NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Jadi Bebek

Reinkarnasi Jadi Bebek

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Sistem / Perperangan / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: yuyuka manawari

Siapa sangka, kematian konyol karena mesin penjual minuman bisa menjadi awal petualangan terbesar dalam hidup… atau tepatnya, setelah hidup.

Ketika bangun, ia bukan lagi manusia, melainkan seekor bebek rawa level 1 yang lemah, basah, dan jadi incaran santapan semua makhluk di sekitarnya.

Namun, dunia ini bukan dunia biasa. Ada sistem, evolusi, guild, perang antarspesies, bahkan campur tangan Dewa RNG yang senang mengacak nasib semua makhluk.

Dengan kecerdikan, sedikit keberuntungan, dan banyak teriakan kwek yang tidak selalu berguna, ia membentuk Guild Featherstorm dan mulai menantang hukum alam, serta hukum para dewa.

Dari seekor bebek yang hanya ingin bertahan hidup, ia perlahan menjadi penguasa rawa, memimpin pasukan unggas, dan… mungkin saja, ancaman terbesar bagi seluruh dunia.

Karena kadang, yang paling berbahaya bukan naga, bukan iblis… tapi bebek yang punya dendam..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuyuka manawari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 25: Dia Adalah Kenalanku

"Manusia?" tanyaku heran kepada Vlad.

"Benar, Rajaku. Apakah saya perlu mengusirnya? Saat ini dia sudah diterima masuk dan menunggu di ruang tamu," jawab Vlad dengan nada tenang.

Aku terdiam sejenak. Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan dendam para petualang dulu? Mereka yang memulainya, jadi aku harus memastikan lebih dulu.

"Tidak perlu diusir. Ada berapa orang manusia?" tanyaku tegas.

"Hanya satu, Rajaku," jawab Vlad sambil menunduk.

"Hanya satu?!" Aku kaget, tapi segera menenangkan diri. "Baiklah, aku akan menemuinya. Siapkan makanan kecil dan minuman untuknya, Vlad."

"Sesuai perintah Anda, Rajaku." Vlad menunduk lebih dalam sebelum beranjak.

Aku berjalan melewati lorong kerajaan. Dari arah aula terdengar suara latihan; teriakan para bebek. Suasana itu memberi kesan bahwa wilayah ini kini benar-benar hidup dan sibuk.

Sesampainya di ruang tamu, pandanganku langsung tertuju pada seorang wanita. Wajahnya mungil, sekilas mirip anak kecil. Rambutnya berwarna ungu gelap, tergerai lembut sampai bahu. Ia mengenakan gaun sederhana berwarna kekuningan yang tampak hangat.

Wanita itu mendongak, lalu berbicara dengan nada meledek.

"Mentang-mentang sudah jadi raja, jalanmu sekarang terlihat sombong, ya?"

Aku tersentak. Suaranya memang terdengar seperti anak kecil, tapi ucapannya seolah mengenalku.

"Apa... mohon maaf, bolehkah saya tahu siapa Anda?" tanyaku hati-hati.

"Hah?!" sentaknya keras. "Bukan cuma jalanmu yang sombong, sekarang kau bahkan tidak mengenaliku?!"

Aku semakin bingung. Kata-katanya membuatku mencoba mengingat-ingat, tapi tak ada jawaban yang muncul. Hingga akhirnya ia membuka mulut lagi dengan tegas:

"Aku ini... sistem."

"Si-sistem?!" Aku nyaris berteriak karena kaget.

Kata-kata berikutnya keluar begitu saja dari mulutku, tanpa bisa kutahan.

"Sistem yang menyebalkan itu? Yang suaranya selalu datar? Yang suka memberikan jawaban tidak berguna? Yang terus mencatat dan menampilkan panel melayang di depan mataku itu?!"

Wanita itu tersenyum tipis.

Aku gemetar, benar-benar terkejut. Selama ini aku hanya mengenal sistem sebagai suara dingin tanpa wujud. Tapi sekarang, dia berdiri di hadapanku, berwujud manusia, lengkap dengan ekspresi dan sikap yang sama sekali berbeda dari sebelumnya.

"Bagaimana bisa kau menjadi manusia, Sistem?!" teriakku kaget sambil menatapnya lekat-lekat.

