Karena kesulitan ekonomi membuat Rustini pergi ke kota untuk bekerja sebagai pembantu, tapi dia merasa heran karena ternyata setelah datang ke kota dia diharuskan menikah secara siri dengan majikannya.
Dia lebih heran lagi karena tugasnya adalah menyusui bayi, padahal dia masih gadis dan belum pernah melahirkan.
"Gaji yang akan kamu dapatkan bisa tiga kali lipat dari biasanya, asal kamu mau menandatangani perjanjian yang sudah saya buat." Jarwo melemparkan map berisikan perjanjian kepada Rustini.
"Jadi pembantu saja harus menandatangani surat perjanjian segala ya, Tuan?"
Perjanjian apa yang sebenarnya dituliskan oleh Jarwo?
Bayi apa sebenarnya yang harus disusui oleh Rustini?
Gas baca, jangan lupa follow Mak Othor agar tak ketinggalan up-nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjanjian Bab 28
Jarwo ingin sekali turun dari mobil dan menghampiri istrinya, dia merasa panas hatinya ketika melihat istrinya itu berduaan dengan seorang pria. Bukan hanya berduaan saja, tetapi mereka saling mengobrol dengan mesra dan bergandengan tangan.
"Sial! Apa Ratih selingkuh?"
Jarwo hampir lupa karena amarah, dia ingin turun dan menghampiri istrinya. Namun, ucapan dari tuyul peliharaannya itu membuat dia ingat kalau saat ini Jarwo tidak sendirian.
"Ayah mau ke mana?"
Jarwo yang sudah memberhentikan mobilnya dan hendak membuka pintu mobil langsung menghentikan aktivitasnya, kemudian dia menolehkan wajahnya ke arah tuyul peliharaannya.
Tuyul peliharaannya itu harus segera ditidurkan sebelum adzan subuh berkumandang, karena jika dia pulang setelah adzan subuh berkumandang, maka hal itu akan membahayakan dirinya dan juga tuyul itu.
Jarwo akan mendapatkan hukuman yang sudah disepakati dengan pemilik tuyul itu, sedangkan tuyul itu akan musnah dan uang mahar yang dia keluarkan untuk membeli tuyul itu akan sia-sia.
"Bapak tau kan' konsekuensinya apa kalau misalkan tidak segera pulang?"
"Maaf ya, Nak. Kita pulang," ujar Jarwo menahan kesal karena tidak bisa menemui istrinya.
Jarwo akhirnya melajukan mobilnya menuju kediamannya, selama perjalanan menuju rumahnya dia menahan kekesalan yang luar biasa. Dia menahan amarah yang sudah seperti batu mengganjal di dalam dadanya.
Saat sampai di kediamannya, dia langsung menidurkan tuyul peliharaannya itu. Setelah itu Jarwo masuk ke dalam kamar utama untuk mencari istrinya.
Ternyata benar, Jarwo tidak menemukan istrinya. Saat dia pergi ke rumah kecil yang ada di belakang rumah mewahnya, di sana juga tidak ada Ratih. Hanya ada bekas ritual penumbalan saja, tempat itu terlihat sangat berantakan tapi tidak meninggalkan jejak darah atau apa pun di sana.
"Apa mungkin Ratih benar-benar selingkuh dengan pria lain?"
Jarwo akhirnya kembali pergi menuju tempat di mana dia melihat Ratih dengan pria lain, tetapi sayangnya tidak ada wanita itu di sana. Di daerah situ ada beberapa hotel, Jarwo jadi berpikir apakah mungkin istrinya itu menyewa kamar untuk mereka memadu kasih.
"Apa iya aku harus mencari Ratih ke setiap hotel?" tanya Jarwo dengan kekesalan tingkat dewa.
Cape tak dia rasakan, Jarwo yang kesal, kecewa dan juga penasaran akhirnya masuk ke hotel demi hotel yang ada di sana. Dia bertanya tentang keberadaan Ratih, sayangnya tak ada istrinya di sana.
"Sial!" umpat Jarwo.
Jarwo yang kecewa akhirnya kembali pulang, dia ingin tidur saja. Namun, saat dia masuk ke dalam kamarnya, ada Ratih di sana. Wanita itu sedang membuka bajunya, Jarwo memerhatikan wanita itu tanpa bertanya.
"Mas! Kamu baru pulang?" tanya Ratih yang dengan cepat mengambil handuk untuk menutupi tubuhnya.
"Aku sudah pulang dari tadi kok, kamu udah itung uangnya?"
Tatapan mata pria itu tertuju pada dada Ratih, di sana ada bekas jejak cinta. Ada ruam merah keunguan, bekasnya terlihat baru. Darah Jarwo mendidih, ingin rasanya dia mengumpat. Namun, dia sadar kalau dirinya tak punya bukti.
"Loh, kok aku tadi pas pulang kamu gak ada di kamar? Kamu ke mana dulu?"
"Nyari nyamuk yang udah hisap darah kamu," jawab Jarwo asal.
