Erina (29th) dipaksa Ayahnya bercerai dari suaminya. Erina dipaksa menikah lagi untuk menebus kesalahan Ayahnya yang terbukti telah menggelapkan uang perusahaan.
Agar terbebas dari hukuman penjara, Erina dipaksa menikah dengan Berry, seorang CEO dari perusahaan ternama tempat Ayahnya bekerja.
"Tolong Nak. Ayah tidak ada pilihan lain. Bercerai lah dengan Arsyad. Ini jalan satu-satunya agar ayahmu ini tidak masuk penjara," Wangsa sangat berharap, Erina menerima keputusannya,
"Tinggalkan suamimu dan menikahlah denganku! Aku akan memberimu keturunan dan kebahagiaan yang tidak kau peroleh dari suamimu." pinta Berry tanpa peduli dengan perasaan Erina saat itu.
Bagaimana Erina menghadapi polemik ini? Bagaimana pula reaksi suami Erina ketika dipaksa bercerai oleh mertuanya sebagai syarat agar Erina bisa menikah lagi?
Yuk baca kisah selengkapnya, seru dan menegangkan! Happy reading!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35 Usaha untuk Kabur
Razan memindai gudang yang cukup luas. Kedua tangannya masih terikat, namun dia bersyukur kakinya tidak diikat oleh kedua penjahat itu.
Ruangan yang tertutup itu terasa pengap karena tidak ada ventilasi udara sedikit pun.
"Aku bisa mati sia-sia jika berlama-lama di tempat ini. Ya Allah bantu aku untuk menemukan sesuatu yang bisa ku jadikan alat agar bisa keluar dari tempat ini," harapnya cemas.
Peluh di keningnya keluar tanpa henti. Razan tidak terbiasa dengan kondisi ruangan yang terasa pengap dan panas. Dalam keseharian Razan selalu berada di ruangan yang adem dan sejuk karena fasilitas rumah yang sangat memadai.
Keringat di punggungnya pun mulai mengucur. Tubuhnya hampir tidak berdaya dengan kondisi yang seperti itu.
Matanya melihat sesuatu yang bisa ia pecahkan untuk membuka tali yang mengikat kedua tangannya. Ia mengambil sebuah botol bir kosong dengan kedua tangannya yang masih terikat. Lalu ia pecahkan dengan sekali hentakkan. Dengan susah payah ia terus mencoba untuk membuka tali tersebut.
Street!
Street!
Street!
Dengan sekuat tenaga, Razan melepas tali tersebut.
Yap!
"Alhamdulillah...." dengan cepat Razan melepaskan tali yang melilit di kedua tangannya lalu membuka kain yang membungkam mulutnya.
Secepatnya dia mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk membuka pintu tanpa kunci. Akalnya mulai berpikir jernih untuk mencari cara yang paling mudah membuka pintu yang dikunci. Ingin mencari tahu caranya lewat ponsel namun ternyata ponselnya kehabisan daya.
"Ck...duh ada saja masalahnya. Kenapa sih kamu mati di saat yang tidak tepat?" Razan memandangi ponsel sambil merutukinya. Seraya menghela nafasnya dalam-dalam, lalu menyimpan ponsel tersebut ke dalam saku celananya.
Netranya terus memindai sekeliling, berharap ada titik terang yang dia temukan saat itu. Dia mendekati beberapa barang yang sudah tidak terpakai lagi. Dari tumpukan kardus, dia melihat beberapa jepit rambut warna hitam yang bisa digunakan untuk mencongkel pintu. Wajahnya berbinar senang. Hatinya sedikit lebih tenang.
Razan hanya memerlukan 2 jepit rambut (bobby pin) untuk melakukan aksinya. Satu jepit rambut berfungsi sebagai pencungkil, sedangkan satu jepit rambut lainnya akan dipakai sebagai tuas yang digunakan untuk memutar kunci. Razan tidak ingin melewati kesempatannya untuk bisa keluar dari tempat yang pengap tersebut. Dia melakukan proses tersebut dengan sedikit kesabaran.
Hal pertama yang dia lakukan adalah dengan membongkar jepit rambut dan membengkokkannya sampai sudut 90 derajat. Benda ini akan dipakai sebagai pencungkil untuk membuka kunci pintu.
Setelah berhasil membengkokkan jepit rambut tersebut, seraya melepaskan karet di ujung jepit rambut yang lurus dengan menggunakan gigi dan kukunya.
Razan mulai mencoba dengan menusukkan ujung jepit rambut yang rata ke bagian atas lubang kunci, lalu membengkokkan sisanya sampai masuk ke gagang pintu.
Langkah akhir dengan cara membengkokkan ujung jepit rambut lainnya untuk membuat tuas pengungkit. Hal ini mempermudah memutar kunci yang sudah dicungkil.
Klik!
"Alhamdulillah..." ucapnya dengan rasa syukur.
Razan memutar knop pintu secara perlahan, mengintip keadaan yang ada di luar gudang. Telinganya ia condongkan ke daun pintu untuk mendengar percakapan dua orang yang mengaku dirinya sebagai polisi.
