Mirai adalah ID game Rea yang seorang budak korporat perusahaan. Di tengah stress akan pekerjaan, bermain game merupakan hiburan termurah. Semua game ia jajal, dan menyukai jenis MMORPG. Khayalannya adalah bisa isekai ke dunia game yang fantastis. Tapi sayangnya, dari sekian deret game menakjubkan di ponselnya, ia justru terpanggil ke game yang jauh dari harapannya.
Jatuh dalam dunia yang runtuh, kacau dan penuh zombie. Apocalypse. Game misterius yang menuntun bertemu cinta, pengkhianatan dan menjadi saksi atas hilangnya naruni manusia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaehan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Clan
Part 35
Ren teringat sesuatu lalu bertanya pada Sky. “Selama gue gak ada, apa ada R5 yang nyari gue?”
Senyum tengil Sky tersungging. “Banyak!”
“Clan besar apa kecil?”
“Dua-duanya.”
Ren memajukan bibir seperti menimbang sesuatu. “Mau ngapain mereka nyari gue?”
“Itu dia yang juga mau gue omongin.” Sky mendekat seperti enggan ada orang yang mendengar masalah ini. “Ada dua belas clan kecil pengen merger clan sama kita. Kalo yang clan besar ada dari Tiger Claw yang nyari lo buat mastiin apa kita udah merger apa belom.”
Ren berdecak. “Kalo mau merger clan kenapa gak bikin sendiri aja. Kenapa harus ke kita?”
“Mereka maunya lo yang jadi R5-nya.”
“Males gue. Ngurus kalian aja gue dah repot apa lagi mesti nambah anggota. Lagian kita gak bakalan menetap di sini juga. Mereka mau merger kan ngarepnya bisa bersaing sama Tiger Claw sama Gold God. Gue yang ditunjuk jadi R5 juga bakal ditekan buat bersaing sama dua clan besar itu buat urusan pembagian kekuasaan. Kekuasaan apaan dah di dunia kek gini. Masih aja mikir hal yang gak penting. Seharusnya yang dipikirin gimana kita masih hidup sampai nemu jalan keluar dari neraka sialan ini.”
Sky terkikik kecil. Sudah sangat paham bagaimana watak leader-nya. Itulah yang disukainya dari Ren. Punya pemikiran sendiri dan tidak mudah dimanipulasi. Ia seorang alpha sejati. “Gue sih ikut aja apa kata lo.” Tapi Sky jadi tersadar sesuatu. “Kok lo tau sih R5 pada nyariin lo?"
“Tadi Xue Lan dari Gold God nanya sama gue.”
“Eh, si cewek stocking itu?”
Kali ini Ren yang terkikik teringat julukan yang diberikan untuk Xue Lan. Dia salah satu spender kuat di Gold God. Dan cukup lama menggunakan foto cewek seksi berstocking hitam. Dikiranya foto profil itu hanya kamuflase saja menutupi gender aslinya sebagai pria. Ternyata memang itu fotonya sendiri. Ren mendengus. Banyak hal yang tidak jelas di dunia ini. Bahkan para player yang terpanggil pun tidak semuanya mudah ditangani. Menghadapi mayat hidup saja sudah taruhan nyawa, sekarang menghadapi manusianya juga harus taruhan mental. Melelahkan. “Kalo mereka datang lagi suruh ngomong sama gue aja.”
“Okeh!”
Setelah berlanjut pada sedikit pembahasan mengenai masalah internal clan, barulah keduanya masuk ke dalam rumah. Di ruang tengah, para anggota masih berkumpul. Lampu ruangan temaram, membuat suasana jadi lebih intim dan tenang. Suara obrolan perlahan mereda ketika mereka melihat ekspresi serius leader-nya.
Ren berdiri di depan mereka, menyapu pandangan ke seluruh ruangan. "Sekarang cuma kalian kan yang ada di base?" tanyanya.
Semuanya hanya mengangguk.
"Ada yang mau gue sampein soal job Mirai," tukas Ren.
"Apaan?” tanya Emping bingung.
Ren mengambil napas pendek sambil mengusap tengkuknya yang tegang. "Gue harap cukup kalian aja yang tau apa job Mirai sampai kita nemu shelter baru. Atau kalian lebih suka menetap di sini?"
