Kata siapa skripsi membuat mahasiswa stres? Bagi Aluna justru skripsi membawa banyak pelajaran berharga dalam hidup sebelum menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Mengambil tema tentang trend childfree membuat Aluna sadar pentingnya financial sebelum menjalankan sebuah pernikahan, dan pada akhirnya hasil penelitian skripsi Aluna mempengaruhi pola pikirnya dalam menentukan siapa calon suaminya nanti. Ikuti kisah Aluna dalam mengerjakan tugas akhir kuliahnya. Semoga suka 🤩🤩🤩.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ANAK MAMA
Aluna langsung terjun ke bagian kue, adonan kue mah udah jadi makanan sehari-hari bagi Aluna sejak kecil. Apalagi pie susu, jelas Aluna sudah terbiasa membuatnya. Dia pasang tripod dan kamera harus on, setiap gerak-geriknya harus direkam. Arimbi sampai menggelengkan kepala, padahal yang mengenalkan Aluna begini juga dia dan Sabda.
"Mbak Aluna libur?" tanya Siti, salah satu karyawan sang mama bagian baking. Dia masih berusia 15 tahun tapi sudah janda, efek perjodohan oleh orang tuanya yang terlilit hutang. Dia juga korban KDRT, kasihan banget mendengar cerita Siti. Bahkan ia mungkin trauma dengan seorang pria, sampai pernah melihat Sabda dia langsung menjerit. Dia juga tidak pernah keluar dari area baking, sudah tiap hari dia bakal ngejugrug di area baking.
"Dua minggu aja, habis itu PKL, sibuk banget. Jarang pulang dan nanti kamu pasti kangen sama aku," ujar Aluna sembari menimbang adonan.
"Bukannya malah seneng ya, Sit. Gak ada Aluna, cerewetnya melebihi saya kan," ujar Arimbi yang sudah mode bos, mulai hitung stok dan roti ready hari ini.
"Saya tuh senang kalau ada Mbak Aluna, berasa punya teman saja. Baik orangnya, Bu!" jawab Siti di sela-sela menimbang adonan juga.
"Tapi Sayang jomblo dia!" sahut Arimbi dengan cekatan menekan kalkulator. Aluna berdecak sebal, semenjak dia masuk semester akhir, mama begitu getol mengingatkan Aluna untuk segera membuka diri. Mau apapun kesempatannya pasti ada aja singgung-menyinggung pasangan dan nikah.
"Biarin gini, Bu. Enakan jomblo loh!" ujar Siti sembari tersenyum miris, setiap menyinggung pasangan, hatinya mendadak baper. Dia didewasakan oleh keadaan. Melihat Aluna ingin sekali dia punya kesempatan itu. Sehingga dia sering sekali chat Aluna juga tanya soal kuliah di luar kota. Aluna juga baik banget berbagi cerita, chatnya pun menganggap Siti seperti teman. Ya memang Aluna baik, selagi tidak diremehkan.
"Sehat badan, sehat jiwa, goes to kampus, Sit!" ujar Aluna memberi semangat pada Siti yang mungkin mulai baper. Setelah Aluna mengenyam psikologi, salah satu poin penting agar seseorang segera berdamai dengan traumanya adalah dengan mencari tempat yang baru, dan orang disekelilingnya harus membantu untuk menciptakan suasana yang positif. Oleh sebab itu, dengan bergaul pada Aluna, sedikit demi sedikit Siti sudah bisa melupakan apa yang terjadi kemarin. Hubungan dengan ibu dan bapaknya pun mulai membaik, meski dirinya tak mau tinggal di rumah orang tua. Lebih baik mengontrak kata Siti.
"Padahal Siti sudah mama kasih kesempatan untuk ambil les masak atau les make up loh, Lun. Tapi menolak," lapor Arimbi masih berkutat dengan pembukuan toko.
"Ambil dong, Sit. Biaya Les kasbon dulu sama mama. Ingat tidak ambil resiko maka tidak bisa kaya," ujar Aluna menirukan beberapa quotes influencer muda yang hartanya sudah ratusan miliar.
"Ya kalau les make up nanti saya kerja gimana Mbak Lun?" tanya Siti bingung.
"Ya kerja tetap di sini, tapi luangkan waktu saja untuk pakai make-up. Direkam terus bikin tutorial begitu, manfaatkan ponsel dan internet."
"Bisa ya Mbak?"
"Bisa dong!"
"Aluna bisa kaya juga karena konten, Sit. Sejak kecil malah," ujar Arimbi. Aluna berdecak sebal, mamanya terlalu oversharing soal uang pada Siti, dan Aluna sedikit tak suka soal itu. Ia memegang prinsip jangan pernah tunjukkan seberapa banyak uangmu kepada orang karena itu termasuk norak. Toh, mama Arimbi biasanya gak menyinggung uang dan kaya, mungkin kelepasan.
"Memangnya ya kalau orang tuanya pintar, mendidik anaknya juga pintar. Tidak dididik untuk mencari makan saja, tapi dididik untuk bertahan hidup untuk masa yang akan datang," ucap Siti, kemudian dia menepuk mulutnya. "Kok saya jadi bijak banget," ucapnya kaget, dan mereka di sekitarnya pun tertawa ngakak.
