Ellena Anasya Dirgantara, putri tunggal keluarga Dirgantara. Tapi karena suatu tragedi kecelakaan yang merenggut nyawa sang ayah, Ellen dan bundanya memutuskan untuk pindah kekampung sang nenek.
Setelah tiga tahun, dan Ellen lulus dari SMA. Ellen dan bundanya memutuskan untuk kembali ke kota. Dimana kehidupan mereka yang sebenarnya sebagai keluarga Dirgantara.
Dirgantara, adalah perusahaan besar yang memiliki banyak anak cabang yang tak kalah sukses nya dari perusahaan pusat.
Kini bunda Dian, orang tua satu-satunya yang dimiliki Ellen, kembali ke perusahaan. Mengambil kembali tongkat kepemimpinan sang suami. Selama tiga tahun ini perusahaan diurus oleh orang kepercayaan keluarga Dirgantara.
Ellen harus rela meninggalkan laki-laki yang selama tiga tahun tinggi didesa menjadi sahabat nya.
Apakah setelah kepindahannya kembali ke kota Ellen akan menemukan laki-laki lain yang mampu mencuri hatinya atau memang sahabat nya lah yang menjadi tambatan hati Ellen yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
On The Way
Akhir pekan pun tiba. Seperti yang sudah mereka janjikan, kalau weekend ini akan menghabiskan liburan mereka di desa neneknya Ellen. Desa dimana Ellen menetap selama tiga tahun kemaren.
Sebelum berangkat mereka kumpul dirumah Ellen. Menunggu semua yang ikut datang.
"Pagi banget lo. Gue aja belum siap-siap." Pagi-pagi sekali Zelin sudah sampai dirumah nya. Mereka tak jadi berangkat Jum'at sore seperti rencana awal.
"Ini tuh namanya semangat. Gue excited tau untuk liburan kita kali ini."
"Excited karena pergi nya bareng cowok cowok kan lo." Ellen sudah bisa menebak tabiat sahabat nya yang satu itu.
"Hehe, tau aja lo Len." Zelin menyengir, menampakkan gigi putih nya.
"Kalau bukan karena gue kangen sama Zean, nggak mungkin gue mau pergi bareng kak Arvan."
"Oh ya, ngomongin tentang Zean, dia tau nggak kalau kita mau kesana?." Tanya Zelin.
"Nggak. Gue sengaja nggak kasih tau dia. Gue mau kasih surprise. Udah ah, lo disini dulu gue mau mandi." Ellen mengambil handuk lalu masuk kedalam kamar mandi.
Bukan Zelin namanya kalau betah berdiam diri. "Dari pada bengong nungguin Ellen, mending gue godain calon masa depan gue." Zelin beranjak dari kamar Ellen, sudah pasti bakal gangguin Arya.
Tadi, pas dia baru sampai dirumah Ellen, Zelin melihat Arya sedang olahraga ringan di taman samping rumah.
Taman tempat Arya olahraga terlihat jelas dari rumah tamu. Jadi Zelin hanya duduk manis disofa, bertopang dagu sambil melihat Arya yang sedang angkat barbel. "Ganteng banget Tuhan ciptaan Mu. Tinggi, putih, hidung mancung, ganteng, mandiri, pinter cari uang lagi." Puji Zelin.
"Ekkhmmm. Kayaknya taman tante indah banget ya." Tiba-tiba bunda Dian datang, membawa sepiring cake ditangan nya lalu duduk disebelah Zelin.
"Taman nya emang indah tan, tapi yang itu lebih indah." Seperti nya Zelin belum sepenuhnya sadar, buktinya saja jawabannya masih nyeleneh.
"Ooh, jadi yang indah itu Arya?."
Zelin menoleh dan kaget. "Lah, tante? Kapan duduk disini?."
"Sejak kamu lihatin anak tante itu." Bunda Dian menunjuk kearah Arya yang terlihat masih fokus dengan olahraga nya.
"Hehe." Zelin mengangguk tengkuknya yang tak gatal. "Maklum lah tan. Nasib jomblo, mas Arya juga baru putus kan?."
"Iya, lagi galau tuh dia."
"Masa sih tan? Zelin lihat mas Arya biasa-biasa aja tuh."
"Arya emang gitu orang nya. Seberat apapun masalahnya, dia akan berusaha menutupi serapi mungkin. Dia nggak mau orang-orang disekitarnya tau kalau dia sedang sedih atau lagi ada masalah."
"Zelin salut sama mas Arya, tapi Zelin lebih salut sama tante."
"Kenapa?."
"Tante sangat menyayangi mas Arya yang notabene nya bukan siapa-siapa dikeluarga ini. Zelin bisa melihat ketulusan itu dimata tante. Begitu juga mas Arya. Dia sangat sayang sama tante dan Ellen seperti ibu dan adiknya sendiri."
"Setelah kepergian ayahnya Ellen, Arya memang berperan penting di kehidupan kami. Coba aja nggak ada Arya, mungkin perusahaan peninggalan ayah nya Ellen sekarang udah bangkrut. Apalagi dimasa terpuruk tante sama Ellen, Arya lah yang mati-matian mengurus kita dan perusahaan."
"Mas Arya emang dikirim Tuhan dalam kehidupan tante dan Ellen menggantikan om Dimas."
"Karena itu sayang, tante berharap sama Tuhan suatu saat Dia memberikan perempuan yang bisa mengerti Arya. Mencintai Arya dengan segala kesederhanaan yang dia miliki, bukan cuma mengincar harta."
