NovelToon NovelToon
JERAT CINTA LINGGARJATI

JERAT CINTA LINGGARJATI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Selingkuh / Lari Saat Hamil / CEO
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: nitapijaan

Ayudia berpacaran dengan Haris selama enam tahun, tetapi pernikahan mereka hanya bertahan selama dua tahun, sebab Haris ketahuan menjalin hubungan gelap dengan sekertarisnya di kantor.

Seminggu setelah sidang perceraiannya usai, Ayudia baru menyadari bahwa dirinya sedang mengandung janin kecil yang hadirnya tak pernah di sangka- sangka. Tapi sayangnya, Ayudia tidak mau kembali bersama Haris yang sudah menikahi wanita lain.

Ayudia pun berniat nutupi kehamilannya dari sang mantan suami, hingga Ayahnya memutuskan agar Ayudia pulang ke sebuah desa terpencil bernama 'Kota Ayu'.

Dari situlah Ayudia bertemu dengan sosok Linggarjati Putra Sena, lelaki yang lebih muda tiga tahun darinya dan seorang yang mengejarnya mati-matian meskipun tau bahwa Ayudia adalah seorang janda dan sedang mengandung anak mantan suaminya.

Satu yang Ayudia tidak tau, bahwa Linggarjati adalah orang gila yang terobsesi dengannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nitapijaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sensitif

"Kalian— Apa-apaan ini, nduk! kenapa basah semuanya?!" Uti Nur langsung menyemburkan lahar panas yang memekakkan telinga.

Padahal hujan deras, tapi suara Utinya tak kalah nyaring.

"Gara-gara dia!" Ayudia menunjuk lelaki di sebelahnya dengan wajah cemberut kesal. Bagaimana tidak? setengah dari baju yang sudah dia cuci susah payah —Karena tidak menggunakan mesin cuci, harus rela basah kuyup gara-gara Linggar.

Sebelum itu, mari kita putar waktu ke beberapa menit yang lalu.

Begitu keluar dari pintu, Ayudia langsung menuju halaman samping guna menyelamatkan pakaian-pakaiannya dan beberapa pakaian Uti Nur juga.

Sialnya, hujan turun begitu tergesa, seolah tidak mengerti aba-aba. Air langit langsung terjun bebas layaknya air tumpah. Ayudia sudah berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan pakaiannya, pun dengan kedatangan sosok Linggar yang tau-tau langsung menyahut jemurannya yang lain.

Ayudia tak protes, justru berterimakasih karena bantuan Linggar yang sangat tepat waktu. Tapi, seperti tertimpa kesialan. Linggar yang tidak hati-hati malah tersandung mukena Uti Nur yang menjalar.

Hasilnya? Linggar tersungkur ke depan dengan pakaian di pelukannya berciuman dengan tanah lembab. Melihat itu, Ayudia melotot horor dan berniat membantu Linggar agar pakaian bisa segera di selamatkan.

Tapi, seolah belum selesai. Ayudia malah ikut tersandung dan berakhir menimpa tubuh Linggar.

"Gitu, Ti. Beneran deh kami nggak ada ngapa-ngapain!" Jelas Ayudia pada Uti Nur yang masih menatap mereka menyelidik.

"Hm! Udah sana ganti baju, pinjamin Linggar pakaian kamu juga!" Titah Uti Nur tak terbantahkan. Ayudia mengangguk lesu, matanya masih awas memandangi pakaiannya yang sepertinya tak semua bisa di selamatkan.

"Maaf ya, niat bantu malah nyusahin." Tutur Linggar merasa bersalah.

Tumben-tumbenan, padahal biasanya selalu narsis dan paling benar sendiri.

"Nggak papa, gih masuk."

Linggar dengan patuh mengikuti Ayudia masuk ke dalam rumah Uti, lewat pintu dapur. Ayudia duluan ke kamar mandi karena kaki dan tangannya kotor, baru setelah itu pergi ke kamarnya guna berganti pakaian.

Beruntung karena Ayudia termasuk jajaran perempuan yang suka kaos oversize, jadi dia tak kebingungan meminjamkan pakaian seperti apa untuk laki-laki. Setidaknya, meskipun tak lebih besar, tapi masih layak dan pantas di gunakan.

"Mau kemana?" Ayudia baru melangkah menuju dapur, tapi Uti Nur sudah memberondongnya dengan pertanyaan bernada curiga.

"Ngasih baju, katanya tadi suruh pinjemin baju!" Sungut Ayudia, kesal dengan Utinya yang makin ke sini makin menyebalkan. Dasar toddler vintage!

"Sini, biar Uti saja yang kasih!" Ayudia patuh. Tak mau berdebat lagi dengan Utinya.

Wanita hamil itu terus menatap Uti Nur sampai menghilang di balik pintu. Kadang dia heran, Uti Nur itu sangat plin-plan. Sangat tidak sesuai dengan usianya yang sudah hampir delapan puluh tahun.

Padahal, nenek orang lain biasanya menjelma sebagai wanita penuh kasih sayang, bertutur kata lembut dan selalu membela cucunya dari siapapun. Tapi Uti Nur? Jangan berharap!

"Linggar ke depan dulu sebentar, Ti." Pamit Linggar setelah selesai berganti pakaian. Iya, hanya pakaiannya saja yang di ganti, sebab kalau celana mana muat di kakinya yang kekar dan tebal?

Ayudia kan kecil, meskipun tinggi.

