit waktu buat lari, Mbak? Sampe di jahit gitu sama Buna, kanan - kiri lagi." Tanya Arjuna.
"Sakit lah! Baru kerasa sakitnya waktu di bersihin sama Ayah." Jawab Sashi.
"Tak kira, Mbak Aci punya ilmu kebal. Gak ngerasain sakit padahal telapak kakinya sobek." Ledek Arjuna yang membuat Sashi kembali tertawa.
Sashi memandangi Arjuna yang sedari tadi menggodanya agar ia bisa tertawa. Entah bagaimana jadinya ia jika selama ini tak ada Arjuna yang selalu bisa menghiburnya.
Tok... Tok..
"Mas... Mbak..." Panggil Raina yang menyembulkan kepala dari celah pintu kamar.
"Iya, Bu." Jawab Arjuna dan Sashi bersamaan.
"Ayo makan malam. Mbak Aci mau di anter makannya ke kamar?" Tanya Raina.
"Enggak, Bu. Aci makan di ruang makan sama Ayah dan Ibu aja." Jawab Sashi.
"Mau tak gendong, Mbak?" Tanya Arjuna.
"Gak usah, Jun. Mbak Aci bisa terbang kok." Jawab Sashi.
"Yaudah kalo gak mau." Kata Arjuna yang kemudian hendak beranjak.
"Orang kok gak peka banget!" Gerutu Sashi.
"Tadi katanya gak usah." Sahut Arjuna.
"Yaudah, bilang dulu yang bener. Arjuna, Adikku sayang yang paling ganteng, tolong gendong Mbak Aci, ya." Kata Arjuna yang membuat Sashi terkikik.
"Cepetan. Kok malah ngguyu." Ujar Arjuna yang sengaja meledek. Sementara Raina hanya bisa tersenyum senang melihat Sashi yang nampak kembali ceria.
"Ibu... Juna tuh, Bu." Adu Sashi.
"Lah cuma suruh ngomong gitu aja kok. Kalo bukan aku, siapa yang mau gendong, coba? Ayah boyok e (pinggangnya) sakit." Kata Arjuna.
"Mas Juna, udah to Nang. Mbaknya laper itu." Kata Raina.
"Bilang dulu." Kukuh Arjuna.
"Arjuna, adikku sayang yang paling ganteng, gantengnya sundul langit, gak ada tandingannya. Tolong gendong Mbak Aci." Pinta Sashi.
"Nah, gitu dong. Siap Mbakku!" Jawab Arjuna.
Tak hanya sekedar menggendong, Arjuna pun menjahili Sashi yang berada di gendongannya. Mulai dari hendak menjatuhkannya hingga mau melempar Sashi. Suasana rumah mereka pun kembali riuh dengan omelan Sashi dan tawa puas Arjuna.
*Bonus update untuk para readers kesayangan author yang abis di buat mberebes sama Mbak Aci.