‼️DILARANG ATM & PLAGIAT. KALAU MAU JADI PENULIS PIKIRKAN SAJA ALUR SENDIRI, JANGAN SUKA NYOLONG PIKIRAN PENULIS LAIN‼️
Penolakan Aster Zila Altair terhadap perjodohan antara dirinya dengan Leander membuat kedua pihak keluarga kaget. Pasalnya semua orang terutama di dunia bisnis mereka sudah tahu kalau keluarga Altair dan Ganendra akan menjalin ikatan pernikahan.
Untuk menghindari pandangan buruk dan rasa malu, Jedan Altair memaksa anak bungsunya untuk menggantikan sang kakak.
Liona Belrose terpaksa menyerahkan diri pada Leander Ganendra sebagai pengantin pengganti.
"Saya tidak menginginkan pernikahan ini, begitu juga dengan kamu, Liona. Jadi, jaga batasan kita dan saya mengharamkan cinta dalam pernikahan ini."_Leander Arsalan Ganendra.
"Saya tidak meminta hal ini, tapi saya tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih sepanjang hidup saya."_Liona Belrose Altair.
_ISTRI KANDUNG_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 : Ketahuan Akan Rencana Jahat
Leander menemani Liona makan di kantin terlebih dahulu, karena sarapan di rumah tadi tidak terlalu tenang dan perut istrinya kembali lapar. Ia tersenyum saat melihat Liona makan dengan lahap, apalagi setelah dia mengatakan apa yang terjadi tadi pagi dan bagaimana penerimaan keluarganya terhadap identitas Liona.
“Aku tidak mengerti, sebenarnya nikmat makanan itu siapa yang menciptakan. Tapi yang jelas, aku bahagia sekali,” ungkap Liona dengan mata berbinar sempurna, ditambah lagi dengan rona merah muda di pipinya.
Leander mencubit pipi itu dengan gemas lalu mengusap kepala Liona. “Kamu mau pesan lagi?” Liona membalas dengan gelengan kepala.
“Enggak. Sebenarnya ngabisin ini aja udah susah setengah mati. Kalau kamu berkenan, tolonglah bantu aku,” pinta Liona sambil menatap Leander dengan tatapan memelas.
Leander menunjukkan senyumannya lalu menarik piring Liona, mereka menghabiskan makanan itu berdua.
Tak lama, ponsel Leander berdering. Ia merogoh saku celana dan menatap nama yang terpampang di depan layar.
Karina.
Leander segera menjawabnya dan apa yang disampaikan oleh Karina cukup membuat dia terkejut. Karena Liona ada di dekatnya, Leander segera mengubah ekspresi terkejutnya menjadi lebih tenang seolah tidak terjadi apapun.
Setelah panggilan berakhir, Leander memeriksa pesan yang dikirimkan oleh Karina. Sebuah video, tapi tidak dia buka sekarang. Takut kalau-kalau Liona melihat dan jadi beban pikiran pula baginya.
“Ada apa?” tanya Liona penasaran.
“Karina meminta dibelikan sesuatu nanti pas pulang dari kampus,” bohongnya.
“Ooh.”
Selang sepuluh menit berlalu, Leander mengantarkan istrinya ke kelas dan bergegas menuju mobil. Dia mengambil earphone dan memasangnya ke telinga, memutar video percakapan Aster dan Luciana yang berhasil direkam oleh anak buah Karina saat mengikuti mereka di kafe.
Betapa geram dan marahnya Leander ketika mendengar rencana mereka untuk menghabisi Liona. Kali ini rasa marahnya tidak lagi seperti biasa.
Leander menghubungi Batara dan memerintahkan sesuatu, ia menunggu sekitar tiga puluh menit setelah memberikan perintah lalu mendapat panggilan balik dari Batara.
“Saya ke sana. Pastikan semua yang saya inginkan sudah tersedia,” pesan Leander.
Ia menyalakan mesin mobil dan segera meluncur ke tempat penyiksaan waktu itu. Kali ini dia akan mencoba bermain dengan Aster dan Luciana, bukan lagi memberikan peringatan seperti hari itu.
“Aku berusaha menjaga istriku dengan baik. Mereka dengan lantangnya malah merencanakan pembunuhan terhadap Liona, apa otak mereka itu tidak dipakai untuk berpikir?” Leander bergumam dengan mata yang terus menatap jalanan.
Dia tidak bisa lagi bersabar dengan kelakuan Aster ini. Sudah pernah dia tegur, lalu dia kasih peringatan, hingga dia tegur lagi secara langsung. Tapi apa? Aster bahkan tidak berubah sama sekali.
Hari itu, sebenarnya mudah bagi Leander membunuh dia, tapi mengingat Aster adalah saudara Liona dan Aster juga anak perempuan satu-satunya Jedan. Ia mengurungkan niatnya dan hanya memberi peringatan kecil agar Aster kapok dan tidak berusaha mengganggu Liona lagi.