Semua orang saling pandang dengan eskpresi bingung. Apa hubungannya job Mirai dengan tetap tinggal di sini?
Emping yang impulsif lebih cepat menjawab dari yang lain. "Gue sih ogah. Males banget ngadepin anak-anak Clan Gold God sama Tiger Claw. Banyak yang toksik."
"Yaa, elu sih cari ribut mulu ama mereka," timpal Zoro setengah mencibir.
"Mereka duluan yang nyindir-nyindir. Udah gitu, ngeselinnya, suka tiba-tiba ngerebut area yang kita temuin. Itu gak sekali dua kali, sering. Mentang-mentang anggota mereka banyak jadi semena-mena asal serobot tempat temuan kita," cecar Bagong penuh kekesalan.
Yah, itulah alasan Ren lebih memilih memiliki shelter sendiri. Terlalu banyak gesekan antar clan, terutama di area pencarian logistik. Di beberapa pertemuan antar R5 minggu lalu, ia sudah mengangkat persoalan ini, tapi belum mendapat penyelesaian. Pelaku selalu berdalih bahwa kebutuhan mereka lebih besar karena menanggung lebih banyak perut. Karena dua clan itulah, banyak clan lain mulai meniru tindakan serobot logistik seenaknya. Makanya ia malas mengikuti rapat berikutnya hingga sampai perawat cantik itu menegurnya tadi.
"Kemarin Clan Last Warrior marah-marah di depan kapital. Gudang logistik mereka kebobolan. Mereka nuduh Clan Crimson yang ngambil," cerita Emping, seolah tak kehabisan bahan gosip.
"Trus gimana?" tanya Bagong penasaran.
"Diketawain doang. Kagak punya bukti."
“Susah udah itu. Relain aja kalo gitu mah,” komentar Vanessa.
Meski shelter ini sedang dalam proses pembangunan, kebobrokan sistem dan konflik antar kelompok sudah tampak nyata. Ren enggan tenggelam terlalu dalam. Sebelum clannya terkena jebakan, akan lebih bijak bila mereka cepat pergi.
"Nah karena kita sepakat cabut, gue minta tutup mulut kalian dulu soal job Mirai ke siapa pun. Termasuk ke anggota yang belum tau. Bilang aja job dia koki. Gue usahain dalam minggu ini nemuin shelter yang layak. Jadi minggu depan kita bisa cabut dari sini. Gimana ntaran di luar sana kalian bentrok, gak usah ragu kalo mau ngehajar mereka. Toh kita bukan bagian dari shelter ini lagi. Tapi inget, tau diri. Kalo gak kuat jangan belagu. Kabur aja."
"Widiiiiw, ane suka yang begini, nih! Anti menye-menye," celetuk Royal semangat.
"Tapi kenapa mesti dirahasiain? Jujur gue bingung," ungkap Emping polos.
"Biar Mirai gak ditahan di rumah sakit. Soalnya mereka badan independen. Jadi mereka pasti bakal pakai alasan kemanusiaan buat ngerebut Mirai. Kan udah kejadian juga waktu Clan Shirohige mau keluar, empat dokter sama enam perawat mereka gak dibolehin keluar shelter gara-gara banyak pasien yang butuh. Akhirnya Clan Shirohige batal pindah shelter dari pada gak ada dokter. Yah, namanya juga kita isekai ke game brutal kek gini, yang namanya luka, cedera, sakit itu pasti ada aja kejadiannya," jelas Sky bernada lebih serius.
"Oh! Oke, gue paham! Ini penting banget ternyata!" seru Emping.
"Jadi kalian udah paham semua ya!Gue harap info ini gak bocor. Kalo sampe bocoooooor ...." Ren mengangkat tangannya dan membuat isyarat mengiris leher dengan jempol. "Pasti salah satu dari kalian pelakunya."
"Siap kapten!" sahut mereka serempak.
Ren melirik Sky yang langsung mengangguk, mengerti makna tatapan itu.
"Yuna urusan gue," ucap Sky mantap.
