Jihan Hadid, seorang EO profesional, menjadi korban kesalahan identitas di rumah sakit yang membuatnya disuntik spermatozoa dari tiga pria berbeda—Adrian, David, dan Yusuf—CEO berkuasa sekaligus mafia. Tiga bulan kemudian, Jihan pingsan saat bekerja dan diketahui tengah mengandung kembar dari tiga ayah berbeda. David dan Yusuf siap bertanggung jawab, namun Adrian menolak mentah-mentah dan memaksa Jihan untuk menggugurkan kandungannya. Di tengah intrik, tekanan, dan ancaman, Jihan harus memperjuangkan hidupnya dan ketiga anak yang ia kandung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Jam menunjukkan pukul 4 sore di mana Jihan harus menjemput ketiga anaknya di sekolah.
Jihan menutup toko rotinya dan setelah itu melajukan mobilnya menuju ke sekolah.
Agar tidak bosan, Jihan menghidupkan radio dan mendengar kalau ada sebuah kantor yang mencari seseorang yang pernah bekerja di bidang EO.
Ia kembali ingat dimana dirinya pemilik sekaligus pimpinan EO.
"Apakah aku harus mencobanya?" gumam Jihan.
Jihan menggenggam setir lebih erat, matanya fokus ke jalan tapi pikirannya melayang jauh.
Sudah lama ia tidak mendengar kata EO disebutkan di hadapannya.
Ia masih ingat acara yang ia gelar saat Samuel mengadakan acara besar perkumpulan CEO sedunia.
Namun kini, setelah lima tahun berlalu, hidupnya hanya berputar antara anak-anak dan toko roti kecil itu.
“Kalau aku melamar kerja disana, apa tidak berbahaya? Bagaimana kalau jejak ku terbaca dan mereka menemukanku?"
Ia melirik ke kursi belakang mobil yang kosong dimana sebentar lagi akan terisi oleh tawa Hakan, Onur, dan Dilara.
"Apapun pilihanku, aku harus memikirkan mereka bertiga dulu."
Tak berselang lama Jihan mematikan mesin mobilnya dan turun menjemput mereka bertiga yang sudah berlari ke arahnya.
"Mama, tadi Dilara nangis." ucap Hakan.
"Ayo kita masuk kedalam mobil dulu."
Kemudian mereka bertiga masuk kedalam mobil dan Jihan menatap wajah Dilara yang sedih.
"Kenapa Dilara menangis, Hakan?" tanya Jihan sambil memeluk putrinya.
"Minggu depan ada acara Hari ayah, Ma. Dan kita tidak punya ayah," jawab Hakan.
Seketika itu juga Jihan langsung terdiam mendengar perkataan dari Hakan.
"Aku ingin Papa, Ma. Dimana Papa?" tanya Dilara sambil menangis sesenggukan.
Jihan memeluk erat tubuh putrinya dan memintanya untuk tidak menangis.
"Dilara, jangan menangis lagi. Bagaimana kalau kita membeli es krim coklat?" Jihan berusaha untuk mengalihkan pembicaraan dengan mereka bertiga.
Dilara yang tadi menangis langsung menghapus air matanya.
"Hore! Dilara mau es krim coklat dan kacang." ucap Dilara.
"Aku sama Onur mau es krim strawberry," tambah Hakan.
Jihan menghela nafas panjang saat melihat mereka kembali ceria.
"Ok, ayo kita berangkat membeli es krim."
Mobil kembali melaju pelan meninggalkan halaman sekolah.
Jihan menyalakan musik lembut agar suasana lebih tenang, sementara tawa kecil ketiga anaknya mulai memenuhi kabin mobil.
Sesampainya di kedai es krim favorit mereka, Hakan dan Onur langsung berlari ke arah etalase kaca yang dipenuhi warna-warni rasa es krim.
Dilara masih menggandeng tangan Jihan erat, seakan takut kalau Mama-nya pergi meninggalkannya.
“Aku mau yang ini, Ma! Stroberi sama vanila dicampur,” seru Onur penuh semangat.
“Aku dua scoop stroberi aja, Ma.”
“Cokelat sama kacang, ya Ma…”
Jihan mengangguk, lalu memesankan sesuai permintaan mereka.
Setelah semuanya duduk di meja kayu dekat jendela, anak-anak menikmati es krim mereka dengan wajah riang.
Namun Jihan hanya menatap mereka, tangannya melingkupi gelas kopi hangat yang baru saja diantar pelayan.
Senyumnya muncul, tapi matanya tetap menyimpan resah.
Ia tahu, semakin besar anak-anaknya, semakin sering pertanyaan tentang ayah akan muncul.
Ia tidak selamanya bisa menutupinya dimana mereka masih mempunyai Ayah
“Ma, kalau kita nggak punya Papa, kenapa nama tokonya Dilara’s Bakery, bukan Mama’s Bakery?” tanya Onur dengan wajah polosnya.
Pertanyaan sederhana itu menusuk hati Jihan. Ia menghela napas, lalu mengusap kepala Onur.
“Itu karena Mama ingin selalu ingat, semua yang Mama lakukan sekarang demi kalian bertiga. Bukan demi orang lain.”
Ketiganya saling berpandangan, lalu tersenyum bangga.
Dilara mendekat dan memeluk Jihan sambil masih memegang cone es krimnya.