"Tante tenang aja. Mas Arya orang yang baik, pasti nanti dapat jodoh nya baik juga." Ucap Zelin. Bisa diajak ngobrol serius juga ya lo Zel.
"Mungkin kayak yang lagi ngobrol sama tante ini." Baru aja dipuji, udah ngelantur aja Zel Zel.
"Nggak cocok mas Arya sama lo." Sela Laura yang ternyata mendengar obrolan bunda Dian dan Zelin.
"Yee, ganggu suasana aja lo. Nggak liat nih gue lagi coba ambil hati calon ibu mertua." Zelin melempar bantal sofa kearah Laura.
"Ambil hati anaknya dulu, baru lo deketin ibu nya."
"Oke, dengan senang hati." Dengan semangat empat lima Zelin berdiri.
"Mau kemana lo?." Tanya Laura.
"Katanya mau ambil hati anaknya."
"Nggak sekarang ege. Noh kak Arga sama kak Naren diluar udah nungguin."
"Lo datang bareng mereka?."
"Iyaa. Mereka nggak tau alamat sini. Makanya tadi bareng. Ellen mana?." Tanya Laura.
"Dikamar, lagi siap-siap dia."
"Teman-teman nya suruh masuk aja Lau. Kalau nungguin Ellen pasti lama." Ucap bunda Dian.
"Udah tan, tapi nggak mau. Lagi diteras tuh ngobrol sama mas Arya tadi." Ucap Laura.
"Lah, kok bisa? Bukannya mas Arya..." Zelin menoleh kearah taman, ternyata Arya tak lagi disana.
"Hai guys, sorry ya lama. Udah datang semua belum?." Tanya Ellen yang baru saja turun dari lantai dua kamar nya.
"Baru kita sih, sama ada kak Arga sama kak Naren juga diluar." Jawab Ellen.
"Kak Arvan?."
"Tadi kata kak Arga masih dijalan."
"Ya udah lah ayo kita keluar." Ajak Ellen.
"Lah, kalian bawa mobil sendiri-sendiri?." Tanya Zelin begitu mereka keluar dari rumah.
"Iyaa. Jauh kalau dijemput dulu." Jawab Arga.
"Kak Arvan juga bawa mobil sendiri?." Tanya Ellen.
"Ya iyalah Ellen sayang. Nggak mungkin kan Arvan jalan kaki dari rumah nya kesini." Jawab Naren.
Tak lama, Arvan datang tak lupa bertegur sapa dengan Arya yang masih asik ngobrol dengan Arga dan Naren.
"Lama banget lo. Nggak lihat udah jam berapa sekarang." Protes Ellen.
"Jam 09.00." Jawab Arvan dengan santainya.
"Kita janjian jam berapa?."
"Halah telat setengah jam doang. Jakarta macet kali."
"Udah udah. Jangan ribut dulu kalian. Bisa nggak sih, sekaliii aja kalian berdua akur." Ucap Zelin.
"Nggak." Jawab Arvan dan Ellen kompak.
"Sebelum berangkat, kita mau pake berapa mobil nih?." Tanya Laura.
"Mobil gue aja, terserah satunya lagi mobil siapa." Ucap Arvan.
"Mobil gue aja deh." Ucap Naren.
"Jadi tiga di mobil Arvan, tiga di mobil Naren ya." Ucap Arga.
"Gue bareng Laura dimobil lo ya Ren." Ucap Arga, merangkul bahu Naren.
"Ogah banget gue. Masa gue jadi obat nyamuk."
"Gue juga nggak mau satu mobil sama mereka berdua nih. Yang ada bisa pecah kuping gue dengerin mereka ribut sepanjang jalan." Zelin juga menolak satu mobil dengan Arvan dan Ellen.
"Gue juga males satu mobil sama dia." Ellen menunjuk Arvan.
"Gue juga ogah kali." Ucap Arvan.
"Gini aja deh cewek-cewek satu mobil, yang cowok-cowok juga satu mobil." Ellen memberikan ide.
"Nggak boleh. Bunda ngizinin kalian pergi ya karena ada mereka, kalau kalian bawa mobil sendiri-sendiri ya sama aja." Ucap Arya menimpali. "Gini deh, kalian bawa mobil masing-masing, aja terserah yang cewek-cewek mau sama siapa."
"Gue setuju." Ucap Zelin setuju dengan ide Arya.
"Gue juga." Ucap Naren.
"Gue ngikut suara terbanyak aja deh." Ucap Laura.
"Oke." Ucap Arvan.
"Gue bareng Laura." Ucap Arga. Emang dari awal ngincer Laura sih yang satu ini.
"Gue sama kak Naren deh." Ucap Zelin. Mending dengerin ocehan Naren dari pada satu mobil bareng Arvan yang sudah pasti pejalan yang hampir tiga jam itu bakalan sepi kayak di kuburan.
"Lah trus gue sama dia?." Ellen menoleh kearah Arvan. "Nggak nggak, gue nggak mau."
"Yang kalau nggak mau, lo nggak usah ikut sekalian." Ucap Arvan.
"Ya udah, gue nggak masalah juga kalau nggak ikut."
"Yakin nih nggak ikut? Gimana tuh sama Zean?". Ucap Zelin.
"Iya iya, gue sama dia." Akhirnya Ellen hanya bisa pasrah. Demi ketemu sama Zean, apapun itu akan Ellen lakuin.
Akhirnya mereka berangkat dengan tiga mobil sesuai yang sudah disepakati.