Bosan baking, Aluna mengambil tempat di sudut sofa bersama sang papa yang anteng bermain laptop. Aluna melirik sebentar, yang dipantengin sang papa tetap saja grafik saham. Aluna mengambil tripod dan ponselnya untuk segera setting rekaman saat membuat aksesoris.
Kali ini ia mau membuat gantungan tuding ngaji dengan ada nama. Stoknya menipis. Mama pun membantu sang putri, Aluna tersenyum ternyata sang mama masih saja kreatif. "Kamu gak mau mengembangkan bisnis kamu, Mbak?" tanya Arimbi, sembari memasukkan manik ke dalam tali .
"Bisnis ini?" Arimbi mengangguk. "Udah sih, Ma. Aku sudah buka reseller lewat teman KKN. Tapi aku juga kepikiran sih, Ma. Habis ini kan aku sibuk-sibuknya kuliah, kalau berhenti ya Sayang banget."
"Rekrut orang dong. Borongan, biarkan manik-manik kamu dibawa mereka jam berapa gitu kamu ambil," saran Arimbi, namun Aluna menolak. Dia tipe perfeksionis, taste aksesoris yang bukan hasil karyanya selalu saja ia komentari detailnya, dan dia tak mau menurunkan kualitas aksesorisnya di tangan orang lain.
"Persis sama mama kamu, dulu yang dipercaya juga Bik Asih doang, pegang adonan!" sindir Sabda, dan Arimbi mengangguk. Ternyata sikap Aluna begini, turunan dari dia.
"Kalau bisnis lain?"
"Apa?"
"Tanah kamu kan banyak, buat kayak Pak Cokro gimana?" tanya Arimbi. Aluna seketika menatap sang mama. Benar kan dugaan kemarin, pasti mama tertarik dengan apa yang akan dilakukan oleh Pak Cokro.
"Setelah kuliah saja deh, Ma!" ujar Aluna. Sebenarnya ia mau saja, toh tanahnya bisa disewakan, hanya saja kalau sang mama sudah usul Pak Cokro kemungkinan ada kaitannya dengan Keenan. Aduh Aluna tak mau punya urusan lagi dengan cowok itu. Lagian mama juga kenapa sih, tiba-tiba pengen berkebun. "Mama fomo ya?" tebak Aluna, namun Arimbi menggeleng.
"Kamu sama Bintang saat kecil pintar makan jarang GTM karena diajak mama main tanah terus. Mama bikin mini garden ya Pa, ada hidroponik juga. Sempat kepikiran bikin area hidroponik, aquaponik, tapi belum teralisasi sampai sekarang."
"Terus?"
"Ya pulang dari Pak Cokro kemarin, mama dan papa diskusilah, mencoba peruntungan di hasil kebun. Tanah papa yang di daerah X kan masih ada, bisa dong kalau meminta bantuan alumni mahasiswanya Pak Cokro," kan kan Keenan bakal dibawa.
"Kamu katanya kenal?" ini lagi papa mendukung langsung dengan usulan mama.
"Kenal. Cuma gini deh, Ma. Mama kan udah financial freedom ya, sudah haji juga. Anak-anaknya sudah disiapkan warisan. Ya mama buat apa mau buka hasil kebun?" ini mah alasan Aluna saja biar gak berhubungan dengan Keenan. Makanya sebisa mungkin dia terlihat tak setuju dengan bisnis perkebunan yang tengah dilirik sang mama.
"Eits, Aluna cantik anaknya Pak Sabda. Kita tidak tahu masa depan seperti apa Sayang. Kita tidak tahu apakah tahun depan kita bisa makan nasi atau tidak. Kita juga tidak tahu pemerintah bisa menjamin ketersediaan stok bahan makanan untuk rakyatnya, so misi mama sekarang mandiri pangan."
Aluna tertawa melihat kecerdasan sang mama soal bisnis, selincah ini ternyata. Pantas saja sang papa tergila-gila, cantik wajah cantik juga otaknya. "Buruan kirim nomor alumni mahasiswa Pak Cokro itu ke mama ya," pinta Arimbi.
"Ke papa saja, Lun!" ini lagi sang papa gak bakal setuju kalau nomor laki-laki dikirim ke ponsel sang mama. Masih pada cemburu gaes. Dengan terpaksa Aluna menyimpan nomor Keenan, dan dikirim ke sang papa.
"Keenan Ojol?" ucap papa. "Ini yang kamu ceritakan sebagai cowok manipulatif itu?" tanya papa lagi, dan Aluna bisa apa selain mengangguk.
semangat bikin esmosi suami🤭
yuk ahh,,, semangatin kk authornya. semangatttt ya kakkk...
semoga smakin bnyk yg baca,suport dan doanya tuk kk author... ❤️
ini kok jejak nya mm papa y
sma2 dl pr3sentasi bareng dkira msh single eh taunya sdh ada yg mmlki tampan dan cantik