"Eh? Maksudnya bagaimana?"
"Nggak gimana-gimana, itu kenapa di dada kamu ada tanda merah keunguan? Perasaan kita udah beberapa hari tak melakukannya," tanya Jarwo sambil menghampiri Ratih dan mengusap dada wanita itu.
Ratih awalnya terlihat begitu gugup, dia bahkan dengan cepat mengambil baju yang sudah dia buka untuk menutupi dadanya itu. Namun, tak lama kemudian dia bisa menetralkan kembali raut wajahnya.
"Ini bekas apa, Sayang?" tanya Jarwo lagi.
"Bukan apa-apa, ini hanya--- hanya itu. Anu, emmm--- sepertinya terkena sesuatu. Atau mungkin digigit serangga," jawab Ratih.
Jarwo langsung tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Ratih, dia yakin kalau istrinya itu berbohong. Namun, dia akan membuka semuanya kalau sudah memiliki bukti yang cukup.
"Kalau untuk ukuran digigit serangga kayaknya nggak mungkin deh, ini kegedean. Mungkin lebih tepatnya ini seperti bekas gigitan anjing liar," ujar Jarwo.
"Mas! Apa sih? Mana mungkin aku kena gigitan anjing liar, kalau iya pasti aku sudah rabies. Udah ah, aku mau mandi."
Ratih pergi melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, dia memandang kepergian istrinya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
"Jika kamu benar-benar selingkuh, aku tak akan memaafkan kamu."
Jarwo yang tak ingin emosi langsung keluar dari dalam kamar utama, kemudian dia melangkahkan kakinya menuju kamar tempat di mana Rustini dulu tinggal.
Saat pria itu merebahkan tubuhnya, aroma rambut Rustini masih menempel pada bantal itu. Saat Jarwo memeluk guling yang biasa dipakai oleh Rustini, Jarwo seperti sedang memeluknya.
Rasa rindu langsung menyeruak ke dalam kalbu, rindu sekali terhadap wanita itu. Rindu senyum manisnya, rindu dekap hangatnya, bahkan Jarwo rindu raut wajah Rustini saat ada di bawahnya.
"Tin, aku akan cari kamu."
Jarwo memejamkan matanya, lalu dia berusaha untuk masuk ke alam mimpinya. Jarwo yang memang begitu lelah tak perlu menunggu waktu yang lama, dia langsung terlelap dan bahkan terdengar dengkuran halus dari bibirnya.
**
"Mas, ini udah malem. Kok kamu kaya santai banget? Nggak minta Diah buat siap-siap nyususin tuyul lagi, apa kamu malam ini nggak nyari duit?"
Jarwo baru saja selesai makan malam, biasanya kalau dia selesai makan malam, Jarwo akan meminta wanita peliharaannya untuk bersiap menyusui anaknya. Namun, kali ini Jarwo terlihat begitu santai dengan hanya memakai kolor saja sambil menonton TV.
"Duit kita udah banyak banget, gudang tempat penyimpanan duit juga udah penuh banget. Mas mau libur dulu barang sehari, atau mungkin seminggu," jawab Jarwo.
"Loh! Kok tumben? Kalau kamu nggak mencari uang, kamu mau ngapain?" tanya Ratih dengan nada pertanyaan yang sudah naik satu oktaf.
Jarwo bangun, lalu dia berdiri tepat di hadapan istrinya. Dia menatap wajah istrinya dengan lekat, selama ini dia tidak pernah absen untuk mencari uang. Namun, wanita itu tidak pernah benar-benar menghargai dirinya.
Hanya Jarwo saja yang harus menghargai wanita itu, hanya Jarwo yang harus memanjakan wanita itu, hanya Jarwo yang harus memperhatikan kehidupan wanita itu baik atau tidak.
"Memangnya kenapa kalau aku libur sehari atau seminggu? Tak boleh? Apa kamu pikir aku itu sapi perah yang harus setiap hari diperas susunya agar kamu bisa cepat kaya?"
"Ngg--- nggak gitu juga, Mas. Kaget aja aku dengar kamu nggak bakalan nyari uang dulu, biasanya kamu rajin banget. Kamu selalu berkata ingin memanjakan aku dengan uang, kamu selalu berkata tidak akan membiarkan aku kekurangan."
Ratih yang tadi terlihat angkuh kini malah ciut, dia begitu takut dengan tatapan mata Jarwo. Baru kali ini pria itu menatap dirinya dengan tatapan yang berbeda, bukan tatapan penuh cinta seperti biasanya.
"Lalu, dengan adanya segudang uang yang ada di belakang rumah. Dengan adanya perhiasan dua lemari penuh di dalam kamar, apakah aku tidak cukup memanjakan kamu dengan uang? Apakah aku harus menukarkan nyawaku dengan uang? Baru kamu akan bahagia, iya?"
ntar kamu ngamuk gak liat Jarwo bahagia dengan Tini