Karena desakan Ekonomi, Rosa terpaksa harus menikah dengan pria yang sama sekali tak di cintainya. Bekas luka di tubuh serta hatinya kian membara, namun apalah daya ia tak bisa lepas begitu saja dari ikatan pernikahan yang isinya lautan luka.
seiring berjalannya waktu, Rosa membulatkan tekadnya untuk membalas segala perbuatan suaminya. bersembunyi di balik wajah yang lemah lembut nan penurut, nyatanya menyiapkan bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
Hem, gimana ya ceritanya. yuk simak kelanjutannya, jangan lupa tinggalkan jejak likenya, komen, subscribe dan vote 🥰🫶
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Alan
2 hari kemudian.
Sesuai prediksi, Juwita menyerahkan hasil gambar Rosa dan mengklaim hasilnya sendiri pada Orlando alias Lutfi. Tentu Lutfi mengikuti permainan Juwita, ia langsung acc desain tersebut untuk peluncuran.
Jam istirahat.
Rosa sedang menunggu kedatangan Jeremy, ia sudah membuat janji untuk menyerahkan sebagian bukti yang sudah berhasil di kumpulkannya.
"Tuan, disini." Rosa melambaikan tangannya saat melihat Jeremy celingukan mencari keberadaannya.
Jeremy langsung menghampiri Rosa, ia menerima sebuah berkas dan langsung memasukkannya ke dalam jasnya.
"Terimakasih, nona." Ucap Jeremy.
"Jangan kaget sama hasilnya ya, dah, aku pergi dulu." Ucap Rosa sekalian berpamitan.
Rosa melenggang pergi meninggalkan Jeremy. Angga dan Olivia sudah menunggu Rosa di kantin kantor, keduanya memesan makanan terlebih dahulu. Saat keduanya tengah mengobrol, tiba-tiba saja Sophia datang dan menuangkan air minumnya ke dalam makanan Olivia.
Syuuurrr...
Olivia dan Angga memundurkan kursinya, air tumpah sampai mengenai lantai. Bertepatan dengan itu pula, Rosa datang dan menyaksikan kelakuan Sophia dengan matanya sendiri. Tangan Rosa mengepal kuat, ia sangat tidak bisa mentoleransi kejahatan yang menyerang kaum lemah.
"Ups, sorry, hehehe." Sophia menjatuhkan botol air minumnya, senyum licik ia tampilkan di hadapan Olivia.
Sreeetttt..
"Ups, sorry, sengaja. Sakit kan? Harusnya gitu sih, heh," Rosa menjambak rambut Sophia dan menariknya ke belakang, begitu Sophia berbalik ...
PLAAKKK...
Rosa melayangkan tamparan di pipi mulus Sophia, ia tak membiarkan Sophia membalas, secepat kilat tangannya meraih kopi panas yang hendak di minum oleh pemiliknya ke wajah Sophia.
"Aakhhhh, panas..!" Pekik Sophia sambil memegangi wajahnya, matanya berulang kali mengedip guna memperjelas pandangannya.
"Hahhh, kopiku." Ujar pemilik kopi.
Braakkk..
"Beli kopi baru, jangan protes!" Tegas Rosa meletakkan satu lembar uang berwarna merah diatas meja.
Sophia berjalan cepat kearah Rosa, ia sudah sangat geram dengan perlawanan Rosa dan kali ini dirinya harus membalas.
"Apa, hah! Ayo maju, loe pikir gue takut sama penjilat kayak loe? Jangan karena Oliv sama Angga itu gak bisa ngelawan loe bisa seenak jidat disini, makanan bukan hal yang bisa di buat candaan." Tantang Rosa dengan lantang.
"Aakhhh...!!" Teriak Sophia sambil meraih gelas kaca, tangan yang di gunakan memegang kaca ia layangkan ke atas dan melemparnya kearah Rosa.
Rosa menatap gelas yang melayang menuju kearahnya, tetapi seseorang menarik tubuhnya menjauh agar gelas tersebut tak berhasil mengenai Rosa.
Pyaaarrr...
Rosa menatap seseorang yang merangkul tubuhnya, pandangan keduanya saling bertemu beberapa saat sampai suara perempuan menyadarkan keduanya.
"Ada apa ini?" Tanya Juwita yang datang bersama seorang manager.
Rosa pun mendorong tubuh pria yang merangkul tubuhnya, tangannya bergerak merapikan pakaian kantornya.
"Loh, Tuan Orlando? Sedang apa Tuan disini?" Tanya Juwita.
'Gawat!' Batin Sophia.
"Ayo, ga, Liv, kita pergi dari sini. Ketua penjilat udah datang, lama-lama energi gue terkuras habis gara-gara ladenin mereka terus."
Rosa menarik tangan Angga dan Olivia keluar dari dalam kantin, ia lebih memilih mengajak kedua temannya makan di cafe atau restoran yang letaknya dekat dengan perusahaan.
"H-heh, Rosa. Mau kemana kamu?" Lutfi memanggil Rosa, namun siapa sangka Rosa bebalik hanya untuk memperlihatkan jari tengahnya.
