Suaminya tidur dengan mantan istrinya, di ranjang mereka. Dan Rania membalas dengan perbuatan yang sama bersama seorang pria bernama Askara, yang membuat gairah, harga diri, dan kepercayaan dirinya kembali. Saat tangan Askara menyentuh kulitnya, Rania tahu ini bukan tentang cinta.
Ini tentang rasa. Tentang luka yang minta dibayar dengan kenikmatan. Dan balas dendam yang Rania rencanakan membuatnya terseret ke dalam permainan yang lebih gelap dari yang pernah ia bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shinta Aryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecurigaan Niko..
Hujan tipis masih menggantung di udara saat mobil hitam itu berhenti di depan rumah Rania dan Niko.
Rania turun cepat. Tidak berniat lama-lama.
“Pak Dion, tunggu sebentar saja. Saya hanya ambil berkas,” katanya sambil merapatkan tas di bahu.
“Baik, Bu,” jawab Dion. Ia tetap berdiri di sisi mobil, payung hitam terbuka, menjaga dari sisa rintik hujan.
Pintu rumah Rania berderit ketika ia buka.
Di ruang tamu, Niko langsung berdiri dari sofa. Matanya menyapu cepat tubuh Rania, blouse baru yang jatuh rapi, wajah segar tanpa riasan berlebihan.
“Dari mana saja kamu?” suaranya dingin.
“Kantor,” jawab Rania pendek. Ia tidak melepas sepatu, hanya berjalan lurus menuju meja kerja.
Niko mendekat. “Jam segini baru pulang, kamu tidur di kantor juga?”
Rania tidak menjawab. Ia mengambil map cokelat dari laci, memeriksa isinya sebentar, mengambil blazer dari lemari dan memakainya.
Begitu berbalik, tatapan Niko jatuh pada lehernya. Ada bayangan merah samar di kulit lehernya, jejak Askara tadi malam
Rania cepat-cepat menaikkan kerah blouse, pura - pura tak menyadari tatapan Niko.
“Kamu ke mana semalam, Rania?!” nada Niko meninggi.
“Aku tidak ada waktu untuk ini,” jawab Rania.
“Kamu pikir aku buta? Bau parfummu lain, ini parfum mahal. Lalu baju itu... bajumu baru kan? Dan aku tahu harganya tidak murah. Dan sekarang lehermu...” Niko mengangkat tangan, hendak menarik pergelangan Rania.
Rania menepis sebelum disentuh. “Jangan pegang aku.”
Rahang Niko mengeras. “Kamu selingkuh, kan?”
Rania mendesah, lelah. “Aku kerja, Nik. Percaya atau tidak, terserah.”
Ia berbalik. Langkahnya mantap keluar rumah.
Di depan pagar, Dion sudah menunggu. Payung hitamnya siap. Pintu mobil dibukakan.
Rania masuk tanpa menoleh ke belakang.
Dari balik jendela rumah, Niko mengintip. Napasnya tersengal melihat istrinya dijemput mobil hitam itu. Sopir berjas rapi, mobil mengilap, semuanya asing bagi hidup mereka.
Kecurigaan menancap semakin dalam.
Pasti ada lelaki di balik semua ini. Lelaki kaya. Lelaki yang sanggup membuat Rania berubah hanya dalam semalam.
Bayangan-bayangan bermunculan di kepalanya, bapak-bapak dengan perut buncit, rambut beruban, mungkin salah satu petinggi Atmadja Holdings. Orang tua bangka yang biasa memanfaatkan posisi dan uang untuk membeli perempuan muda.
Giginya bergemeletuk menahan geram.
Mobil melaju meninggalkan rumah, menyisakan Niko di balik kaca. Dan di dalam kepalanya, prasangka itu semakin menggumpal, siap meledak kapan saja.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Lorong rumah masih basah sisa hujan. Wulan dan Bu Ayu baru saja tiba bersama Pak Martin, setelah mengantar Ibra kontrol ke dokter. Anak itu langsung masuk kamar, menutup pintu.
Begitu ruang tamu sepi, Bu Ayu menoleh.
“Rania sudah pulang?”
“Sudah. Tapi cuma sebentar. Ngambil berkas, habis itu pergi lagi.” Suara Niko ketus, wajahnya muram sejak tadi.
Pak Martin duduk di kursi panjang, membuka koran, sementara Wulan meletakkan tas di meja.
“Aku rasa dia sudah selingkuh,” ucap Niko tiba-tiba, rahangnya mengeras.
Mata Wulan langsung berbinar, “Selingkuh?”
Niko mengangguk. “Aku lihat sendiri tadi. Pulang-pulang bajunya lain, bukan baju dia biasanya. Ada parfumnya juga, wangi banget. Aku… aku juga lihat ada bekas merah di lehernya.”
