Abdi, pemulung digital di Medan, hidup miskin tanpa harapan. Suatu hari ia menemukan tablet misterius bernama Sistem Clara yang memberinya misi untuk mengubah dunia virtual menjadi nyata. Setiap tugas yang ia selesaikan langsung memberi efek di dunia nyata, mulai dari toko online yang laris, robot inovatif, hingga proyek teknologi untuk warga kumuh. Dalam waktu singkat, Abdi berubah dari pemulung menjadi pengusaha sukses dan pengubah kota, membuktikan bahwa keberanian, strategi, dan sistem yang tepat bisa mengubah hidup siapa pun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenAbdi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep.35
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Misi Sistem Ke 16...
Lagi..
Lagi...
Hujan turun deras membasahi kota Medan sejak subuh. Jalanan licin, lampu kendaraan memantul di genangan air seperti bintang-bintang jatuh di permukaan bumi. Di kamar Abdi, tablet di atas meja tiba-tiba menyala dengan cahaya biru lembut. Clara muncul sebagai hologram kecil duduk di ujung meja, kakinya menjuntai seolah ia benar-benar bisa merasakan sentuhan benda di dunia nyata.
"Abdi, bangun. Misi baru sudah tampil."
Suara Clara terdengar tenang, tapi ada sedikit keraguan di dalamnya.
Abdi yang masih terbungkus selimut hanya menggerutu.
"Clara, setidaknya biarkan aku hidup lima menit lagi tanpa misi atau kejar-kejaran digital."
Clara menghela napas dan meletakkan kedua tangannya di pinggang.
"Abdi, ini penting. Dan agak berbeda dari misi biasanya."
Abdi membuka satu matanya. "Berbeda bagaimana maksudmu? Jangan bilang ini perang cyber lagi. Aku baru pulih dari yang kemarin."
Clara mengubah bentuk hologram menjadi layar teks.
Di sana tertulis:
Misi Sistem Ke 16
Amankan Jejak Emosi Inti
Hadiah
Kemampuan Analisis Emosi
Abdi mengerutkan alis. "Jejak emosi inti? Itu maksudnya apa? Kayak terapi perasaan?"
Clara duduk bersilang kaki. "Secara singkat, ya. Tapi ini misi lapangan. Ada satu orang yang terhubung ke sistem tanpa sadar. Perasaannya memicu gangguan di jaringan kota. Kalau ia kehilangan kendali, gelombang sinyal digital bisa menyebabkan crash pada sistem lalu lintas, komunikasi, bahkan layanan kota."
Abdi duduk tegak sekarang, kantuk hilang.
"Siapa orang itu?"
Clara menampilkan foto seorang gadis. Rambut panjang hitam, wajah lembut, memakai jaket abu-abu, berdiri sendirian di trotoar hujan.
Nama yang terpampang adalah
Raina.
Abdi terdiam.
Wajah itu ia kenal.
"Kenapa harus dia..."
Suaranya merendah.
Clara menatapnya pelan.
"Dia adalah bagian dari masa lalumu, bukan?"
Abdi menelan ludah berat.
"Ya. Dia seseorang yang dulu aku tinggalkan. Tanpa penjelasan. Karena saat itu aku baru dapat tabletmu. Aku pikir aku bisa kembali nanti setelah semuanya tenang. Tapi... aku malah makin tenggelam di misi dan rahasia."
Clara menunduk.
"Aku minta maaf, Abdi. Aku tidak tahu misi ini akan berkaitan dengan seseorang yang berarti bagimu."
Abdi berdiri, mengambil jaket hitamnya.
"Kalau ini soal dia, aku akan pergi. Kita harus menyelesaikannya."
Clara melayang di sampingnya saat ia keluar rumah dan berjalan menembus hujan.
"Abdi, misi ini bukan hanya menghentikan gangguan sinyal. Ini tentang perasaan manusia yang sedang terluka. Kau harus bicara dengannya. Dengan jujur."
Abdi mendengus kecil.
"Jujur itu hal paling sulit."
Clara membalas dengan suara lembut.
"Tapi bagian itu yang paling menyelamatkan."
Mereka tiba di pusat kota. Raina terlihat berdiri sendirian di halte bus yang sepi, hujan benar-benar membungkus dunia. Air menetes pelan di ujung rambutnya. Ia tampak tersesat bukan secara fisik, tapi di dalam dirinya sendiri.
Abdi mendekat perlahan.
"Raina..."
Gadis itu menoleh. Matanya berwarna gelap, tapi ada sesuatu yang bergetar di dalam sana.
"Abdi? Aku kira aku sedang halusinasi."
Abdi berdiri di depannya, payung di tangan, meski ia sendiri basah dari ujung rambut sampai sepatu.
"Aku minta maaf lama sekali tidak menghubungimu. Banyak hal terjadi."
Raina tersenyum pahit.
"Ya, aku tahu. Dunia tetap berputar meskipun seseorang tidak ada lagi."
Clara muncul pelan dalam bentuk hologram kecil di pundak Abdi, hanya dapat dilihat olehnya.
"Abdi, sinyal emosinya meningkat. Kalau tidak stabil, gelombangnya bisa mencapai jaringan lalu lintas 5G di radius dua kilometer."
Abdi menjawab pelan tanpa suara bibir, hanya lewat pikiran.
