Sepuluh bulan lalu, Anna dijebak suaminya sendiri demi ambisi untuk perempuan lain. Tanpa sadar, ia dilemparkan ke kamar seorang pria asing, Kapten Dirga Lakshmana, komandan muda yang terkenal dingin dan mematikan. Aroma memabukkan yang disebarkan Dimas menggiring takdir gelap, malam itu, Anna yang tak sadarkan diri digagahi oleh pria yang bahkan tak pernah mengetahui siapa dirinya.
Pagi harinya, Dirga pergi tanpa jejak.
Sepuluh bulan kemudian, Anna melahirkan dan kehilangan segalanya.
Dimas dan selingkuhannya membuang dua bayi kembar yang baru lahir itu ke sebuah panti, lalu membohongi Anna bahwa bayinya meninggal. Hancur dan sendirian, Anna berusaha bangkit tanpa tahu bahwa anak-anaknya masih hidup. Dimas menceraikan Anna, lalu menikahi selingkuhan. Anna yang merasa dikhianati pergi meninggalkan Dimas, namun takdir mempertemukannya dengan Kapten Dirga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Alasannya adalah kamu
Ruangan perlahan kembali tenang setelah dokter Arman keluar sambil bergumam kesal, diikuti dua perawat yang sibuk membawa peralatan jahit yang baru dipakai. Bau antiseptik mengisi udara, bercampur dengan kehangatan yang baru saja tercipta antara mereka bertiga, Dirga, Anna, dan dua bayi mungil itu.
Almira yang tadi berada dalam gendongan istri Mayor Kevin kini sudah kembali ke ranjang kecil di dekat Anna. Alvaro juga ditempatkan di sebelahnya. Keduanya tidur nyenyak setelah drama barusan, napas mereka teratur dan damai.
Dirga masih duduk di kursi, tubuhnya tegang menahan rasa sakit namun matanya hanya fokus pada satu hal, Anna.
Anna menatap calon suaminya lemah, tetapi ada senyum tipis yang ia paksakan muncul.
“Kapten Dirga…” panggilnya pelan.
“Hm?” Dirga menggeser kursi lebih dekat, meski perban bahunya menarik kulitnya dan menimbulkan denyut tajam.
“Anda … benar-benar tidak berubah.”
Anna tertawa sangat pelan, napasnya pendek. “Keras kepala … sama seperti waktu kita pertama kali bertemu.”
Dirga mengembuskan napas, pandangannya jatuh pada jari Anna yang bergerak lemah. Ia mengulurkan tangannya dan meraih tangan kecil itu, menggenggamnya dengan penuh hati-hati.
“Kamu yang membuatku seperti ini,” gumam Dirga lirih.
Anna berkedip pelan. “Apa maksud Anda…?”
“Kalau bukan karena kamu dan anak-anak … aku tidak akan sekuat ini menahan semuanya.”
Ia menatap Anna langsung, tatapannya tajam namun hangat.
“Aku yang sekarang … hidup, bertahan, berjuang … karena kamu.”
Air mata Anna jatuh begitu saja.
“Kapten Dirga…” Wanita itu ingin mengangkat tubuhnya sedikit, tetapi rasa sakit membuatnya meringis. Dirga langsung menegakkan tubuh.
“Jangan gerak.”
Suara Dirga melembut namun tetap tegas. “Lukamu belum pulih. Biarkan aku yang dekat.”
Perlahan Dirga mencondongkan tubuh, mengabaikan peringatan dokter. Ia menunduk dan menyentuh kening Anna dengan keningnya sendiri, gestur yang jarang ia lakukan, namun setiap kali terjadi, itu berarti segalanya.
Anna terisak pelan. “Kita … masih hidup … ya?” bisiknya.
“Kita tidak hanya hidup.”
Dirga menutup mata, “Kita menang.”
Tiba-tiba Almira merengek kecil. Alvaro ikut menggeliat, mencari kehangatan yang tadi ada di dada ayah mereka. Anna langsung mengalihkan tatapannya pada dua bayi itu.
“Mereka … sepertinya mencarimu lagi,” gumam Anna sambil tersenyum lemah.
Dirga menoleh dan tidak bisa menahan senyum kecilnya.
“Aku pikir dokter akan kembali berteriak kalau dia melihat aku berdiri lagi,” katanya pelan.
“Kali ini biar aku yang panggil perawat,” jawab Anna lembut. Namun sebelum Anna sempat menekan tombol panggil, Dirga sudah berdiri.
Rahang Anna mengeras. “Kapten Dirga…”
Dirga mengangkat tangan satu-satunya yang tidak diperban. “Hanya ambil mereka. Tidak akan robek lagi.”
Anna memandangi calon suaminya sejenak. Mata itu penuh keinginan untuk memperingatkan lagi, tapi Anna tahu lelaki ini tidak akan mendengarkan jika menyangkut anak-anaknya.
Dirga melangkah perlahan ke ranjang bayi. Ia mengangkat Almira dulu, menyandarkan kepala kecil itu ke bahunya. Lalu Alvaro dalam satu gerakan lembut yang membuat Anna menahan napas.
Setelah dua bayi itu berada dalam pelukan, Dirga kembali duduk lebih hati-hati dari sebelumnya. Ia menatap kedua buah hatinya, lalu mengalihkan pandangan pada Anna.
“Kau dengar?” Dirga menunduk sedikit.
Almira bergumam kecil, menempelkan wajah di dada ayahnya.
Anna tersenyum, kali ini lebih lebar.
“Suaramu menenangkan mereka.”
Dirga mengusap kepala kedua anaknya dengan lembut.
“Mereka sudah cukup mengalami ketakutan,” katanya perlahan.
“Aku ingin mereka tidur dengan damai.”
Anna memandangnya lama sekali seolah baru sadar sepenuhnya bahwa lelaki yang dulu dingin, keras, penuh luka dan dendam sekarang sedang duduk di depannya memeluk dua anaknya dengan cinta paling besar yang bisa diberikan seorang ayah.
Air mata Anna jatuh lagi.
“Terima kasih … Kapten Dirga … kau melindungi mereka … dan aku…”
Dirga menggeleng pelan.
“Tidak. Kalianlah … yang membuatku ingin terus hidup.”
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️