Awalnya aku mengira wanita kecil di depanku hanya berbohong. Wujudnya tampak seperti anak kecil yang menyamar, bukan sesuatu yang bisa dipercaya begitu saja. Namun ketika ia mulai menyebutkan hal-hal yang tidak mungkin diketahui orang lain, aku membeku.

Dia tahu di mana aku tinggal. Dia tahu tentang dewa RNG. Bahkan misi-misi yang sedang kujalani sekarang, semua diucapkannya dengan lancar. Itu hanya bisa diketahui oleh satu pihak—sistem yang selama ini menemaniku.

Tubuhku lemas. Rasa kaget itu terlalu besar. Pandangan berputar dan akhirnya aku kehilangan kesadaran.

Sekitar lima menit kemudian, aku terbangun dengan kepala terasa berat. Vlad duduk di sampingku, wajahnya cemas namun tetap berusaha tenang. Di depan kami, sosok wanita kecil itu kini dengan santainya menyeruput teh dan memakan kue yang dihidangkan di meja ruang tamu.

"Jadi kamu ini—" ucapku setengah bingung.

Belum sempat aku melanjutkan, wanita itu langsung menyodorkan sepotong kue ke mulutku.

"Diam dulu dan makan itu," katanya datar, seolah-olah ia yang jadi tuan rumah di sini.

Aku hampir tersedak, sementara Vlad yang melihat kejadian itu langsung bereaksi. Ia mengeluarkan belati dari balik pinggangnya. Hidungnya kembang-kempis, nafasnya cepat, dan ekspresinya tegang.

"Belajarlah sopan santun, anak kecil!" ucap Vlad dengan nada tajam.

"Sudah, Vlad." Aku mengangkat tanganku, memberi isyarat agar ia menahan diri. "Dia temanku. Aku mengenalnya bahkan sebelum ketiga bebek itu." Ucapanku membuat Vlad sedikit terdiam, meski raut wajahnya masih menunjukkan ketidakpercayaan.

Aku melanjutkan dengan suara lebih tenang. "Tolong beri kami waktu untuk berbicara. Kalau nanti aku berteriak atau memanggil, masuk saja tanpa perlu mengetuk pintu."

Vlad menunduk dalam, tangan kanannya diletakkan di dada sebagai tanda hormat. "Baik, Rajaku." Setelah itu ia mundur beberapa langkah, namun tetap berjaga di luar ruangan.

Kini hanya ada aku dan wanita kecil itu. Aku menatapnya tajam.

"Jadi, kenapa kamu bisa berubah menjadi manusia?" tanyaku akhirnya.

Butuh waktu beberapa detik sebelum jawaban keluar. Ia masih sibuk mengunyah kuenya, pipinya menggembung seperti tidak peduli dengan pertanyaanku. Setelah menelan, ia berkata pelan namun jelas:

"Aku… diberi hukuman oleh dewa RNG."

Aku membelalakkan mata. "Apa? Kamu diberi hukuman? Gara-gara apa?"

Ia tidak langsung menjawab. Malah tangannya meraih kue lain dengan kasar, membuat piring bergeser dan menimbulkan suara berdecit di atas meja. Setelah menggigit potongan besar, barulah ia menjawab dengan nada kesal.

"Gara-gara bebek sialan yang selalu bertanya hal tidak penting terus!"

Aku menunjuk diriku sendiri. "Kenapa gara-gara aku? Aku kan cuma bertanya hal-hal yang tidak aku tahu."

Ia mendengus. "Ya, justru itu. Kau terus bertanya, aku terus menjawab, sampai akhirnya aku dianggap terlalu banyak ikut campur. Dewa RNG menjatuhkan hukuman: aku diturunkan ke dunia ini. Katanya, biar tinggal bersama bebek saja!"

Aku mengernyit. "Jadi… ini bukan misi?"

"Misi? Tidak! Ini hukuman!" suaranya meninggi. Ia lalu melahap kue lagi tanpa memperdulikan ekspresiku.

Aku menarik nafas panjang, mencoba memahami. "Tapi kenapa wujudmu jadi seperti anak kecil begini? Tidak ada pilihan lain?"

"Aku juga tidak tahu!" katanya cepat. "Begitu saja aku berubah, langsung ke bentuk ini. Baru kali ini ada kejadian sistem menjadi manusia."

Aku mengusap wajahku, merasa semakin bingung. "Aneh sekali."

