Aluna ditinggal mati suaminya dalam sebuah kecelakaan. Meninggalkan dia dengan bayi yang masih berada dalam kandungan. Dunianya hancur, di dunia ini dia hanya sebatang kara.
Demi menjaga warisan sang suami, ibu mertuanya memaksa adik iparnya, Adam, menikahi Aluna, padahal Adam memiliki kekasih yang bernama Laras.
Akankah Aluna dan Adam bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hare Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Braak!
Adam membanting pintu dengan keras saat tiba di rumah.
Di ruang keluarga, Laras sedang cekikikan sendiri dengan ponselnya.
"Ada apa sih? Pulang-pulang membanting pintu!" kesal Laras tanpa mengalihkan pandangannya.
Dia masih sibuk berchatting ria, entah dengan siapa. Tapi, wajahnya begitu sumringah.
"Untuk apa kau datang ke rumah Aluna?!" tanya Adam sambil menatap Laras dengan tajam.
Dia benar-benar emosi ketika mendengar kalau Laras mendatangi Aluna.
Padahal, Aluna sama sekali tidak mengganggu mereka.
Laras melirik dengan malas, tapi detik berikutnya, dia kembali fokus ke ponsel di tangannya.
"Oh, gara-gara pelakor itu," jawab Laras sinis.
Adam semakin emosi, dia mendekat dan menarik ponsel itu dari tangan Laras.
"Adam! Kembalikan! Kamu apa-apaan sih?" teriak Laras kesal dan berusaha meraih kembali ponselnya, namun Adam lebih cekatan memindahkan ponsel itu ke tangan kirinya dan diangkat tinggi-tinggi.
"Adam! Sini!" kesal Laras menatap Adam tidak kalah tajam.
"Kalau kau berusaha mengambilnya, aku akan menghancurkannya!" jawab Adam.
"Apaan sih!" gerutu Laras yang masih berusaha meraih ponselnya.
Dan seketika Adam bersiap melemparkan ponsel itu dengan keras ke dinding.
Tentu saja itu membuat Laras membeku. "Jangan!"
Adam menatap Laras penuh amarah. "Berhenti mengganggu Aluna. Jangan membuat malu ku kalau kau masih mau menjadi istriku!"
Laras menatap Adam tidak percaya. "Apa? Kau seperti ini karena wanita jalang itu?"
Adam kembali ingin melemparkan ponsel itu ke dinding.
"Iya, iya. Aku gak akan lagi," jawab Laras cepat, takut banget dia kalau ponselnya hancur dimakan dinding.
"Berhenti menyebut Aluna pelakor dan jalang. Dia tidak merebut siapapun, dan dia tidak pernah menggoda ku. Akulah yang ingin menikah dengannya. Bahkan, aku ingin rujuk dengannya!" ujar Adam memperingati Laras.
Mata Laras membola mendengar apa yang dikatakan Adam. Rujuk? Apa dia tidak salah dengar?
Setelah menikah dengan Aluna, Adam benar-benar berubah.
"Kau mau rujuk dengannya?" tanya Laras tidak percaya.
"Iya!"
"Terus bagaimana denganku? Aku sudah rela datang kesini menyusul kamu kesini loh," tanya Laras.
"Aku tidak memintamu kesini! Aku tidak pernah ingin kamu disini!" jawab Adam.
"Adam! Kau anggap aku apa?" tanya Laras.
"Kau istriku, tapi saat aku ke kota XXX. Saat aku disini, aku suami Aluna!" jawab Adam.
Laras menggelengkan kepalanya. "Saat kau bersamaku, kau masih menelpon Aluna."
"Karena dimanapun aku berada, aku suaminya Aluna!"
Laras mendekat, dia ingin menampar Adam. Tapi, Adam dengan cepat menahan tangannya.
"Ingat apa yang aku katakan, Laras!"
Adam langsung kembali meninggalkan rumah dan Laras yang masih dalam keadaan marah.
Seperginya Adam, Laras mengamuk dan membanting semua barang yang ada di depannya.
"Aluna! Kau harus mati! Tunggu saja, aku akan membuatmu menderita!" teriak Laras menangis sejadi-jadinya.
Dai menatap sekeliling rumah yang tidak terlalu luas itu.
"Semua karena jalang gatal itu! Semua karena dia! Dia harus membayar sakit hatiku!" ujar Laras menarik rambutnya dengan acak-acakan.
Kebenciannya kepada Aluna semakin menjadi-jadi.
**
"Permisi..."
"Mbak Aluna, kami mengantarkan barang."
Aluna yang sedang istirahat siang bersama Kiya mengernyit.
"Barang? Aku gak pesan apa-apa," gumam Aluna sambil melangkah ke pintu.
Saat membuka pintu, dia melihat di depan pagar rumahnya, tampak dua orang lelaki muda yang datang dengan mobil pick up L300.
"Ada apa, Pak?" tanya Aluna heran, dia tidak mengenal mereka.