"Baguslah. Gue capek. Mau tidur. Besok banyak yang mesti dikerjain," ujar Ren, lalu berbalik menuju kamar pria. Dilempar tubuhnya ke sleeping bag, menarik napas panjang sebelum akhirnya memejamkan mata. Malam ini ia ingin benar-benar tidur nyenyak, karena besok harus perang mental meyakinkan orang pencatatan sipil. Weeeeh, gue paling gak suka bohong. Tapi gimana lagi.
Paginya Ren duduk di meja makan, sarapan roti canai dan telur goreng buatan Venessa. Segelas teh hangat ikut menemaninya. Hanya ia dan koki itu yang sudah bangun, sisanya masih enak bermimpi di kamar.
Tak lama Mirai turun setengah mengantuk, sepanjang malam ia harus mendengarkan celotehan Yuna yang isinya lebih banyak keluhan terhadap setiap penghuni di rumah ini. Begitu masuk ke dapur Vanessa langsung menyambutnya dari dekat kompor karena masih banyak sarapan yang harus dibuat.
"Pagiiii, Queeeen!" sapanya ceria.
Berkat hal itu kesadaran Mirai kembali sempurna. "Pagi, Van," jawabnya singkat lalu tak sengaja bertatapan dengan Ren yang sedang duduk mengunyah. Seketika wajahnya memerah teringat insiden semalam. "Pa-pagi, Ren," sapanya lemah seperti orang yang kalah di peperangan.
Melihat reaksi itu Ren jadi ikut malu. Kenapa gitu sih rekasinya? Gue jadi inget lagi kan tuh! Wajahnya merah dan ia pun tersedak. "Uhuk! Pagi! Huk!" Dipukul pelan dadanya lalu meminum teh.
"Eh, sorry! Gue bikin lo kaget ya?" tanya Mirai panik. Ren lekas menggeleng.
"Woilaaah, pagi-pagi udah ada aja percikan api-api asmara," celetuk Vannesa.
"Jan ngaco! Huk, huk," bantah Ren yang masih terbatuk. Mirai pun lekas mendekat dan menepuk-nepuk punggungnya. "Maka- eh?" Saat menoleh untuk berterima kasih, wajahnya tertubruk gundukan kenyal yang membuatnya hampir setengah terbenam.
Mirai terpekik kecil. "Kyaaa!" Lalu mundur selangkah.
Ren tercekat, baru menyadari apa yang terjadi. "So-sorry! Gak sengaja!"
"I-iya gapapa." Mirai tak tahu lagi harus berkata apa, memang itu tidak disengaja.
"A*jiiiiiiing. Dah lah. Gue keluar aja," canda Vanessa yang merasa kesal sekaligus iri.
"Gak! Gak usah! Gue aja yang keluar. Gue dah selesai," tukas Ren. "Lo sarapan aja dulu. Gue tunggu di depan," lanjutnya pada Mirai sambil bangkit dari duduk dan buru-buru menghabiskan tehnya.
Setelah Ren pergi baru Mirai duduk di kursi sembari mendengar Vanessa yang tertawa terbahak. Dilihatnya sisa makanan Ren yang masih banyak. "Jadi gak enak. Padahal dia belum selesai sarapan," ujarnya sedih.
"Malu dia itu. Grogi. Pahamin aja, bocah masih perjaka. Lagian orangnya tahan lapar kok, hahaha."
Dahi Mirai berkerut. "Tau dari mana dia masih perjaka?"
"Kagak pernah pacaran dia. Kalo soal cewek hokinya jelek, hahaha."
Mirai bertopang dagu memikirkan betapa sulit dipercaya kalau pemuda seperti Ren kesulitan mendapatkan hati perempuan. Vanessa meletakkan sepiring sarapan yang serupa, lalu membereskan sisa makanan Ren. "Makasih."
"Kembali kasih. Mau minum apa, Queen? Teh? Kopi?"
"Kopi aja."
“Siap, Queeen!”
Padahal akan lebih menyenangkan bila mereka sarapan bersama. Sebab sudah lama ia tidak merasakan kehangatan pagi hari di tempat yang tenang dan damai. Matanya melayang ke jendela, menikmati cahaya pagi yang berkilaua lembut. Ia harap hari ini bisa menemukan Nero bersama tim ekspedisi Ren.