...***...
Aster dan Luciana berusaha melepaskan diri dari ikatan kabel di sepanjang tubuh mereka. Duduk di sebuah kursi besi dengan puluhan kabel melilit tubuh dan mulut yang dilakban kuat.
Mereka berdua menangis tapi tak bisa berbuat banyak. Aster sudah menduga bahwa ini perbuatan Leander karena yang membawa mereka ke sini tadi adalah Batara. Orang kepercayaan Leander.
Ruangan itu sangat megah dan bernuansa putih gading. Bukan seperti ruangan yang pernah Aster jumpai saat bersama Narel dulu.
Beberapa orang berpakaian formal serba hitam memasuki ruangan tersebut lalu berdiri berjejer rapi seakan menyambut seseorang. Tak lama, langkah kaki tegas menggema di ruangan tersebut.
Luciana dan Aster membelalakkan mata mereka saat melihat Leander masuk dengan penuh wibawa dan tentunya tanpa senyuman sama sekali.
Leander tidak melirik ke arah mereka sama sekali, dia langsung menuju ke atas sofa dan duduk di sana dengan kaki yang terlipat di atas kaki lain. Tangan kanannya memegang cerutu di sela jemari dan tangan kirinya bertengger di sisi sofa.
Leander menatap mereka dengan tajam lalu menghisap cerutu di tangannya. Menghembuskan asap ke udara lalu berkata pelan namun jelas. “Saya hanya punya waktu satu jam di tempat ini. Istri saya akan mencari jika tidak menemui saya di parkiran kampus.”
Ia kembali menghisap cerutunya tanpa mengalihkan pandangan dari kedua wanita di hadapannya itu.
“Jadi ... Saya harap, kita bisa selesai dalam waktu 40 menit. Kita akan bermain game, tapi sebelumnya, silakan tonton video ini terlebih dahulu.” Leander menjentikkan jarinya dan beberapa anak buahnya langsung memutarkan video rekaman Aster dan Luciana di kafe.
Aster dan Luciana saling melempar senyuman.
“Aku akan menjemput dia di kampus sekitar jam 1 siang di hari Senin. Kita akan bawa dia ke club biasa dan membiarkan dia digilir oleh beberapa pria. Liona pasti akan sangat frustasi, saat pikirannya kacau, aku akan menghasut dan mendoktrin pikirannya untuk mengakhiri hidupnya sendiri.” Aster tersenyum dengan ide yang baru saja dia utarakan.
“Jadi kau mau, aku yang menyiapkan pria-pria itu?”
“Iya Luciana. Pekerjaan yang mudah bukan? Liona itu sangat gampang didoktrin, karena hatinya itu terlalu rapuh.”
Mereka berdua tertawa dengan rencana mereka itu.
Video berakhir, Leander kembali membawa pandangannya ke arah dua wanita yang terikat itu. Terlihat pancaran ketakutan di mata mereka dan keringat juga sudah mulai terlihat di pelipis mereka.
“Rencana yang sangat bagus, apa otak kalian itu tidak bisa dijauhkan dari yang namanya penggiliran dengan pria liar?” tanya Leander yang jijik dengan kata ‘gilir’ tersebut.
“Tapi ya sudahlah, rencana kalian sudah terlalu matang dan sempurna. Saya sebagai suami Liona sangat membenci rencana itu. Makanya saya membawa kalian ke sini untuk bersenang-senang, saya ingin membuat kalian santai dengan satu permainan yang akan kita mainkan. Ready?” ujar Leander dengan santai sambil bersandar di sofa empuk miliknya.
Aster dan Luciana berusaha beranjak dari kursi tersebut tapi tak bisa. Ikatan itu terlalu kuat, Aster sendiri sudah sangat pucat melihat wajah Leander yang tenang itu.
Beberapa anak buah Leander mendekati Luciana dan menempelkan beberapa alat di tubuh Luciana. Aster tak bisa lagi mengontrol ketakutannya.
Kursi Aster di tarik menjauh dari Luciana dan ikatannya perlahan dilepas. Sebuah alat kecil dipasangkan ke tengkuk Aster.
Lakban di mulutnya dibuka dan dengan cepat dia berlutut di hadapan Leander dengan kedua tangan dia satukan.
“Maafkan aku, Leander. Tolong lepaskan aku, aku janji tidak akan mengusik Liona lagi. Tolong kali ini maafkan aku, Leander.” Aster terus memohon belas kasihan suami Liona itu.
“Saya hanya memperingati satu kali, melepaskan juga satu kali, Aster Zila Altair. Dan saya sudah pernah melakukan keduanya padamu. Berarti kesempatanmu sudah habis.” Perkataan itu jelas sebuah informasi yang sangat mutlak kebenarannya.
Mata gue sembab, tissue gue abis, lagu apapun yg gue dengerrin gak bisa nenangin. Hati gue hancur lebur/Sob//Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/