"Kamu ada pesan-pesan sesuatu ke Linggar?" Tanya Uti Nur. Kali ini raut wajahnya sudah berubah semringah, padahal tadi masih menatap mereka layaknya musuh bebuyutan.

"Nggak, lagian Ayudia nggak tau kalau dia pergi ke kecamatan hari ini, Ti."

Uti Nur mangut-mangut, kalau bukan titipan, berarti inisiatif sendiri dong?

"Kamu Ndak mau menikah lagi apa, nduk? Sama Linggar aja, cocok." Celetuk Uti tanpa tedeng aling-aling.

"Ti! Yang bener aja deh," protes Ayudia. Bukan masalah dengan siapa sebenarnya, hanya saja Ayudia merasa belum waktunya untuk merajut kisah asmara lagi setelah pengkhianatan yang Haris lakukan padanya.

"Ya Ndak apa-apa, nduk. Lagian Linggar baik, meski lebih muda bukan berarti ndak bisa dewasa. Namanya laki-laki pasti ada naluri untuk memimpin,"

Iya iya, tapi masalahnya Ayudia belum siap di pimpin siapapun. Tolong!

"Apa sih, Ti. Kalau anaknya denger bisa salah paham loh,"

Uti Nur mau menjawab, tapi Linggar sudah keburu nongol dengan cengiran lebar. Tak lupa, di kedua tangannya terdapat banyak jinjingan.

Memang calon cucu menantu idaman.

"Linggar kebetulan dari kabupaten, Ti. Nggak sengaja di jalan lihat orang jualan semangka, sama ada Bakso juga buat mbak Ayudia ..."

Ayudia salut, bukan karena buah tangannya. Tapi karena Linggar tak menjahilinya di depan Uti Nur.

"Repot-repot kamu, Nang. Emang Ndak susah bawanya?" Linggar menggeleng. Dia mana perduli repot, asal bisa ngapel pujaan hatinya apapun dia terjang.

"Nggak Ti, kalau di tangan Linggar semuanya jadi serba mudah!" Sombong lelaki itu. Ayudia mencibirnya dalam hati, lalu setelahnya segera beristigfar sembari mengusap perutnya.

Jangan sampai gara-gara kekesalannya, anak Ayudia nanti jadi mirip Linggar.

Tidak apa-apa sih sebenarnya, soalnya Linggar lumayan tampan di balik kulit coklat eksotisnya. Tapi Ayudia tak mau membuat Linggar kepedean kalau itu benar-benar terjadi. Bisa di tuduh macam-macam pula!

"Mau di angetin dulu nggak?" Tawar Linggar. Lelaki itu menatap Ayudia dengan wajah biasa saja sebenarnya, tapi Ayudia menganggapnya lain.

Astaga! Dia, kamu bener-bener udah terjerat sama cowok prik ini!

"Nggak usah lah, males." Jawab Ayudia dengan sedikit gagap. Gara-gara itu juga Uti Nur menatap heran.

"Apa-apa males, apa-apa males. Gini ini yang katanya mau punya bayi, ngurus masalah sepele aja males!" Uti Nur mengomel.

Ayudia memejamkan matanya jengah. "Udah sih, Ti! Lagian apa bedanya si angetin atau nggak, bakal di makan juga masuk mulut,"

"Iya tapi kan beda rasanya! Kamu ini kalau apa-apa males gimana nanti kalau bayinya lahir?!" Kan, lagi-lagi Uti Nur menyangkut pautkan dengan bayi.

Karena kesal, capek sekaligus malu di omeli di depan Linggar. Ayudia membanting sendok, lalu meninggalkan ruang tengah menuju kamarnya.

"Ngambek ngambek! Di bilang gitu aja ngambek, ngurung kamar!"

Ayudia tak perduli, dia kesal dengan Uti Nur. Kenapa sih Nenek tua itu selalu mencari perkara dan menyalahkan Ayudia?

Memang apa salahnya kalau makan bakso tanpa di angetin, lagian ujung-ujungnya juga bakal jadi eek.

"Lihat Nang, begitu sifat aslinya Ayudia. Pokoknya harus ekstra sabar, di nasehatin sedikit langsung ngambek, di omong sedikit ngurung kamar!"

Karena jarak Ruang tengan dan kamar Ayudia memang tak begitu jauh, dia masih bisa mendengar segala ucapan Utinya yang menjelekkan dirinya. Ayudia menutup wajah dengan bantal, menangis.

Utinya tidak peka, kalau wanita hamil sangat perasa. Sama halnya dengan Ayudia, dia pun merasa begitu. Apalagi akhir-akhir ini dia sedang ingin bepergian, bosan di rumah terus, tidak ada yang bisa dia lakukan. Tanamannya yang pernah dia tanam juga tak kunjung tumbuh, membuat hatinya makin patah.

Kalau sudah sensitif begini, Ayudia tak bisa berhenti menangis. Semua hal yang membuatnya sedih berputar layaknya kaset rusak, saat Ayudia akhirnya tau kebusukan Haris, saat Ayahnya membuangnya ke kota ayu, saat Perceraiannya dengan Haris padahal dia sangat mencintai lelaki itu, lalu di hari ketika Ayudia tau dia sedang mengandung.

Semuanya terekam, terpotong-potong seperti puzzle yang belum tersusun rapi.

Padahal pemicunya sepele, tapi hati memang tak bisa di bohongi. Begitu juga luka yang tak bisa di tutupi.

###

Jangan lupa Like dan Komennya Guyss😁

1
@Biru791
ning belum up lagi
@Biru791
wah gak niat up lagi kah nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!