"Rik...tungguin, gue mau ke belakang dulu, kebelet nih. Ingat ga usah lengah!" titah Acun pada Burik yang berjaga di depan gudang tempat penyekapan Razan.
"Tenang aja. Toh pintu dikunci rapat. Anak ingusan itu engga bakalan kabur. Yang ada mati dia karena kehabisan udara. Secara pengap sekali di dalam," jelas Burik menganggap enteng.
"Hust! Jangan didoain mati. Bisa berabe. Bisa masuk bui kita," ujar Acun menempelkan telunjuknya di bibir.
Burik tertawa lepas, "Udah sana katanya mau boker! Malah nyerocos terus kayak manuk beo."
Tanpa menjawab Acun berlari sambil memegang perutnya yang terasa mulas. Sementara Burik tertawa terpingkal-pingkal melihat kekonyolan temannya itu.
Hoaaaaam!
Burik menguap sambil sesekali melihat ke kiri dan ke kanan berharap situasi sekelilingnya aman. Setelah melihat tidak ada sesuatu yang mencurigakan, dia pun duduk dengan selonjoran kaki di atas bangku lainnya. Kedua tangannya dilipat, tubuhnya bersandar di bangku. Matanya ia pejamkan, hawa ngantuk jelas terasa tepat dipukul 01.00 WIB.
Razan mengintip pelan pemandangan yang ia lihat langsung di depan gudang. Situasi tersebut baginya sangatlah aman. Dia merasa ini kesempatan yang baik untuk bisa kabur dari penyekapan. Seraya berjalan mengendap menuju pintu keluar.
"Sial! Kenapa pintunya dikunci juga,?" monolognya dalam hati.
Razan kembali ke depan gudang, seraya mengendap menghampiri Burik yang tengah tertidur berharap kunci depan ada pada si Burik.
Razan langsung menyembunyikan tubuhnya di balik tembok manakala melihat pergerakan tubuh Burik yang menggeliat dengan mata terpejam. Hal itu membuat Razan merasa khawatir. Dia tidak bisa membayangkan perlakuan mereka jika dirinya sampai ketahuan berusaha untuk kabur.
Matanya liar menatap sekeliling, perlahan tangannya meraih kunci yang menggantung di sudut tembok atas tempat duduk si Burik.
Hap!
Perasaan lega terpancar di wajahnya. Posisi aman masih berpihak padanya setelah meraih kunci tersebut.
Masih mengendap menghampiri pintu depan. Seraya langsung memasukkan kunci pada lubangnya. Dan.... Alhamdulillah.
"Apa itu?" tanya seorang lelaki yang secara langsung mendengar suara yang mencurigakan.
Sebelum ketahuan dirinya kabur, Razan mempercepat langkahnya untuk keluar dari tempat tersebut.
"Hai siapa itu?"
Acun memastikan penglihatannya tidak salah dengan membuka pintu gudang.
"Buriiiik kamu tuh ya!"
Burik yang mendengar langsung kaget saat namanya disebut dengan lantang, dia mendapat pukulan di pahanya.
"Ada apa sih?" tanya Burik dengan mata yang masih ngantuk, sesekali menguap.
"Ada apa...ada apa. Anak ingusan itu berhasil kabur oon!" jelas Acun marah.
"Ah masa sih? Kan dikunci?" tanya Burik tidak percaya, dia langsung menuju gudang.
Ternyata...
Dia terhenyak manakala mengetahui fakta yang terjadi.
"Terus gimana?" tanya Burik masih linglung.
"Ya kita cari Oon. Bisa- bisa kita ga dapat apa-apa dari si bos. Lebih parahnya lagi kita bisa digantung!" ujar Acun kesal.
"Jangan nakut-nakutin dong, aku belum mau mati. Aku belum ngerasain kawin."
Acun menghela nafasnya dalam-dalam. Tidak habis pikir, disituasi yang genting masih memikirkan kawin.
"Kita cari kemana?" tanya Burik memindai pekarangan yang sepi. Hanya suara angin yang cukup kencang menusuk kalbu.
"Elo cari sebelah timur, gue yang cari sebelah barat!" atur Acun tegas.
Burik bergeming.
"Tapi Cun, ini gelap banget. Kita cari barengan aja ya!"
Acun geram dengan ketakutan yang dialami Burik. Tidak bisa ditutupi juga, sebenarnya Acun pun takut dengan keadaan hutan di tengah malam begini. Tanpa berpikir lagi Acun pun mengiyakan untuk bisa mencari keberadaan Razan berdua.
"Razan...Razan keluar lah! Kita ga akan marah kok." ucap Burik lantang.
"Razan...Razan di mana kamu!" teriak Acun tidak kalah lantang.
Panggilan itu tidak ada yang didengar oleh telinga Razan yang terus berlari meninggalkan tempat yang mengerikan tersebut.
"Ya Allah tolong Razan..." ucapnya lirih, di sisa tenaga yang ada.
Nahh temui aja.. ntar keburu di dekatin orang lainn
cerdik kau zannn😀