kehilangan bukan lah kesalahan ku, tetapi alasan kehilangan aku membutuhkan itu, apa alasan mu membunuh ayah ku? kenapa begitu banyak konspirasi dan rahasia di dalam dirimu?, hidup ku hampa karena semua masalah yang datang pada ku, sampai aku memutuskan untuk balas dendam atas kematian ayah ku, tetapi semua rahasia mu terbongkar, tujuan ku hanya satu, yaitu balas dendam, bukan jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
malam pertama ku yang gagal
Zelena duduk di tepi kasur kamarnya. Harusnya, malam ini adalah malam pertamanya dengan Leon. Namun, Leon tidak ada di rumah. Saat dirinya terbangun, Leon sudah tidak ada di sebelahnya.
Zelena menatap foto pernikahan mereka yang baru saja dikirim melalui email-nya.
"Dia tampak bahagia... lalu kenapa dia pergi?" gumamnya.
Zelena terdiam. Air matanya menetes. Saat ia sudah memilih seseorang untuk menjadi pendamping hidupnya, justru pilihan itu terasa salah. Ia merasa keputusannya jatuh cinta pada Leon adalah sebuah kesalahan. Ia telah meninggalkan Arman demi Leon.
Rumah Sakit
Perdebatan antara Leon dan Liora masih berlanjut.
“Sampai kapan kau menyembunyikan nama aslimu dari Zelena? Pernikahan kalian hanya sebatas di kertas saja, kan? Coba tanyakan lagi pada dirimu sendiri, apakah benar dia pilihanmu?” Liora mulai terbawa perasaan.
Leon menarik napas panjang. Sudah banyak kesabaran yang ia habiskan.
“Coba sekali saja kau dengarkan aku. Aku tidak bermaksud menghalangimu, tapi apa gunanya kau membunuh ayahmu sendiri?”
Liora meneteskan air mata. “Aku adalah anak perempuan pertama mereka. Dia pergi saat aku lahir, Leon. Dia membuangku hanya karena anak laki-lakinya juga lahir di hari yang sama.”
Leon memberikan sapu tangan kepada Liora.
“Iya, aku tahu. Perasaanmu mungkin terluka, kau ditinggalkan oleh ayahmu. Tapi banyak orang di luar sana yang merasakan hal yang sama. Apakah mereka membalas dendam dengan darah mereka sendiri?”
Liora membaringkan badannya, seolah tak mau membahas hal ini lagi.
Leon pun tidak bisa memaksanya. Ia menghubungi Alex, memintanya menjaga Zelena karena ia harus kembali ke rumah. Jika Zelena tahu, maka akan menjadi masalah.
Namun, Alex hanya bisa menjaga Liora di malam hari saja, karena siangnya dia harus kembali bekerja di perusahaan Leon. Ia bekerja jarak jauh.
*
*
*
Rumah Leon dan Zelena, pukul dua dini hari
Leon masuk ke rumah. Ia duduk di sofa, menatap jam dinding yang cukup besar di ruang tamu mereka.
"Apa yang aku lakukan? Aku meninggalkan pengantinku sendirian," gumamnya sambil menatap langit-langit rumah mereka.
Zelena turun dari kamar karena mendengar suara mobil Leon. Ia menatap Leon yang sedang duduk di ruang tamu. Ia sadar bahwa Leon sempat keluar rumah.
“Kamu dari mana, Mas?” Panggilan ‘kakak’ kini berubah menjadi ‘Mas’. Zelena mulai membiasakan diri. Memang butuh waktu, tapi dia harus terbiasa.
Leon berbalik menatap Zelena yang mengenakan pakaian tidurnya.
“Dari luar, aku bertemu dengan Paman. Kamu kenapa terbangun?”
Zelena menatap Leon. Pakaiannya masih rapi, hanya jasnya saja yang sudah dilepas.
“Penting banget ya, sampai kamu gak sempat ganti baju?”
Kecurigaan mulai muncul.
Leon menatap tubuhnya, dan benar—dia masih rapi. Dasi, bahkan sepatu masih sama seperti saat acara.
“Ya, ini masalah perusahaan. Aku harus bertemu dan bicara langsung sama Paman.”
Zelena berbalik, berjalan ke arah meja makan, menuangkan air ke dalam gelas, dan mulai meneguknya.
“Aku ganti baju dulu, ya,” ucap Leon dengan nada canggung, jelas terdengar dari suaranya.
Zelena menatap Leon. Ia meletakkan gelasnya.
“Sebentar, biar aku siapkan bajunya. Kamu bersih-bersih aja dulu.”
