Dulu aku menangis dalam diam—sekarang, mereka yang akan menangis di hadapanku.”
“Mereka menjualku demi bertahan hidup, kini aku kembali untuk membeli harga diri mereka.”
“Gu Xiulan yang lama telah mati. Yang kembali… tidak akan diam lagi.”
Dari lumpur desa hingga langit kekuasaan—aku akan memijak siapa pun yang dulu menginjakku.”
“Satu kehidupan kuhabiskan sebagai alat. Di kehidupan kedua, aku akan jadi pisau.”
“Mereka pikir aku hanya gadis desa. Tapi aku membawa masa depan dalam genggamanku.”
“Mereka membuangku seolah aku sampah. Tapi kini aku datang… dan aku membawa emas.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29
Langit kota semakin mendung ketika Gu Yonglian melangkah pelan di sepanjang jalanan tanah yang mengarah ke perumahan pekerja. Bau logam terbakar dan oli bekas bercampur di udara, membuat napasnya terasa berat. Setiap langkahnya seolah diiringi bayangan rasa bersalah yang terus menghantui.
“Kenapa aku membiarkan nenek mengambil mahar itu? Jika saja uang itu tidak diambil, Yueqing mungkin tak perlu menikah dengan keluarga Li… mungkin dia masih bisa tinggal bersama kami, tertawa bersama… hidup seperti gadis desa lainnya, bukan seperti ini, entah bagaimana nasibnya.”
"ini semua salah Ulan yang kurang ajar jika tidak karena dia yang sakit mana mungkin pernikahan ini jatuh ke kepala adik perempuan ku? Ulan jika terjadi apa-apa dengan qinqin, kau juga tidak akan pernah selamat"
Berkali-kali dia memarahi ulan di dalam hatinya tapi dia sebenarnya melupakan satu hal. merekalah yang menggali lubang untuk ulan dan sekarang jebakan itu jatuh kepada diri sendiri.
Langkahnya terhenti sejenak. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan gejolak di dadanya.
“Sudah terlambat… Tapi paling tidak, aku harus menemuinya. Jika dia menderita, aku akan membawanya pulang. Biarlah pernikahan itu dibatalkan. Aku tak peduli kalau nenek marah. Ini kesalahan kami, dan aku tak akan diam saja.”*
Yonglian kembali berjalan dengan tekad, tapi belum sempat ia menyeberangi jalan kecil menuju deretan rumah di sisi lain, sebuah suara lantang memanggil namanya dari kejauhan.
“GU YONGLIAN!!”
Langkahnya terhenti. Jantungnya melonjak. Ia menoleh cepat, dan.... wajahnya langsung memucat.
Seorang pria muda bertubuh kekar berjalan cepat ke arahnya dengan sorot mata tajam. Yonglian langsung mundur satu langkah, ingin lari, tapi tubuhnya kaku. Rasa panik merayap.
Tidak… Bukan dia…”
Pria itu bergegas mendekat, wajahnya semakin jelas,dia adalah pria yang beberapa minggu lalu menyerahkan uang sebesar Rp200 kepada keluarganya. Tujuannya jelas: membeli malam dengan Ulan.
Namun, malam itu tak pernah datang. Uang diserahkan, tapi Ulan tak pernah dikirimkan ke rumahnya. kemarin dia sudah memberikan beralasan macam-macam, menyebut akan mengembalikan uang itu. tapi bagaimana mungkin dia bisa mengembalikan uang itu sementara uangnya sudah tidak ada lagi di rumah .
“Kau pikir aku orang bodoh, hah?! Uangku lenyap begitu saja! Kalian pikir bisa mempermainkanku?!”
Yonglian mencoba mundur lagi, tapi pria itu semakin mendekat. Dia menoleh ke belakang, berharap ada jalan untuk kabur, tapi saat itulah, dua pria lain muncul dari arah sebaliknya ,salah satunya adalah teman lama Yonglian di desa.
“Tangkap dia! Ini dia cucu dari nenek tua itu! Keluarga Gu harus bertanggung jawab!!”
Keringat dingin membasahi punggung Yonglian
"Goudan kita adalah satu desa, sebenarnya kau berkhianat?"