“Mama Jihan memang yang terbaik.”
Jihan tersenyum, meski hatinya terasa getir melihat mereka bertiga.
Di balik tawa hangat sore itu, bayangan lowongan kerja EO yang ia dengar di radio terus berputar di pikirannya.
Jihan masih ingat nomor telepon lowongan tadi dan ia mencoba menghubunginya.
"Anak-anak diam dulu, Mama sedang menelepon."
Mereka bertiga langsung menutup mulutnya dan menganggukkan kepalanya.
Telepon itu berdering beberapa kali sebelum akhirnya tersambung.
Suara seorang perempuan terdengar ramah di seberang sana.
“Halo, dengan kantor Arsena Event Organizer. Ada yang bisa saya bantu?” tanya sekretaris David.
Sekretaris David melambaikan tangannya dan memintanya untuk mendengarkan percakapan mereka berdua.
"Saya mau tanya soal lowongan yang ada di radio tadi, apakah masih ada?" tanya Jihan.
"Dengan siapa saya bicara?"
"N-nama saya Jihan Hadid." jawab Jihan.
David meneteskan air matanya saat mendengar nama istrinya.
Terdengar suara tertawa kecil anak-anak yang sedang bercanda.
"Hakan, Onur, Dilara. Mama sedang telepon." ucap Jihan.
David meminta sekretarisnya untuk mengajak Jihan bicara.
"Baik Nona Jihan, apakah anda bisa datang untuk wawancara besok pagi?"
Jihan terdiam dan melihat ketiga anaknya yang menutup mulutnya.
"B-baiklah, saya akan datang ke kantor anda." ucap Jihan yang kemudian menutup ponselnya.
David langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Adrian dan Yusuf.
"Aku sudah menemukan keberadaan istri kita dan besok ia akan datang." ucap David.
Adrian dan Yusuf mematikan ponselnya dan segera menuju ke kantor David.
Tak lama kemudian mereka berdua telah sampai di kantor David.
"Dimana dia? Cepat katakan dimana dia?" tanya Adrian yang tidak sabar ingin bertemu dengan Jihan.
"Tenang dulu, Ad. Besok dia datang untuk wawancara. Ad, aku mendengar suara anak-anak kita tadi."
Adrian, David dan Yusuf saling pandang dan tersenyum kecil
Sementara itu setelah membeli es krim, Jihan mengajak mereka untuk pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah Jihan meminta mereka untuk segera mandi dan istirahat.
Jihan masuk ke kamarnya sambil merebahkan tubuhnya.
Tok.... tok.... tok....
"Mama, apa aku boleh masuk?" tanya Hakan.
"Iya Hakan, masuklah." jawab Jihan.
Hakan membuka pintu dan melihat Jihan yang sedang duduk.
"Mama mau cari pekerjaan lain?" tanya Hakan yang selalu ada untuk Jihan.
"Iya Hakan. Besok mama ada wawancara kerja, Hakan mau ikut?"
Hakan menganggukkan kepalanya dan akan selalu mendukung keputusan yang diambil oleh Jihan.
"Terima kasih sudah hadir di hidup Mama, Hakan."
Jihan memeluk erat tubuh putranya yang mirip dengan Adrian.
Onur dan Dilara yang melihat dari luar juga langsung memeluk Jihan.
"Sekarang kalian harus istirahat dulu, nanti malam mama masak spaghetti carbonara kesukaan kalian." ucap Jihan.
Mereka bertiga mencium pipi Jihan dan masuk ke kamar masing-masing.
Jihan bangkit dari tempat tidurnya dan menyiapkan map dokumen berisi CV yang sudah ia siapkan untuk wawancara besok.
Setelah itu ia keluar dari kamar dan menuju ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
Jihan mengambil spaghetti dan merebusnya dahulu.
Menunggu spaghetti matang, Jihan menyiapkan bumbu untuk carbonara.
Aroma bawang putih tumis bercampur dengan cream dan keju mulai memenuhi dapur mungil itu.
Jihan sibuk mengaduk saus carbonara di atas wajan, sesekali mencicipinya dengan sendok kayu.
“Rasanya udah pas,” gumam Jihan.
Sementara spaghetti sudah ditiriskan, ia menuangkan saus ke atasnya, lalu menghiasinya dengan taburan parsley kering.
Langkah-langkah kecil terdengar dari arah kamar mereka bertiga.
Dilara dengan rambut masih agak basah muncul lebih dulu.
“Mamaaa, wanginya enak banget…” ucap Dilara sambil mengusap perutnya yang keroncongan.
Onur dan Hakan segera menyusul, duduk di meja makan dengan wajah penuh semangat.
“Ayo, Ma, kami lapar,” celetuk Onur.
“Sebentar, ini mama bawa,” ujar Jihan sambil meletakkan piring berisi spaghetti carbonara hangat di hadapan mereka.
Ketiga anak itu langsung menyantap dengan lahap.
“Mama memang koki terbaik di dunia,” ucap Hakan dengan mulut masih penuh.
Jihan tertawa kecil melihat tingkah anak-anaknya yang begitu menggemaskan.
tapi baru kali ini baca tentang 3 mafia besar tapi selalu kalah cepat/Awkward/
karena pengorbanan seorang andrian dan ikatan yg kuat dr seorang andrian dan jihan. hanya ide thir