NovelToon NovelToon
Sistem Kultivasi Dewa Jahat

Sistem Kultivasi Dewa Jahat

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Sistem / Kelahiran kembali menjadi kuat / Budidaya dan Peningkatan / Toko Interdimensi
Popularitas:10.8k
Nilai: 5
Nama Author: SuciptaYasha

Wang Cheng, raja mafia dunia bawah, mati dikhianati rekannya sendiri. Namun jiwanya bereinkarnasi ke dalam tubuh seorang tuan muda brengsek yang dibenci semua orang.

Tapi di balik reputasi buruk itu, Wang Cheng menemukan kenyataan mengejutkan—pemilik tubuh sebelumnya sebenarnya adalah pria baik hati yang dipaksa menjadi kejam oleh Sistem Dewa Jahat, sebuah sistem misterius yang hanya berkembang lewat kebencian.

Kini, Wang Cheng mengambil alih sistem itu bukan dengan belas kasihan, tapi dengan pengalaman, strategi, dan kekejaman seorang raja mafia. Jika dunia membencinya, maka dia akan menjadi dewa yang layak untuk dibenci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

33 Wang Feilu

Suara langkah kaki yang nyaris tak terdengar menapaki lantai marmer putih di luar perpustakaan.

Ceklek.

Pintu kayu jati kembali terbuka perlahan, angin malam sempat menyusup masuk, meniup lembut lilin-lilin yang menyala.

Wang Cheng tidak menoleh. Ia tahu siapa yang datang bahkan sebelum suara pintu berderit.

“Tidak kusangka, kau benar-benar di sini,” ucap sebuah suara berat namun hangat, diwarnai nada geli.

Wang Feilu, Tuan Muda Ketiga dari keluarga Wang, melangkah masuk dengan senyum khasnya yang nyaris selalu sukses mencairkan suasana.

Pakaian sutra biru gelap yang ia kenakan terlihat mahal, disulam benang emas berbentuk burung Fenghuang di bahu kiri—simbol status tinggi dan ambisi tersembunyi.

Ia menghampiri Wang Cheng dengan santai, langkahnya tenang seperti sahabat lama yang datang membawa kabar baik.

“Perpustakaan, hmm? Aku kira kau akan lebih nyaman di hutan atau ranjang bersama pelayan pribadimu itu. Tapi ternyata, adikku yang keras kepala ini... sedang membaca buku.” Ia tertawa kecil. “Apa dunia benar-benar akan runtuh?”

Wang Cheng tetap membelakangi sang kakak, menatap taman dengan ekspresi tenang.

“Kau tidak berhak mencampuri urusanku,” jawabnya singkat.

Wang Feilu tidak tersinggung. Ia mendekat, lalu duduk di kursi seberang meja giok, mengamati buku-buku tebal yang tersebar di hadapan disana.

“Sejarah, politik, struktur kekuasaan...” gumamnya sambil membalik halaman sebuah buku. “Topik yang sangat... dewasa. Kau membuatku terharu, sungguh.”

Ia menatap Wang Cheng dengan mata yang tampak ramah, namun dalam sorotannya, ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang menilai. Mengukur.

“Kau tahu, Cheng’er,” lanjutnya sambil menyilangkan kaki, “kalau kau benar-benar tertarik dengan semua ini, kau seharusnya berbicara padaku lebih awal. Aku bisa memberikan semua informasi yang kau butuhkan dengan lebih akurat.”

Wang Cheng perlahan menoleh, menatap Wang Feilu. Pandangan mata mereka bertemu—dua senyum yang tampak hangat di permukaan, namun dingin di bawahnya.

“Aku lebih suka melihat sesuatu dengan mataku sendiri,” jawab Wang Cheng, tenang.

Wang Feilu tertawa kecil, tetap tak tersinggung. “Tentu. Tentu. Tapi kau tahu, dunia ini... penuh dengan jebakan. Dan kadang, mata sendiri pun bisa tertipu.”

'Tepat seperti dirimu,' Feilu, pikir Wang Cheng dalam hati. Wajahnya tetap tenang, namun pikirannya mulai menimbang segala kemungkinan.

Dia tahu dari ingatan pemilik tubuh sebelumnya—Wang Feilu bukanlah sekadar kakak yang ambisius. Dia licik, sabar, dan sangat manipulatif. Di balik tutur katanya yang hangat, tersembunyi pisau-pisau tajam yang siap menancap kapan saja.

'Dia sedang berusaha membuatku berada di pihaknya dan merebut status pewaris keluarga dari Tuan Muda Pertama, Wang Yanzhou...'

“Ngomong-ngomong,” ucap Wang Feilu sambil menyandarkan tubuhnya, “aku dengar apa yang kau lakukan pada Wang Shuren. Satu serangan? Luar biasa. Padahal dia dikenal sebagai bintang muda keluarga kita. Kau benar-benar... mengejutkan semua orang.”

“Aku hanya mempertahankan diri,” balas Wang Cheng datar. “Dia yang mulai.”

“Ah, ya. Tentu saja.” Wang Feilu mengangguk, tapi senyumnya tak pernah pudar. “Dan kau melakukannya dengan sangat... efisien.”

Ia bersandar lebih dekat. “Kau tahu, Cheng’er… orang sepertimu sangat dibutuhkan di saat seperti ini. Dunia berubah, posisi dalam keluarga juga tak lagi stabil. Kita harus bersiap.”

“Aku tak tertarik dengan perebutan posisi dalam keluarga,” potong Wang Cheng pelan.

Wang Feilu tidak tampak kecewa. Justru, senyumnya semakin lebar. “Itulah yang membuatmu berbahaya, adikku. Orang yang tidak menginginkan kekuasaan... biasanya adalah orang yang paling layak memegangnya.”