Ia melirikku, lalu berkata datar. "Tidak usah terlalu dipikirkan." Tangan mungilnya meraih cangkir, meneguk teh dengan santai. "Ngomong-ngomong, makanan di sini enak sekali. Aku kira aku bakal diberi makanan bebek."

Aku mendesah berat. "Masih menyebalkan juga dirimu, ya, Sistem."

Matanya menatapku tajam begitu aku kembali menyebutnya dengan panggilan “sistem.” Sorot itu membuatku refleks menelan ludah.

“K-kenapa?” tanyaku ragu dengan suara terbata.

“Jangan pakai panggilan itu,” jawabnya singkat. “Cari nama panggilan untukku.”

“Nama panggilan?” ulangku pelan. Aku memejamkan mata sejenak, mencoba memikirkan sesuatu.

Wujudnya memang kecil, wajahnya halus, matanya bulat berwarna biru dengan sedikit semburat hijau zamrud. Rambutnya berwarna ungu lembut, jatuh sebahu, berkilau terkena cahaya dari lampu gantung ruang tamu.

Pikiranku melayang. Anak kecil yang lucu… dulu aku pernah memelihara seekor anak kucing. Namanya Momoy.

“Momoy—” ucapku spontan.

“Aku bukan nama hewan,” balasnya cepat dengan nada sebal.

Aku mengangkat alis, cukup terkejut dengan reaksi spontan itu. Tangannya masih memegang cangkir teh, wajahnya sedikit merengut.

“Baiklah, bukan hewan…” gumamku. Aku kembali berpikir. Jika di Jepang, nama seperti Sumire cocok untuk rambut ungunya. Kalau di Italia atau bahasa Latin, nama bunga Viola atau Violetta bisa dipakai. Atau mungkin Iris, bunga dengan warna ungu kebiruan.

Aku menggumam lirih sambil berpikir keras. “Apa yang cocok, ya… Hmmm…”

Setelah beberapa detik, aku menatapnya kembali. “Sepertinya Violetta saja. Itu berarti warna ungu di salah satu negara tempat aku pernah hidup dulu.”

Ia meneguk tehnya sedikit. Bunyi suara menelannya terdengar jelas di ruangan yang tenang.

Glek.

“Sepertinya itu bukan nama yang buruk,” ucapnya pelan setelah meletakkan cangkir.

“Bagus kalau kamu suka,” balasku tenang.

Aku lalu menghela napas, menyadari ada hal lain yang lebih penting. “Jadi, kalau kamu sekarang sudah menjadi manusia, bagaimana dengan panel yang biasanya muncul, notifikasi untuk level up, semua sistem itu… apa yang terjadi?”

Violetta menatapku tanpa banyak ekspresi. “Sistem evolusi monster masih berjalan seperti biasa. Hanya saja kali ini… tanpa sistem.”

Aku mengernyit. “Tanpa sistem? Maksudmu apa?”

“Tanpa bantuan dari pihak ketiga,” jawabnya jelas. “Kamu hanya akan mendapatkan sesuatu ketika kamu melakukannya sendiri. Dulu kamu sering bertanya padaku—tentang cara, lokasi musuh, lokasi dungeon, dan lain-lain. Ke depannya, kamu harus mencari sendiri.”

Aku menghela napas panjang, menunduk. “Jadi aku tidak bisa minta apa-apa lagi? Informasi hanya akan muncul kalau aku melihat atau menemukannya sendiri?”

“Iya, benar.”

Aku menatapnya lagi, mencoba memastikan. “Kalau aku ingin tahu informasi tentang sebuah relik, atau detail tentang dungeon, berarti aku harus cari sendiri dulu dungeonnya?”

Violetta mengangguk sambil mengunyah sepotong kue. “Itu benar.”

Aku mengusap dahiku, sedikit pusing. “Aduh… padahal aku harus ke Menara Babel. Aku butuh perpustakaan untuk mencari informasi tentang relik.”

Begitu mendengar itu, Violetta mendongakkan kepala. Matanya menatap lurus padaku. “Itu pertanyaanmu dulu ke dewa RNG?”

“Iya.” Aku mengangguk. “Waktu pertama kali aku masuk ke Lore dunia, aku sempat bertanya tentang relik. Lalu aku diberi informasi kalau ada sebuah perpustakaan berisi sejarah, detail penggunaan, bahkan lokasi penyimpanan relik. Apa kamu bisa membantuku menemukan itu?”