"hahaha Alian... kau yang menyebutkan jika aku berhasil mencari pembeli aku akan mendapatkan bagian tapi mana bagianku. aku tidak dapat bagian tapi aku akan mendapat celakanya.hahaha, mana mungkin. sekarang kembalikan uangnya atau serahkan orangnya"
"Gaudan, kau tahu ulan sudah menikah, uang mahar juga dicuri orang, tidakkah kau berbelas kasihan mengingat kita masih satu desa?"
"peduli apa aku uang adalah uang!"
Goudan bukannya tidak peduli dengan persahabatan tapi jika uang tidak dikembalikan maka dia yang harus membayarnya. bagaimana mungkin dia melakukan itu sementara dia tidak mendapatkan satu sen pun keuntungan dari kejadian ini.
Yonglian menelan ludah, lalu berlari sekencang-kencangnya,di tengah teriakan, umpatan, dan langkah kaki yang mengejarnya dari belakang.
"Alian.. jangan lari kau..
Yonglian tidak berhenti berlari,Firasat buruk yang tadi hanya bayangan… kini berubah menjadi kenyataan yang mengerikan.
Tapi sayang, Gu Yonglian akhirnya terpojok. Nafasnya tersengal, pelipisnya basah oleh keringat dan debu. Ia baru saja mencoba melompati tumpukan papan kayu bekas di pinggir gang sempit, tapi lututnya terantuk keras dan ia jatuh terjerembab ke tanah.
“Pegang dia!”
Tangan-tangan kasar segera mencengkeram bahunya. Yonglian meronta, menjerit, memohon,tapi tak ada yang peduli.
Tamparan keras mendarat di pipinya. Kemudian sebuah pukulan menghantam perutnya hingga dia terbungkuk, menggeliat menahan sakit.
“Ini akibat dari kebohongan keluargamu!” teriak pria bertubuh besar, yang menjadi pemimpin kelompok itu. “Uang dua ratus ?! Sekarang aku minta empat ratus!Kalian pikir aku ini mainan, hah?!”
Gu Yonglian terisak. Wajahnya kotor, darah mengalir dari sudut bibirnya.
“Aku… aku mohon… Kakekku sakit… uang kami dicuri… aku bersumpah akan menggantinya… beri aku waktu, hanya… beberapa hari…” suaranya gemetar, penuh ketakutan dan rasa sakit.
Pria itu mencengkeram kerah bajunya dan mendekatkan wajahnya. dia membayar karena menginginkan sesuatu bukan memberi sedekah.
“Beberapa hari?! Kamu pikir aku punya waktu untuk menunggu? Kami tahu keluargamu itu licik. Hari ini juga kau ikut kami—sampai uang itu dibayar lunas.”
Tanpa menunggu jawaban, mereka menarik paksa tubuh Yonglian yang lemah dan menyeretnya keluar gang sempit. Ia tak sempat melawan, hanya bisa menangis dan berusaha meraih napas di antara isakan dan rasa sakit.
Mereka membawanya ke sebuah gudang tua yang sudah lama tak digunakan, letaknya di dekat tepian kota, tersembunyi di balik semak liar dan dinding beton yang mulai berlumut. Gudang itu gelap, kosong, dan berdebu, dengan pintu besi yang berderit tajam saat dibuka.
Di dalamnya, hanya ada aroma jamur dan suara gemerisik tikus dari pojok-pojok ruangan. Yonglian didorong ke dalam, terhuyung dan jatuh ke lantai dingin.
“Di sini kau tinggal sampai keluargamu bayar,” ucap pria itu dingin. “Kalau berani kabur, aku tahu di mana rumahmu, tahu siapa keluargamu. Dan aku tidak segan-segan untuk mengambil lebih dari sekadar uang. aku akan memotong tubuh menjadi empat bagian kemudian membuangnya untuk dimakan serigala di gunung”
Pintu besi ditutup rapat dan digembok dari luar.
Dalam kegelapan gudang, Yonglian meringkuk, tubuhnya bergetar hebat. Bukan hanya karena takut… tapi juga karena untuk pertama kalinya, dia benar-benar menyadari bagaimana harga dari kelicikan yang kini harus dia bayar sendiri.
Sementara itu keluarga Gu, tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Di ruangan sempit itu, aroma obat-obatan menyengat bercampur dengan kecemasan dan keluhan yang tak berhenti keluar dari mulut nenek Gu.