"Aku tahu. Aku akan coba bicara."
Abdi mengulurkan payungnya ke arah Raina.
"Kau pasti kedinginan."
Raina memandang payung itu, lalu memandang Abdi.
"Dulu kau selalu melakukan itu. Menawarkan perlindungan, lalu pergi tanpa penjelasan. Abdi... bagaimana bisa aku mempercayaimu lagi?"
Hujan makin deras, tapi suara mereka justru terasa semakin jelas.
Abdi menarik napas panjang.
"Aku tidak punya jawaban sempurna. Tapi aku di sini sekarang. Aku datang karena aku peduli. Karena aku belum selesai meminta maaf."
Raina menunduk. Tetesan air mengalir dari pipinya, tidak jelas itu hujan atau air mata.
Clara berbisik di telinga Abdi.
"Emosi turun 12 persen. Lanjutkan. Tapi jangan terlalu serius. Dia butuh kehangatan, bukan tekanan."
Abdi tersenyum pelan.
"Raina, aku juga masih ingat hal yang paling tidak masuk akal tentangmu."
Raina mengangkat alis.
"Apa?"
"Kau selalu makan mie instan pakai sendok, bukan garpu. Katamu biar adil, satu suap mie, satu suap kuah."
Raina terdiam tiga detik.
Lalu ia tertawa.
Tawa itu kecil, hangat, rapuh, tapi nyata.
Clara bersorak kecil.
"Emosi stabil. Gelombang digital menurun. Lanjutkan dialog ringan."
Abdi merasa lega.
"Tapi serius, itu cara makan paling filosofis yang pernah aku lihat dalam hidup."
Raina mengusap matanya.
"Kau masih sama, ya. Selalu tahu cara membuat orang tersenyum di tengah badai."
Tetapi tepat ketika suasana mulai mencair, petir digital muncul di langit.
Jalur listrik kota berkedip.
Clara berubah serius.
"Abdi, masalahnya belum selesai. Ada gangguan eksternal. Seseorang sedang mencoba memanfaatkan emosi Raina dari jarak jauh."
Abdi memutar tubuh cepat.
"Arcanum?"
"Tidak. Tapi kemungkinan bagian sisa sistem mereka."
Raina menatap Abdi bingung.
"Apa yang sedang terjadi sebenarnya? Kau bicara dengan siapa?"
Abdi menatap matanya.
"Aku akan jelaskan semuanya. Tapi pertama aku harus menjaga keselamatanmu."
Arah angin berubah. Suara drone terdengar dari langit.
Tiga unit drone hitam melayang mendekat, kamera merah menyala.
Abdi meraih Raina dan menariknya ke tempat teduh di bawah balkon ruko.
"Pegang erat. Jangan lepaskan."
Raina memegang lengan Abdi.
"Aku tidak akan pergi kali ini."
Clara menghitung cepat.
"Abdi, energi sistemmu 64 persen. Kita bisa melumpuhkan mereka kalau kau sinkron dengan modul analisis emosi. Raina harus membantumu. Dia harus bicara."
Abdi menoleh pada Raina.
"Raina, dengarkan aku baik-baik. Apa pun yang terjadi, tetap lihat mataku. Jangan takut."
Raina menatapnya dengan napas gemetar.
"Aku percaya."
Abdi mengangkat tablet. Cahaya biru muncul dari permukaan layarnya, mengalir ke udara seperti tarian cahaya hidup.
Drone-dronenya menembakkan sinyal gangguan.
Clara berteriak.
"Sinkronisasi emosi! Sekarang!"
Raina meletakkan tangannya di dada.
"Abdi... aku tidak pernah membencimu. Aku hanya... menunggu alasan untuk memaafkanmu."
Cahaya biru menyebar lebih cepat.
Energi sistem menyatu.
Drone-dronenya meledak satu per satu dalam percikan listrik.
Hujan berhenti.
Sunyi.
Abdi dan Raina masih berdiri saling berhadapan, begitu dekat hingga mereka bisa mendengar detak jantung satu sama lain.
Raina berbisik.
"Abdi... apa yang kau perjuangkan selama ini?"
Abdi menjawab pelan.
"Aku berjuang untuk masa depan yang tidak membuatku kehilanganmu lagi."
Clara melayang di atas mereka, tersenyum kecil.
"Misi Sistem Ke 16 selesai."
Tablet menampilkan pesan:
Hadiah
Kemampuan Analisis Emosi
Raina menatap Abdi.
"Jadi... apa ini berarti kau tetap tinggal?"
Abdi menjawab sambil menatap langit yang mulai cerah.
"Kalau kau masih menginginkan aku di sini... aku tidak akan pergi lagi."
Raina menunduk pelan, pipinya berwarna merah lembut.
"Aku akan memikirkan jawabannya... tapi kau boleh berjalan di sampingku sampai aku menemukan jawabannya."
Abdi tersenyum lebar seperti matahari.
"Itu cukup. Untuk saat ini, itu lebih dari cukup."
Mereka berjalan pelan di jalan basah, Clara mengikuti sambil bersenandung lagu yang terdengar seperti melodi hujan yang baru saja berhenti.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
kalau boleh kasih saran gak thor?
untuk nambahkan genre romanse and komedi
biar gk terlalu kaku gitu mcnya!!