Sean Montgomery Anak tunggal dan pewaris satu-satunya dari pasangan Florence Montgomery dan mendiang James Montgomery yang terpaksa menikahi Ariana atas perintah ayahnya. Tiga tahun membina rumah tangga tidak juga menumbuhkan benih-benih cinta di hati Sean ditambah Florence yang semakin menunjukkan ketidak sukaannya pada Ariana setelah kematian suaminya. Kehadiran sosok Clarissa dalam keluarga Montgomery semakin menguatkan tekat Florence untuk menyingkirkan Ariana yang dianggap tidak setara dan tidak layak menjadi anggota keluarga Montgomery. Bagaimana Ariana akan menemukan dirinya kembali setelah Sean sudah bulat menceraikannya? Di tengah badai itu Ariana menemukan dirinya sedang mengandung, namun bayi dalam kandungannya juga tidak membuat Sean menahannya untuk tidak pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ethan Solomon
Sore itu Ariana duduk di ruang tamu, menatap Bryan yang sibuk merakit stroller bayi dengan penuh kesungguhan. Risa yang tak kalah bersemangat, ikut membantu dengan caranya sendiri walau lebih sering salah pasang sehingga membuat Bryan menghela napas panjang.
“Bang, bautnya masuk sini kan?” Risa menunjuk asal.
Bryan melotot kecil. “Risa… kalau kau pasang di situ, rodanya bisa copot nanti.”
Risa tertawa kecil, “Hehe, maaf Abang.”
Ariana hanya tersenyum, menikmati kehangatan kecil itu. Ia bangkit hendak membuat es teh ke dapur mininya. Namun seketika tubuhnya menegang, nyeri hebat melilit perutnya. Cairan hangat mengalir tanpa bisa ditahan di sela-sela kaki.
“Bryan…” suaranya lirih.
Bryan segera menoleh. Matanya membesar. “Astaga… ketubanmu pecah?!”
Ia nyaris menjatuhkan baut yang masih di tangannya. Seketika tubuhnya panik, berlari menghampiri Ariana. Risa pun menjerit kecil, terburu-buru ikut berlari.
Namun Ariana masih berusaha tenang. Nafasnya berat, wajahnya pucat, tapi bibirnya tersenyum samar.
“Risa, bisa tolong Mbak ambilkan tas persiapan lahiran di kamar. Jangan panik, cari dengan tenang. Mbak sudah siapkan di atas ranjang.” ucapnya lirih sambil sesekali mengatur napas.
Bryan mondar-mandir di ruang tengah, bingung mau ngapain dan harus bagaimana.
“Bryan, tenangkan dirimu.”
“Bagaimana mungkin aku bisa tenang dalam keadaan begini?!” Bryan terengah, matanya bergetar menatap Ariana.
Risa berteriak dari kamar, “Bang, cepat! Cepat! Aku taro tasnya di mobil?!” seru Risa hampir menangis, bedanya tangan dan kakinya tetap bekerja. Tidak seperti abangnya, Bryan. Kalau saja tidak sedang kesakitan, Ariana pasti akan tertawa.
Bryan mengatur napas, “Ya! Kunci mobil, benar, aku harus mengambil kunci mobil.” Ia berulang kali melafalkan kalimat yang sama dengan langkah tergesa, wajahnya pucat pasi.
Ariana sudah setengah terduduk di sofa, menahan sakit.
“Bryan…” suara Ariana melemah, “…aku baik-baik saja, jangan panik.”
Bryan mengambil kunci mobil di atas nakas lalu meraih Ariana.
"Tidak perlu Bryan, aku masih bisa berjalan." seru Ariana menyadari Bryan ingin mengangkat tubuhnya.
"Jangan membantah Rin, aku ngeri kalau bayinya lahir di sini." Bryan sedikit memaksa, ia menggendong Ariana dengan hati-hati. Tangannya tak henti menepuk bahu Ariana, seolah mencoba menyalurkan kekuatan.
"Pegangan yang kuat, Arin" bisiknya.
Bryan mengendarai mobilnya dengan kecepatan extra. Sedangkan Risa mengelus punggung Ariana sambil sesekali menyeka air mata. Di sela-sela kepanikannya Bryan tidak lupa menghubungi orangtuanya untuk menyusul.
Di rumah sakit, Ariana langsung dibawa masuk ke ruang bersalin. Bryan dan Risa menunggu di luar, wajah keduanya pucat, hati mereka diliputi kecemasan. Tak lama kemudian Bu Ajeng dan Pak Faisal datang, langkah mereka terburu-buru.
“Bagaimana keadaan Ariana?” tanya Bu Ajeng, suaranya bergetar.
“Dia masih ditangani dokter di dalam, Bu” jawab Bryan dengan serak, matanya tak lepas dari pintu ruang bersalin.
Di dalam, Dokter memeriksa pembukaan Ariana. Sudah pembukaan sembilan. Kata Dokter mungkin sejak tadi malam Ariana sudah mengalami kontraksi.
“Tarik napas dalam, Bu Ariana… hembuskan perlahan… ya begitu…” suara dokter memimpin dengan nada tegas namun lembut.
Ariana menggenggam erat selimut yang menutupi tubuhnya. Tangannya gemetar, jemarinya putih karena terlalu keras mencengkeram. Setiap kontraksi datang seperti ombak besar, menghantam tubuhnya tanpa ampun.