Niko mengepal tangan. “Dia langsung nutupin begitu aku mau lihat.”
“Bekas merah?” Wulan berdiri, nada suaranya naik. “Berani sekali dia...”
“Diam, Lan!” potong Pak Martin, tanpa menurunkan koran.
Niko tak berhenti. “Aku yakin. Dan tadi waktu dia keluar rumah lagi… ada mobil hitam nungguin di depan. Sopirnya pakai jas rapi banget. Sopir itu nungguin dia di luar, terus bukain pintu mobil.”
“Mobil siapa?” tanya Bu Ayu curiga.
“Entah. Sopirnya jelas bukan orang biasa. Cara dia berdiri, cara dia lihat… bukan sopir sembarangan,” Niko memijit pelipisnya. “Aku cuma belum tahu dia main sama siapa. Jangan-jangan salah satu petinggi di Atmadja Holdings. Bapak-bapak buncit yang punya uang. Atau yang sudah ubanan tapi punya kuasa.”
Wulan tersenyum licik. “Cocok sekali kalau begitu. Pantas saja dia berani.”
Bu Ayu menyandarkan tubuhnya, napasnya panjang. “Kalian ini bodoh,” katanya dingin. “Kalau pun mau main belakang, lakukan yang halus. Jangan sampai istrimu tahu. Jangan sampai dia punya kesempatan balas dendam begini. Sekarang lihat akibatnya. Jangan-jangan memang kalian yang membuka jalan.”
Wulan membela diri. “Bu, bukan salah kita juga. Si Rania itu memang... ”
“Sudah,” potong Bu Ayu. “Salah kalian adalah tidak bisa menutup rapat. Kalau benar dia balas dendam, siapa yang mau disalahkan?”
Pak Martin menurunkan koran. Wajahnya memerah karena marah..
“Niko!” Bentaknya.
Niko tersentak kaget, wajahnya pucat pasi ketika menoleh pada Ayahnya
“Kau bodoh! Kalau benar Rania sudah tahu kau dan Wulan selingkuh, lalu dia pergi dari rumah, siapa yang akan bertanggung jawab pada Atmadja Holdings? Kau? Kau bahkan tidak becus mengurus perusahaan!”
Suara Pak Martin memenuhi ruangan.
“Apa pun yang terjadi, jangan lepaskan dia dulu. Rania masih dibutuhkan di perusahaan. Urusan hubunganmu dan Wulan itu nanti. Sekarang, tahan diri. Jangan sampai rumah tanggamu dan Rania hancur di depan umum. Mengerti?”
Tidak ada yang berani menjawab.
Wulan menunduk. Niko menelan ludah, dadanya sesak.
Dan di ujung sofa, Bu Ayu hanya menghela napas. “Bawa kembali perempuan itu baik-baik. Jangan sampai skandal ini keluar. Kalau sudah bocor, habis kita semua.”
Pak Martin menghela napas, tatapannya tajam pada Niko. "Lagipula apa kau lupa, kenapa Papa merestui pernikahanmu dengan Rania setelah kau bercerai dengan Wulan?"
Niko membisu.
"Jawab!" Bentak Pak Martin lagi.
Niko masih menunduk dalam, mengepalkan tangan ketika berkata. "Karena Rania bisa mengelola perusahaan, sedang aku tidak."
"Sudah tahu begitu, kenapa kau tidak hati - hati? Masih bagus si Rania mau menggantikanmu untuk bertanggung jawab di depan perusahaan Atmadja. Kalau dia sampai lepas tangan, apa kau pikir Askara akan melepaskanmu begitu saja? Hah?" Suara Pak Martin semakin menggelegar.
Hening. Tak ada yang bersuara lagi setelah itu. Hanya hati masing - masing yang sama - sama bergejolak.
(Bersambung)....
jadi korban org disekelilingnya yg egois
walau pun kalung berlian ,dasar gelo...
rugi klo kmu ,patah hati ...
patah tumbuh hilang bergati
yg lebih baik banyak di luar sna ...
biar tau rasa lelaki bodoh yg ,
sdh mendustai mu...
liat kmu bahagia dan sukses..
biar askara belajar menghargai seorang wanita...dah tau Rania ngga punya siapa", tdk dianggap mertua dan suaminya, diselingkuhi lagi...ni malah menambah luka...
monipasi untuk maju ,biarkan berlalu
jangan jd kn untuk penghalang untuk maju .
buktikan kesuksesan walau tampa mereka ..jangan putus asa ...
klo cari pasangan ,selexi dulu sebelum.
rania berikan hati..jangan patah hati rugi...
masih banyak yg lebih baik dri sebelum x
next thor
secepat x rania mencium x .dan pergi sejauh mungkin ,dan menemukan orang tulus ingin bersamamu mu rania
dan setia siap menjadi frisai mu..rania..