Violetta meletakkan potongan kue di piring. “Aku tidak—”

Sebelum ia selesai bicara, aku cepat-cepat berkata, “Kalau tidak mau, aku ambil lagi kuenya.”

Matanya melebar. “E-eh… aku… aku mau, aku mau!” jawabnya terburu-buru dengan wajah pasrah.

Aku menyilangkan tangan, tersenyum tipis. “Padahal kamu baru pertama kali mencoba kue dan teh enak seperti ini, kan?”

Pipinya mengembung sedikit. “Iya…”

Aku mendekat, berbicara lebih pelan namun jelas. “Kamu tahu kan lokasinya? Kalau kamu tunjukkan, nanti aku minta Vlad untuk membuatkan banyak kue. Ada satu jenis kue dengan keju yang meleleh di dalamnya. Rasanya gurih dan manis sekaligus.”

Mata Violetta langsung berbinar. “Aku mau itu!” serunya sambil bangkit sedikit dari kursinya. Ia bahkan melompat kecil, membuat kursi kayu bergeser. “Aku tahu tempatnya di mana!”

“Oke… kembali ke yang tadi. Tentang level up dan semua hal mengenai sistem. Bisa kau jelaskan lebih lengkap?”

Violetta menatapku sebentar, kemudian menjelaskan dengan suara pelan tapi jelas,

“Jadi begini. Setiap kali dirimu membunuh suatu individu yang hidup, biasanya akan mendapatkan pengalaman, atau EXP. Itu sudah menjadi aturan dasar di dunia ini.” Ia berhenti sejenak, memastikan aku memperhatikan setiap katanya.

“Namun, mekanisme kali ini tidak jauh berbeda. Kau tetap mendapatkan panel status, tapi panel itu sekarang hanya menjelaskan tentang dirimu. Tidak ada lagi daftar panjang yang bisa dipanggil dengan perintah suara.”

Aku mengangguk perlahan, masih berusaha memahami. “Paham sampai sini… tapi ada hal yang masih membuatku bingung.”

Aku mengerutkan kening, mengingat peristiwa kemarin. “Saat aku melawan musuh waktu itu… aku tidak melihat label di atas kepalanya. Dan aku juga tidak mendapat EXP setelah mengalahkannya. Itu maksudnya apa?” tanyaku dengan nada penuh rasa penasaran.

“Itu hanya karena sistem sedang dalam proses pembaruan.” jawab Violetta tenang.

“Kau diturunkan ke dunia ini sebagai manusia yang bereinkarnasi menjadi bebek. Karena itu, sistem harus menyesuaikan.”

Aku diam beberapa detik, paruhku terbuka sedikit. “Jadi… semua itu cuma karena update sistem?”

“Benar,” jawab Violetta cepat, kali ini tanpa ragu. “Dan perlu kau pahami, kau tidak lagi membutuhkan sistem pendukung yang harus diteriakkan setiap kali ingin digunakan. Itu adalah batasan lama. Sekarang, hal seperti itu tidak akan pernah terjadi lagi. Selamanya.”

1
Anyelir
kasihan bebek
Anyelir
wow, itu nanti sebelum di up kakak cek lagi nggak?
yuyuka: sampai 150 Chap masih outline kasar kak, jadi penulisannya belum🤗
total 1 replies
Anyelir
ini terhitung curang kan?
yuyuka: eh makasi udah mampir hehe

aku jawab ya: bukan curang lagi itu mah hahaha
total 1 replies
POELA
🥶🥶
yuyuka
keluarkan emot dingin kalian🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE: 🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶
total 3 replies
yuyuka
🥶🥶🥶🥶
Mencoba bertanya tdk
lagu dark aria langsung berkumandang🥶🥶
yuyuka: jadi solo leveling dong wkwkwkw
total 1 replies
Mencoba bertanya tdk
🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE
bro...
Mencoba bertanya tdk
dingin banget atmin🥶
FANTASY IS MY LIFE: sigma bgt🥶
total 2 replies
FANTASY IS MY LIFE
ini kapan upnya dah?
yuyuka: ga crazy up jg gw mah ttp sigma🥶🥶
total 3 replies
Leo
Aku mampir, semangat Thor🔥
yuyuka: makasi uda mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir lagi/Slight/
yuyuka: arigatou udah mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir
yuyuka: /Tongue/
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!