Kakek Gu terbaring lemah di atas ranjang, wajahnya pucat, salah satu sisi tubuhnya tak bergerak. Nafasnya teratur tapi berat. Infus tergantung di sisi ranjang, dan monitor tua di atas kepala ranjang menunjukkan denyut jantungnya yang lemah namun masih stabil.
Di sisi ranjang, ibu Gu Yonglin duduk membisu, matanya menyapu ruangan sesekali, gelisah menunggu kabar dari anak perempuannya yang belum kembali. Ibu dan ayah Ulan berdiri tak jauh dari mereka, sama canggungnya, seakan tak tahu di mana sebaiknya mereka meletakkan tangan atau berdiri.
"Apa yang dipikirkan anak itu, lama sekali tidak kembali!" keluh ibu Gu Yonglin, akhirnya bicara.
Nenek yang berdiri tak jauh langsung membalikkan badan, matanya menajam seperti elang. "Itu semua salahmu!" katanya sambil menunjuk ayah Ulan dengan telunjuk gemetar.
"Kalau kau sedikit lebih tegas, kalau kau bisa mendidik anakmu seperti orang tua normal, anak itu tidak akan jadi pembangkang! Tidak akan membuat semua ini jadi aib keluarga!" Suaranya meninggi, menggema hingga ke lorong rumah sakit.
Ayah Ulan tertunduk.
Tak berani membalas.
Hanya mulutnya yang bergetar, seakan ingin bicara, tapi tidak satu pun kata keluar. Dalam hati, ia memang menyimpan penyesalan. Ia tahu Ulan cerdas,terlalu cerdas untuk dikekang oleh keluarga seperti mereka. Tapi ia juga tahu bahwa ia tidak pernah benar-benar membela anak perempuannya, tidak pernah berkata "cukup" ketika Ulan diperlakukan tidak adil.
Tapi semua gadis di desa juga seperti itu meskipun mereka menikah jika mereka memiliki uang tetap akan memberikan kepada keluarga kelahirannya. kenapa putrinya berbeda dengan gadis yang lain.
Ulan menikah bukan dengan orang biasa. tapi dengan seorang Prajurit yang memiliki gaji lumayan besar. Setelah menikah dia lupa diri dan serakah dengan uang itu.
Jadi ini memang salahnya sebagai ayah kalau tidak bisa mendidik putrinya menjadi putri yang berbakti. Padahal dia lupa jika ulan menikah hanya dalam hitungan hari saja. jika pun pernikahan mereka normal, Wulan masih memerlukan waktu untuk mendapatkan hati suami.
Bukannya menikah dan menjadi langsung menjadi penguasa di hari berikutnya.
"Aku… minta maaf,ibu ini memang salahku" ucapnya akhirnya, lirih, lebih kepada dirinya sendiri daripada pada nenek yang sudah membuang muka.
Ibu Ulan hanya berdiri diam, wajahnya kaku. Ia tahu, jika ia ikut bicara, nenek hanya akan beralih marah padanya.
Suasana ruangan menegang kembali. Hanya suara mesin infus dan napas berat kakek Gu yang terdengar. Tak ada yang tahu bahwa di luar sana, cucu yang mereka tunggu sedang mengalami mimpi buruknya sendiri—ditahan di gudang tua, terpojok oleh hutang dan kesalahan keluarga yang terus diwariskan.
"tidak ada pilihan lain kita masih harus menunggu di sini mungkin ada sesuatu di jalan yang membuat dia terlambat kata," ibu younglian.
Yah mereka tak bisa melakukan apapun selain daripada menunggu.
Saat mereka menunggu, waktu bergulir dengan cepat.
Malam telah turun sepenuhnya, menenggelamkan dunia dalam gelap yang pekat. Gudang tua di pinggiran kompleks pabrik itu menjadi lebih sunyi, hanya suara angin yang menyelinap melalui celah kayu lapuk yang terdengar seperti bisikan-bisikan neraka. Gu Yonglin duduk menggigil di lantai tanah yang dingin, tubuhnya kotor, bajunya kusut, matanya sembab karena terlalu lama menangis.
Tiba-tiba..
creeekk!