Keringat Ariana bercucuran, membasahi pelipis, mengalir ke rahang hingga ke leher. Nafasnya tersengal, dadanya naik turun cepat. Ia memejamkan mata, berusaha mengikuti arahan dokter, namun nyeri itu membuat tubuhnya seperti terbelah dua.
“Bertahan, Bu. Sedikit lagi…” suara dokter berusaha menenangkan.
“Cepatlah keluar, Nak… jangan biarkan Mama terlalu lama menahan sakit…” rintihnya lirih di tengah rasa sakit.
Pikirannya melayang pada luka masa lalu, pada perlakuan Sean yang menyakitkan. Namun justru ingatan itulah yang menyalakan api tekad dalam dirinya. Ia harus kuat, demi anak ini.
Rasa sakit kembali datang, lebih hebat dari sebelumnya. Tubuh Ariana melengkung, tangisnya tertahan di tenggorokan. Ia menggigit bibir sampai terasa asin, matanya mengabur oleh air mata yang tak terbendung.
Dokter berseru lantang, “Sekarang, dorong yang kuat! Tiga… dua… satu... dorong!”
Ariana berteriak, suaranya melengking, menggema di ruang bersalin.
Oeee Oeee Oeee
Pukul 13.03 WIB, suara tangisan bayi pecah di ruang bersalin. Terdengar nyaring, murni dan penuh semangat. Seorang bayi laki-laki berambut tebal lahir dengan panjang 51 sentimeter dan berat 3,56 kilogram, sehat dan tidak ada kecacatan.
Air mata Ariana tumpah deras, kini bukan lagi karena sakit, melainkan karena kebahagiaan yang tak tertandingi.
Akan ada seorang anak laki-laki yang berteriak memanggilnya… Mama.
“Ini Mama, Nak!” bisik Ariana saat seorang perawat meletakkan bayinya di payudaranya. Bayi itu menghisap putingnya dengan kuat. Air mata Ariana semakin tumpah, terimakasih sudah memilih Mama untuk jadi ibumu, Nak.
Beberapa saat kemudian, Ariana sudah dipindahkan keruang perawatan. Bryan, Risa, Bu Ajeng, dan Pak Faisal masuk dengan wajah penuh haru.
“Syukurlah, semua baik-baik saja,” ucap Pak Faisal dengan mata basah.
Bu Ajeng mendekap Ariana, menatapnya penuh kasih. “Selamat ya, Nak. Mulai hari ini, kamu seorang ibu. Kamu adalah putri kami… dan bayi ini akan menjadi cucu pertama kami.”
Mata Ariana berkaca-kaca, hatinya bergetar mendengar kata-kata itu. Seperti ini kah rasanya kasih sayang seorang ibu?
Risa meloncat kegirangan. “Yeeyyyy akhirnya aku jadi kakak! Mbak, nama ade bayinya siapa?”
Ariana menunduk, menatap bayi mungil di pelukannya. Senyum lembut merekah di wajahnya. “Namanya… Ethan Solomon. Artinya ‘anak yang kuat dan penuh kebijaksanaan.’”
Bryan bayi itu lalu menatap Ariana lama, lalu berbisik, “Nama yang indah. Ethan anak yang kuat bahkan sebelum lahir ke dunia… sama seperti ibunya.”
Ariana menoleh pada Bryan, air mata jatuh tanpa bisa ditahan. “Kamu benar, dan kalian adalah orang-orang yang membuatnya kuat.”
Pak Faisal berdehem, “Jangan menangis, Nak. Kedepannya kamu harus lebih banyak tertawa.”
Ariana menyeka air matanya, “Siap, Jenderal.” katanya dengan sikap hormat.
Semua orang jadi tertawa.
“Rin, apa kamu akan memberitahukan kelahirannya pada ‘Dia’?
Ariana terdiam sejenak, ia paham siapa ‘Dia’ yang dimaksud.
Setelah beberapa lama, ia menggeleng pelan. “Aku tidak ingin anak ini tumbuh di dalam keluarga Montgomery. Tapi aku juga tidak ingin menjadi ibu yang egois. Jika suatu saat ia bertanya, aku tidak akan pernah menutupi siapa dirinya, siapa ayahnya. Dia berhak tau dan berhak untuk memilih. Sekarang aku mau fokus membesarkannya menjadi anak yang kuat dan bijaksana seperti namanya.”
Ariana menggenggam jemari Ethan “…Dia adalah satu-satunya alasan aku bertahan hidup.”
Hening menyelimuti ruangan. Semua orang terjebak dalam rasa haru. Ariana adalah ibu yang bijaksana.
Bryan meraih Ethan, menggendongnya dengan hati-hati seolah memegang harta tak ternilai. Pak Faisal menyusul, lalu Risa pun tak mau kalah, meminta gilirannya. Mereka berebutan ingin menguasai Ethan. Pemandangan hangat itu membuat Ariana tertawa kecil di tengah kelelahannya.
Ariana merasakan beban yang selama ini menjerat dadanya perlahan terangkat. Kehadiran Ethan Solomon adalah cahaya baru dalam hidupnya, cahaya yang membuat masa lalunya tertinggal jauh dan masa depannya tampak jauh lebih terang.
Tumbuhlah sehat anakku, Mama mencintaimu.
ayo gegas,cak cek sat set..Kejar apa yg pengen km dapatkan.
Jadilah pinter biar Ariana Luluh.
Ada Ethan yg akan menjadi penghubung,rendahkan egomu.
nikmati penyesalanmu 😁
biarkan sean merasakan sakit seperti apa yg kau rasakan dulu.😏