"Kami mau antar barang."
"Saya gak pernah pesan barang, Mas," jawab Aluna.
Dia melihat itu tampaknya dari toko elektronik. Sebab di atas mobilnya, tampak peralatan elektronik rumah tangga.
Dan Aluna tidak merasa memesan barang tersebut.
"Ini dibelikan oleh Pak Dimas, dan beliau minta antar kesini."
Aluna terdiam beberapa saat, teringat kunjungan sang mantan ayah mertua tempo hari. Apakah karena Aluna tidak memiliki air es?
"Untuk saya?" tanya Aluna masih tidak percaya.
Sopir pick up itu menelpon Pak Dimas, agar Aluna percaya. Karena sampai sekarang Aluna belum membuka pintu.
"Iya, Aluna. Itu untuk kamu dan Kiya," jawab Pak Dimas di ujung telepon.
"Tapi, Pa..."
"Sudah gapapa. Agar Kiya gak bosan di rumah," potong Pak Dimas.
Akhirnya, Aluna membuka pintu pagarnya. Mobil tidak bisa masuk hingga ke halaman, hanya di depan pagar. Jadi, mereka terpaksa mengangkatnya.
Aluna hanya diam melihat barang-barang itu diturunkan.
Ada kulkas, TV, dispenser, kipas angin, sampai oven listrik hingga vacuum cleaner pun ada.
"Ini sudah dibayar?" tanya Aluna ragu-ragu setelah semua barang satu mobil penuh itu diturunkan.
"Sudah, Mbak."
"Terima kasih, ya," ucap Aluna.
Kedua orang itu menganggukkan kepalanya. Mereka berpamitan setelah mengambil foto untuk laporan kalau barang-barang sudah berhasil diantar.
Dan tidak berapa lama, datang lagi satu mobil pick up, yang mengantarkan sofa, kasur, rak TV dan lemari.
Masih dari orang yang sama, yaitu Pak Dimas.
Aluna hanya menatap barang-barang yang kini memenuhi rumah barunya. Sudah lengkap dalam satu hari.
"Papa tiba-tiba baik sekali," gumam Aluna pelan.
Sementara Kiya yang baru bangun tidur begitu bersemangat saat melihat di rumahnya kini begitu banyak barang-barang. Dia bahkan bisa menonton TV.
"Atun!" ujar Kiya menunjukkan layar TV.
Artinya dia ingin menonton kartun. Dan dia duduk dengan tenang di sofa barunya sambil menonton televisi.
"Mas Arman, Kiya senang banget dengan barang-barang yang Papa beli," lirih Aluna.
Entahlah, haruskah Aluna bersyukur dengan perceraian ini? Karena dengan perceraian ini, Papa mertuanya baru menunjukkan penerimaannya.
Aluna sibuk menata rumahnya yang tidak terlalu luas itu dengan barang-barang yang baru datang.
Untuk Kiya, Pak Dimas juga membelikan sofa ayunan.
Disaat Aluna sedang sibuk beres-beres, seorang wanita yang masih cukup muda datang ke rumahnya.
"Luna, kemarin kan kamu bilang mau menitipkan jualan di warung ku, kan?" tanya Alia, dia membuka warung bakso yang cukup ramai dan terkenal.
"Iya, Lia. Rencana besok aku mulai masak ya, pagi-pagi aku antar ke rumah kamu," jawab Aluna tersenyum.
Iya, Aluna sudah berencana untuk menjual makanan yang akan di titipkan di warung Alia, karena rumahnya jauh dari keramaian.
"Maaf banget, Aluna. Aku gak jadi menerima titipan kamu. Daripada warungku yang bermasalah diacak-acak," jawab Alia.
Aluna terkejut. "Ada apa?"
"Gak ada apa-apa. Pokoknya aku gak terima makanan kamu," jawab Alia.
"Kamu beri aku alasan, Lia. Aku sudah belanja banyak," ucap Aluna dengan sedih.
"Aku ganti rugi aja deh bahan-bahan belanjaanmu."
Aluna semakin bingung, sepertinya dia menangkap ada yang tidak beres.
"Apa Bu Ratna mendatangimu?"
Dengan lemas Alia mengangguk. "Dia tidak datang secara langsung, tapi orang sedesa ini tahu, beliau melarang siapapun menolong kamu."
"Astaga, apa yang diinginkannya sebenarnya?" tanya Aluna bergumam.
"Luna, kamu jangan labrak dia dan bilang aku memberitahu kamu ya?”
Punya istri dan mertua cuma dijadikan mesin atm berjalan doang!
Gimanaa cobaa duluu Adam liatnya.. koq bisaa gituu milih Laras.. 🤔🤔🤦🏻♀️🤦🏻♀️😅😅
Terimakasih Aluna kamu sudah mau membantu Adam membuka kebusukan Laras semoga Adam bisa secepatnya menyelesaikan masalahnya dengan Laras dan bisa lebih dewasa lagi kedepannya 💪