Pintu gudang terbuka, menimbulkan suara yang tajam dan menyakitkan telinga. Seberkas cahaya dari senter menusuk masuk, menerangi wajah-wajah gelap empat pria yang masuk ke dalam. dua diantaranya adalah godan dan pria bertubuh besar yang sudah membayar rp200.
Bayangan mereka memanjang di dinding, membuat suasana semakin menyeramkan.
Yonglin segera berlutut, tangannya gemetar saat ia menyatukannya di depan dada, memohon dengan suara lirih, “Tolong… tolong lepaskan aku… aku janji akan mengembalikan uangnya… aku hanya… butuh sedikit waktu…”
Pria besar yang memimpin mereka menyipitkan mata, lalu menyeringai. “Rp400, itu yang kau janjikan. Hari ini. Di mana uangnya?”
“Aku… aku tidak punya… tolong beri aku waktu…” ratap Yonglin.
Para pria saling pandang. Salah satu dari mereka bersiul pendek, seperti mengejek. Lalu pria berkumis itu tertawa pendek, suara tawanya dingin. “Baiklah… kami punya satu cara. Jalan keluar agar kau tak perlu bayar sama sekali.”
Yonglin mengangkat wajahnya dengan harapan, matanya bersinar sejenak. “Benarkah? Tolong… apa itu?”
Tapi harapannya hancur dalam sekejap.
Kedua pria lainnya maju, satu memegang lengannya dengan kasar, satu lagi mencengkeram bahunya. Yonglin meronta, tapi tenaganya tak sebanding.
"kawan apa kau tahu apa perbedaannya antara perawan dan bukan?"
"apa itu bos?"kata gaudan yang terkekeh kecil.
"satu lubangnya ketat, yang lain agak longgar.tapi...
Glek..
"Boss.. aku akan cari.... yang lain oke , aku akan memastikan kau puas, bos beri aku waktu" kata younglian dengan penuh kejutan.
Bos hanya mesum dan dia bisa memuaskan bos dengan menemukan gadis lain. Tapi siapa sangka Jika bos berbadan besar itu berkata,"Aku menyukai yang ketat tapi sebenarnya aku tidak pernah pilih-pilih lobang..
"Kau juga punya kan?"
"Ahh..apa?" younglian terbelalak karena kaget. dia tidak percaya apa yang dia dengar. sebenarnya pria di depannya ini pemakan segalanya.
Ya Tuhan..
Goudan sepertinya sudah akrab dengan tingkah laku bos ini. jadi dia berinisiatif membuka pakaian gu yonglian . memperlihatkan sosok tubuhnya dengan hanya diterangi sedikit cahaya redup .dua orang lainnya tertawa terbahak-bahak sambil menahan tangannya agar tidak bisa bergerak.
"Hem .. tidak begitu bagus tapi lumayanlah daripada nggak ada, aku sudah membayar mahal tapi yang dapat cuma seperti ini.oh coba aku rasa dulu jika cocok.. gimana kalau kau menginap 4 hari sebagai pengganti rp400 Hem?"kabar buruknya ketika bos bicara ,orang ini juga melepas resleting celananya.
Astaga.
“Tunggu! Jangan! Aku mohon!” jerit Yonglin, sekarang napasnya tersengal. “Aku akan bayar! Aku akan bayar…!”
Mereka tidak mendengar. Atau lebih tepatnya—mereka tidak peduli.
Tawa rendah bergema di ruangan gelap itu, menggema seperti gema dari neraka itu sendiri. Yonglin menggigit bibirnya, air mata mengalir tanpa henti. Dalam hatinya, dia hanya sempat menyesal.kenapa dia datang sendiri, kenapa dia tidak pernah berpikir dua kali sebelum berbicara, dan kenapa… kenapa dia tidak pernah benar-benar peduli pada orang lain.
" tolong... jangan.. jangan... ahhhh...akhhh tidak...
Kemudian, jeritannya mengguncang malam panjang, melengking, dan penuh rasa takut.
Namun di luar sana, malam tetap sunyi. Jalanan sepi. Tak seorang pun datang.
Gudang itu tetap gelap.
Semua orang sudah tidur di rumah masing-masing.… tidak menyadari bahwa satu nyawa sedang menjerit minta tolong di tengah malam yang dingin dan kejam.
semangat