Suasana menjadi datar. Zelena naik ke atas, diikuti oleh Leon. Zelena menyiapkan piyama tidur untuk suaminya. Meski belum tersusun rapi, tapi sudah ia tata tadi, saat Leon pergi membawa Liora ke rumah sakit.
“Kamu udah nyusun baju kita?” tanya Leon, melihat isi lemari yang sudah rapi, bahkan baju-baju mereka sudah dipasangkan sesuai pasangan.
Zelena mulai berbaring.
“Ya, aku sendiri tadi. Gak ada teman cerita, jadi aku nyusun baju kita dan sedikit bersih-bersih.”
Leon mulai merasa tidak nyaman karena sikapnya di hari pertama pernikahan mereka.
“Baguslah, jadi besok aku gampang nyari baju.”
“Mas, besok aku mau buka studio lukis sama Amira. Masih rencana, tapi aku izin kalau misalnya pulang agak lama.”
Leon berbaring di sebelah Zelena.
“Oke,” jawabnya datar. Informasi dari Zelena sudah cukup jelas, hingga ia tak bertanya lebih lanjut.
Pagi Hari
Leon bangun. Sarapan dan pakaian kerjanya sudah disiapkan oleh Zelena. Ia turun setelah mandi, namun tidak ada Zelena. Sepertinya dia sudah berangkat bersama Amira.
Sementara itu, Zelena…
Dia berada di rumah Ahmad. Duduk di kamar lamanya bersama Amira. Mereka saling menatap.
“Jadi, kapan kita mulai buka studio lukisnya, Zel?”
Amira sama sekali tidak tahu tentang hubungan Zelena dan Leon. Ia tidak bertanya mengapa Zelena hanya diam sejak datang tadi pagi.
Kenzo masuk ke kamar Zelena, karena ia mendengar kabar bahwa adiknya datang pagi-pagi sekali.
“Dek…” ucap Kenzo saat membuka pintu kamar.
Zelena menatap Kenzo. Bukannya membahas masalah rumah tangganya, ia malah bertanya soal lokasi pembangunan studio.
“Gimana, Kak? Pembangunan lancar?”
Kenzo yang memang sudah mengecek perkembangan pembangunan menjawab,
“Ya udah. Kita ke sana aja langsung. Kamu oke, kan?”
Zelena berdiri, namun merasa pusing.
“Udah, kamu tidur aja di sini. Nanti malam Kakak antar ke rumah. Sekarang biar Kakak sama Amira yang pergi cek.”
“Rumah?” tanya Amira. Karena rumah sekarang ini adalah rumah Zelena, apakah ada rumah lain?
Zelena menatap Amira.
“Rumah sakit,” sambungnya dengan nada bicara yang lemas.
*
*
*
Studio Lukis
Amira dan Kenzo tiba di lokasi yang akan dijadikan studio lukis.
“Gimana? Kamu suka, kan? Nanti di sini kita buat dua atau tiga ruangan. Di sana kita buat satu ruang yang luas.” Kenzo menjelaskan semuanya kepada Amira.
Dan Amira, masih sama seperti dulu. Ia masih ingin Kenzo menjadi miliknya, hanya karena tidak bisa mendapatkan cinta pertamanya.
“Iya, bagus, Kak. Nanti bakal banyak yang suka kalau unik dekorasinya,” jawab Amira, padahal ia sama sekali tidak mendengarkan apa yang Kenzo katakan.
*
*
*
Beberapa Jam Berlalu – Malam Hari
Kenzo dan Amira duduk berdua di ruangan kosong yang akan mereka isi dengan peralatan lukis. Karena hanya berdua saja, Amira melihat ini sebagai kesempatan emas.
Ia mencampurkan obat perangsang ke dalam kopi Kenzo, lalu menunggu reaksi setelah Kenzo meminumnya. Efeknya akan terlihat lima menit setelah diminum.
“Kak, kopinya,” ucap Amira sambil menyodorkannya.
Kenzo santai saja mengambil kopi itu dan meminumnya. Ia habiskan, karena memang sudah tidak terlalu panas.
Sepuluh menit berlalu. Keringat dingin mulai membasahi tubuh Kenzo. Tangannya mulai gemetar. Amira yang melihat ini mencoba untuk mendekat.
“Kak, kenapa?” Amira memegang tangan Kenzo.
Kenzo menatap Amira. Ia mencoba menahan diri, namun tak mampu. Ia mencium bibir dan leher Amira, menikmati aroma tubuhnya, ia sadar bahwa wanita ini adalah sahabat adik nya, namun nafsu nya melewati batas wajar,
Malam itu menjadi malam yang panjang untuk keduanya.
Eksekusi babnya pasti lebih mangtab lagi.
cemungut, Kak!