Casanova Of Devil

Suara peralatan makan berdenting. Yofan, Jamal, dan Marvel sedang menikmati makan siang.

"Bagaimana kau mengenal Amel, Fan?" celetuk Marvel.

"Aku sedang malas membicarakannya. Bagaimana dengan proses pemindahan kuburan bapakku? Apa sudah di urus?" balas Yofan yang malah merubah topik pembicaraan.

"Kau tenang saja. Semuanya berjalan lancar. Kami sudah dapat lokasi kuburan yang bagus," sahut Jamal.

"Nanti kabari saja aku kalau pemindahan dilakukan. Aku ingin turun langsung melihat prosesnya," ungkap Yofan sembari berdiri. Dia telah selesai makan. Yofan ingin segera kembali ke kantor karena ada urusan kerjaan.

Jamal dan Marvel terdiam sambil sama-sama menatap kepergian Yofan.

"Bukankah menurutmu sikapnya mulai berubah?" imbuh Marvel.

"Ya, dia lebih berwibawa dan berkharisma," tanggap Jamal.

Mata Marvel mendelik. "Bukan itu. Tapi itu juga sih. Maksudku Yofan sekarang bersikap seperti bos-bos pada umumnya. Kau tahu maksudku bukan?" jelasnya.

"Oh, iya. Aku paham. Tapi menurutku wajar saja dia begitu, karena semua kekayaan yang ada di sini memang miliknya. Dia bahkan membiayai uang kuliahmu bukan?"

"Kau benar. Aku sangat bersyukur bisa bertemu dengannya."

"Awas saja kalau suatu hari kau berkhianat. Aku mengawasimu!" ancam Jamal.

"Dih! Kau kali yang berkhianat. Aku selalu sependapat dengan Yofan. Berbeda dengan kau," sahut Marvel.

"Pendapatku memang kadang berbeda. Tapi aku selalu mendukung pilihan Yofan," balas Jamal. Dia dan Marvel telah menghabiskan makanan.

Bersamaan dengan itu, Amel datang membawakan makanan penutup. Saat itulah atensi Jamal dan Marvel tertuju ke arah gadis tersebut.

"Eh, Amel! Kau dan Yofan membicarakan apa tadi?" pungkas Marvel.

"Bukan apa-apa, Tuan. Kami hanya kebetulan mengenal orang yang sama. Kami pernah bertemu tempo hari karena orang itu," terang Amel.

"Orang? Siapa?" cecar Jamal.

"Namanya Safira. Dia temanku yang bekerja di Universitas Dosen," jawab Amel.

"Safira?" Jamal dan Marvel saling bertukar pandang. Setelah itu mereka tidak mengatakan apa-apa lagi.

...***...

Yofan kini sudah berada di ruang kerjanya. Ia sibuk mendatangani berkas.

Pintu terdengar diketuk, Yofan segera menyuruh orang yang mengetuk untuk masuk. Ternyata yang datang adalah Gladys, sekretaris Yofan.

Seperti wanita kebanyakan, Gladys juga naksir Yofan. Dia berusaha menarik perhatian lelaki itu dengan berbagai cara. Termasuk berdandan dan berpakaian seksi.

Semenjak pertama kali bertemu, Gladys sudah sangat kepincut dengan pesona Yofan. Yang paling aneh, dia merasa sangat mendambakan sentuhan Yofan. Ia merasa rahimnya memanas dan mewanti-wanti untuk dibelai lelaki tersebut. Gladys tak tahu alasan kenapa dirinya merasa begitu. Tapi Yofan baginya seperti magnet.

"Halo, Mas Yofan..." sapa Gladys sembari berjalan mendekat.

"Kau Gladys. Ada a..." ucapan Yofan terhenti saat melihat Gladys. Ia melihat gadis itu berpakaian ketat, dia juga memperlihatkan belahan dada dan pahanya yang putih.

"Apa?" lanjut Yofan sambil tersenyum miring. Setelah tidur dengan banyak wanita, baginya wanita seperti ikan yang akan selalu masuk ke dalam perangkapnya.

"Aku membuatkanmu kopi. Aku juga membelikanmu kue brownis. Kebetulan tetanggaku penjual kue brownis," ujar Gladys.

"Terima kasih, kau perhatian sekali," tanggap Yofan. Dia segera mengambil kopi Gladys dan meminumnya.

Namun saat cangkir hampir menyentuh mulutnya, dia sengaja menumpahkan kopi ke bajunya. Gladys yang melihat, langsung mendekat dan mengambil tisu untuk mengelap kemeja Yofan.

"Astaga, Mas. Mas harusnya hati-hati," kata Gladys.

Ketika Gladys mendekat, Yofan semakin bisa melihat belahan dada wanita itu lebih jelas. Usahanya untuk memancing Gladys mendekat dengan menumpahkan kopi berlangsung sukses.

Dengan pelan, Gladys usap kemeja Yofan yang terkena kopi dengan tisu. Saat itulah keduanya saling bertukar pandang.

Yofan melepas semua kancing bajunya. Sehingga tubuhnya yang atletis sedikit terlihat. Mata Gladys sampai terpana.

Perlahan Yofan tersenyum, yang tentu saja langsung dibalas oleh Gladys. Yofan menganggap senyuman itu sinyal, selanjutnya dia langsung menyambar bibir Gladys.

"Eumph!" Gladys tak kuasa menolak. Kedua tangannya secara otomatis melingkar di pundak Yofan.

Suara kecup mengecup terdengar dari pergulatan lidah di antara Yofan dan Gladys. Yofan memanfaatkan kesempatan itu untuk meremas buah dada Gladys yang sejak tadi menggodanya.

Kencang, kenyal, dan berisi, itulah yang dirasakan Yofan. Dia jadi tak sabar ingin segera melahap buah yang jadi kebanggan para wanita tersebut. Yofan lantas melepas ciumannya.

"Apa tidak masalah kita begini? Aku ingin segera melahap gunung kembarmu," ungkap Yofan.

Gladys tersenyum, dan langsung mengangguk. Seketika seringai puas terukit di bibir Yofan. Lelaki itu langsung melepas atasan Gladys sampai tak tersisa. Selanjutnya dia lahap dengan rakus buah dada Gladys secara bergantian.

"Aah..." Gladys mulai mendesah. Apalagi saat jari Yofan mulai bermain di bawah sana, dengan lembut dan intens. Membuat Gladys semakin dibuat melayang. Di bawah sana, jari Yofan bisa merasakan banjir yang luar biasa.

"Ya begitu, Mas... Enak banget..." lirih Gladys.

"Kau menyukainya?" tanya Yofan sembari terus memainkan jarinya. Perhatiannya tak teralihkan dari dua gundukan kembar yang tampak sudah memerah karena ulahnya.

"Sangat suka, Mas..." jawab Gladys.

"Kalau begitu kau akan tambah suka saat milikku menyatu dengan punyamu," desis Yofan.

"Iya, aku mohon lakukan itu. Aku ingin kau melakukannya," pinta Gladys.

Yofan segera melepas cel*na dalam milik Gladys. Setelah itu, barulah dia melepas celananya. Tanpa basa-basi, Yofan dudukkan Gladys ke atas meja dan melakukan penyatuan. Yofan gempur wanita itu dengan beringas sampai membuat Gladys tambah menggila.