Lutfi tentu terkejut melihat Rosa menunjukkan jari tengah, lain halnya dengan Jeremy yang menahan tawanya. Lutfi hendak mengejar, tapi Juwita menahan tangannya.
"Tuan Orlando, Tuan pasti ingin mengajak saya makan siang ya? Eheheh, saya jadi malu." Ucap Juwita bergelayut manja di lengan Lutfi.
Lutfi memberikan isyarat pada Jeremy agar menjauhkan Juwita dari tubuhnya, Jeremy langsung melepaskan tangan Juwita dengan kasar.
"Jaga batasanmu!" Tegas Jeremy.
Lutfi pergi menyusul Rosa, entah mengapa hatinya tergerak ingin menemui Rosa sekalian makan siang bersama.
Rosa pergi ke restoran karena selain jaraknya yang paling dekat, ia juga ingin menghemat waktu agar tidak terlambat masuk.
"Pesan makanan yang kalian mau, aku yang bayar." Ucap Rosa.
"Yang bener? boleh pesen apa aja?" Tanya Angga memastikan.
"Hooh, pesen aja duit gue banyak kok, tenang aja. Lu juga pesen Liv, disini gak bakal ada yang gangguin selama ada gue." Jawab Rosa sambil meyakinkan Olivia.
Olivia pun menganggukkan kepalanya, ia merasa segan ketika ingin memesan makanan begitu melihat harganya yang mahal. Angga dan Olivia saling bertukar pandang, keduanya pun meletakkan kembali buku menu keatas meja.
"Sa, kita pindah tempat aja yuk," Ucap Angga yang di angguki Olivia.
"Ada makanan yang kurang suka atau alergi gak?" Tanya Rosa pada dua temannya.
Kompak keduanya menggelengkan kepalanya, Rosa mengambil menu dan meminta pelayan restoran mencatat semua makanan yang di pesannya.
"Banyak bener, neng?" Heran Angga.
"Dahlah, kalian tinggal makan aja gue udah laper banget."Ucap Rosa.
Sambil menunggu makanan datang, ketiganya berbincang sambil sesekali tertawa. Tapi tawa mereka tak bertahan lama saat seseorang menghampiri mejanya, Rosa menatap siapa yang datang, sontak ia memutar bola matanya malas.
"Hai, boleh bergabung?" Sapanya ramah.
"Enggak! Kita gak kenal, silahkan cari meja yang kosong, jangan ganggu kami makan." Tolak Rosa secara terang-terangan.
Pelayan datang membawakan pesanan Rosa, semua makanan di tata rapi diatas meja. Sedangkan seseorang yang menyapa Rosa tak berkutik sedikitpun, ia masih berdiri di samping Rosa sambil menggendong anak kecil yang sudah tumbuh semakin besar.
Seketika Rosa kehilangan selera makan, ia mengaduk makanannya disaat dua temannya makan dengan lahap.
"Rosa," Panggil Alan.
" Pergi." Usir Rosa.
"Rosa, bisakah kita bicara seb-" Ucap Alan terpotong.
"Gue bilang pergi ya, pergi!" Bentak Rosa mulai emosi.
"Huaaaaa....." Naresh yang tadinya anteng pun menangis mendengar bentakan Rosa.
Alan pun mulai menenangkan Naresh, dengan terpaksa ia menjauh dari meja Rosa. Sedangkan Rosa sendiri membuang wajahnya, ia merasa bersalah karena sudah membuat Naresh takut, walau bagaimana pun Naresh tak bersalah.
Melihat wajah Alan terlalu menyakitkan bagi Rosa, dalam hatinya yakin kalau Alan juga tidak datang hanya berdua dengan Naresh saja, Sabrina pasti ada di tempat yang sama.
"Ros, lu kenapa sih?" Tanya Angga.
"Dia mantan laki gue yang gue ceritain itu, dah ah jangan bahas tuh orang, eneg gue." Jawab Rosa.
'Kayaknya jadi Rosa sakit banget ya, tapi dia pintar menyembunyikan rasa sakitnya dari orang lain, bahkan di depan temannya ia terlihat kuat' Batin Olivia.
Rosa pun makan dengan perasaan kesal, tak habis-habisnya Alan mengganggunya. Rosa kira setelah resmi bercerai dengannya, Alan menikah dengan Sabrina tak akan mengusik lagi kehidupannya. Nyatanya di media sosial Alan selalu mencari perhatian darinya, membuat sebuah akun dimana isinya semua tentangnya yang seharusnya itu tidak ada.
"Rosa," Seorang pria memegang pundak Rosa.
Rosa memejamkan matanya, giginya beradu serta mencengkram garpu dan sendoknya dengan kuat.
Ting..
Byuuuurrr...
Rosa meletakkan sendok dan garpunya dengan kasar, ia pun meraih segelas air dan berbalik menyiramkan air tersebut pada pria yang menepuk pundaknya.
Angga dan Olivia menutup mulutnya tak percaya, begitu pun Rosa yang langsung membulatkan matanya melihat siapa pria di hadapannya saat ini.