Hening.

Kedua pria itu saling menatap dalam diam selama beberapa detik. Wang Feilu akhirnya berdiri, menepuk-nepuk jubahnya.

“Aku hanya mampir untuk menyapa. Ayah akan mengadakan pertemuan internal dalam dua hari. Kau sebaiknya hadir, meski hanya duduk diam. Beberapa keputusan besar akan dibahas disana.”

“Terima kasih atas sarannya,” jawab Wang Cheng datar.

Wang Feilu menuju pintu, tapi berhenti sejenak sebelum keluar. “Oh, satu hal lagi. Jika suatu saat kau butuh sekutu, ketahuilah bahwa aku adalah kakakmu. Dan aku akan selalu membuka pintu… untuk keluarga.”

“Pintu yang sama yang kau pasangi jebakan?” gumam Wang Cheng, membuat langkah Wang Feilu terhenti.

Wang Feilu menoleh ke belakang, menatap Wang Cheng yang kini tersenyum penuh kemenangan. Tanpa berkata-kata lagi, ia akhirnya pergi meninggalkan ruangan.

[Wang Feilu membencimu: +70 Poin Kebencian]

"Seharusnya kau berusaha untuk menyembunyikan kebencianmu, Feilu..." gumam Wang Cheng setelah kepergian kakak ketiganya itu.

....

>Keesokan Paginya

Matahari baru saja menyentuh puncak paviliun timur, mewarnai halaman keluarga Wang dengan semburat emas lembut. Embun masih menggantung di ujung dedaunan, dan udara pagi terasa segar, seolah dunia belum mengetahui segala kebusukan politik dan intrik yang tersembunyi di balik dinding-dinding megah keluarga bangsawan ini.

Di depan gerbang kediaman keluarga Wang, terlihat Wang Cheng dan Shuezan yang hendak melakukan kegiatan berburu mereka seperti biasa.

"Apa kita akan pergi ke hutan kemarin lagi?" tanya Shuezan datar.

"Tidak, kita akan pindah ke hutan perbatasan barat. Tempat sebelumnya tidak lebih dari taman bermain biasa. Hutan perbatasan barat jauh lebih luas dengan beast yang beragam," jawab Wang Cheng, dibalas anggukan Shuezan.

Berbeda dengan kakak-kakaknya yang sibuk mengikuti kelas strategi, manajemen wilayah, atau bersosialisasi dengan keluarga bangsawan lain, Wang Cheng justru memiliki hari-hari yang sepi dari tuntutan keluarga.

Bukan karena ia malas, tapi karena... dilarang.

“Dia akan membakar wilayah yang dia kelola.”

Itu adalah kutipan legendaris dari Penasihat keluarga Wang ketika Wang Jianlong menyarankan agar Wang Cheng diberi wilayah kecil belajar mengelola kota.

Tentu saja kutipan itu membuat Wang Jianlong berpikir puluhan kali sebelum memberi Wang Cheng sebuah wilayah seperti yang dilakukan kakak-kakaknya.

Guru-guru pribadi pun satu per satu mengundurkan diri ketika disuruh untuk mendidik Wang Cheng. Beberapa karena takut, yang lain karena jijik dan tidak kuat dengan sikap Wang Cheng yang keterlaluan.

Sejak saat itu, tak ada kelas pagi, tak ada jadwal pelatihan, tak ada jam pertemuan keluarga. Hanya... ruang kosong dan waktu luang yang tak berujung.

Ironisnya, hal itu membuat Wang Cheng bisa berlatih dan memperkuat dirinya dengan cara yang tidak pernah bisa dilakukan oleh saudara-saudaranya—secara bebas, liar, tanpa pengawasan.

Namun khusus untuk pagi ini, saat Wang Cheng hendak melangkah keluar dari gerbang kediaman, sebuah suara dingin menghentikan langkahnya.

“Tunggu.”

Langkah Wang Cheng terhenti. Tubuhnya sedikit menegang.

Ia menoleh perlahan dan mendapati seorang gadis berdiri beberapa meter darinya, mengenakan jubah putih salju dengan lambang keluarga Wang disulam halus di bagian dada.

Rambutnya disanggul rapi, dan sorot matanya sedingin embun pagi di musim gugur.

Wang Xianyi. Kakak perempuannya. Anak keempat dari keluarga Wang. Cantik seperti lukisan, namun membekukan seperti patung es di puncak gunung bersalju.

1
sangtaipan
kerennn sangat boskku
pembaca gabut
lanjutt thorr adik nih 🔥🔥🔥
pembaca gabut
anjay 🗿 otak cerdik
pembaca gabut
kira kira kenapa ya si lishan ? kok kga membenci mc 🤔
pembaca gabut
gue suka nih wheehehe biasa nya gue baca novel sistem yg kehidupan awal nya ketua mafia juga pas mau mati pasti menyesal TPI ini kgaa anjer whahah malah tambah brutal
abyman😊😊😊
Ianjut kan.....
sangtaipan
kerennnnn parahhh
Baby Bear
lanjut ka semangat💪💪💪
Arman Jaya
lanjjjuuuuttttt
sangtaipan
uwayoooo keren lah sangattt
sangtaipan
ditunggu chapter selanjutnya sobat🔥
sangtaipan
mantap thor, tetap semangat
sangtaipan
keren parah sih
Baby Bear
bagus
Baby Bear
lanjut ka semangat 💪💪💪💪💪
sangtaipan
bagusss bangettt
sangtaipan
keren parahhh
Andi Liu
bagus
Andi Liu
lanjutkan
sangtaipan
hahaha sadiss membunuh jiwa dan raga tanpa menyentuh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!