Ini bukanlah tentang idol Kpop yang memerankan sebuah cerita. Bukan juga cerita fiksi yang berakhir dengan idola. Namun cerita ini terus mengalir bak realita. "Kalian yakin kita bisa nonton konser NCT dan ngelanjutin kuliah di Korea?" "Gue yakin kita bisa! Lagipula kita punya banyak waktu. Kita bisa nabung buat nonton konser. Dan belajar buat ajuin beasiswa ke Korea! Gak ada yang gak mungkin kalau kita mau berusaha!" ucap Yerika yang terus yakin akan mimpi mereka. Elina mengangguk. "Lagipula, kita juga gak bego-bego amat." Yerika tersenyum. "Mulai besok, kita harus giat belajar! Dan kita manfaatin untuk nabung dari sekarang!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Prepti ayu maharani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 17
17 : 실망 [Kecewa]
^^^"Kecewa memang sakit, tapi kau perlu melihat dari sisi lain. Mungkin saja kecewa telah menghadiahkan sesuatu yang lebih indah untukmu."^^^
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Siang ini laut terlihat tampak tenang. Laut itu mencoba mengakrabkan diri pada karang yang tersusun rapih di setiap dasar laut. Tak ingin saling melukai namun ingin memahami.
Mungkin itu juga yang Vania harapkan pada sahabatnya, Ayana. Namun semua tak sesuai dengan apa yang ia harapkan, Ayana telah marah padanya. Ayana sangat kecewa padanya.
Tempat ini tampak sepi, hanya ada beberapa pengunjung, itulah yang menjadi alasan gadis itu menyendiri di sini.
Ayana tak bisa menahan tangisnya, dadanya terasa sesak. Ia tak menyangka sahabat yang sangat ia percayai telah melukai perasaannya.
Satu jam sudah Ayana berada di sini. Ia tak berniat untuk pulang ataupun mengabari yang lain. Ia masih ingin tetap di sini. Setidaknya di sinilah ia merasa tenang.
"Kenapa lo tega sama gue, Van? Gue sahabat lo. Lo salah satu orang yang gue percayai untuk dengerin isi hati gue. Kenapa lo jahat sama gue?"
Ayana menghela napas panjang. Menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan menangis sejadi-jadinya.
"Gue sayang sama lo, Van! Kenapa lo kecewain gue?!" teriaknya dengan isakan tangis. "Lo udah gue anggep saudara kandung gue, Van. Kenapa lo setega ini? Kenapa lo gak mikirin perasaan gue?"
Hingga tanpa ia sadari, datang sebuah pelukan yang mencoba menenangkan perasaannya. Ayana sama sekali tak menolaknya, ia bahkan menjatuhkan wajahnya ke dada bidang itu.
Laki-laki itu tersenyum tipis seraya mengusap lembut rambut gadis yang ia cintai. Dadanya terasa teriris saat melihat gadis itu menangis.
Meskipun ia belum begitu lama mengenal gadis itu, namun ia sudah bisa merasakan bahwa ia memang mencintainya.
"Ayana jangan menangis. Yeon-jin ada disini."
"Aku mencintainya, Yeon-jin! Tapi mengapa Vania tega denganku?"
Yeon-jin tersenyum dan mengeratkan pelukannya. "Aku juga mencintaimu, Ayana. Tapi mengapa kau tak menganggapku ada?" ucap Yeon-jin dalam hati.
Tangis Ayana semakin pecah. Ia menarik baju Yeon-jin dan ia gunakan untuk mengelap air matanya.
"Kenapa dia jahat?"
"Tidak ada yang tahu kapan cinta itu datang, Ayana."
Ayana tak mendengarkan. Tangis semakin pecah.
Setelah tangisnya reda dan merasa sedikit lega, Ayana melepas pelukan itu dan menyeka air matanya. "Kau tahu dari mana aku di sini?"
Yeon-jin menyunggingkan senyumnya. "Tidak penting aku tahu dari mana. Yang jelas, sudah melihatmu, aku merasa tenang."
Ayana menatap Yeon-jin kesal. "Justru malah aku yang menjadi tidak tenang."
Yeon-jin tertawa. "Bohong sekali. Bukankah setelah memelukku, kau merasa tenang?"
Ayana menahan diri untuk tidak tersenyum. "Gomawo," ucapnya membuat Yeon-jin tersenyum lebar dan mengangguk.
"Lain kali kalau kau ada masalah, kau bisa menceritakannya padaku."
Ayana mengangguk lalu menghela napasnya. Ia meraih batu kecil dan ia lemparkan ke dasar laut. "Kenapa cinta terlalu rumit?"
"Kau salah, cinta tidak pernah rumit. Tetapi manusianya saja yang merumitkannya."
Ayana menoleh dan menatap Yeon-jin datar. "Mengapa kau bisa bilang seperti itu?"
"Cukup aku mencintaimu, apa itu terlihat rumit? Bukankah itu disebut cinta? Walaupun hanya aku yang merasakannya."
Ayana diam.
Yeon-jin menatap langit setelah mengucapkan hal tersebut.
"Aku sedang tidak ingin membahas hal itu, Yeon-jin."
Yeon-jin tertawa kecil dan menarik bahu Ayana agar gadis itu memandangnya. "Kau duluan yang membahas masalah cinta, Ayana."
Ayana menghela napas lalu mengangguk kalah. "Iya, kau benar."
"Kau tahu tidak? Apa yang membuatku terus mencintaimu meskipun saat ini kau tak mencintaiku?"
Ayana tak menjawab, namun ia ingin tahu alasannya.
Yeon-jin tersenyum tipis. "Meskipun saat ini kau mengatakan tak mencintaiku, tapi aku yakin suatu saat nanti kau akan mengatakan hal yang berbeda."
"Maksudnya mengatakan bahwa aku membencimu?"
Yeon-jin menghela napas dan menatap Ayana sebal. "Maksudku, kau akan mengatakan bahwa kau mencintaiku."
"Kau terlalu banyak mengeluarkan omong kosong!" Ayana menatap Yeon-jin sebal lalu melipat lengannya di depan dada.
"Aku serius Ayana. Kau tak percaya dengan keseriusanku? Aku memintamu menjadi pacarku sudah, apa perlu sekalian aku memintamu menjadi istriku?"
"Kapan kau memintaku untuk jadi pacarmu? Mengatakannya saja tidak pernah."
Yeon-jin melebarkan matanya, "Memang belum ya?"
Ayana menatapnya malas, lalu bangkit dan berjalan pergi meninggalkan Yeon-jin sendiri di sana.
"Apa benar aku belum pernah memintanya menjadi pacarku?" tanya Yeon-jin pada dirinya sendiri.
Yeon-jin mengusap wajahnya gusar. Selama ini ia hanya mengatakan mencintai, mencintai dan mencintai Ayana. Tanpa pernah meminta Ayana menjadi pacarnya.
"AYANA! AKU SERIUS MEMINTAMU MENJADI PACARKU! KAU MAU YA?" teriak Yeon-jin seraya mengejar Ayana membuat beberapa pengunjung yang berada di tempat tersebut menoleh dan terhibur dengan hal tersebut.
Ayana membalikan tubuhnya dan menatap Yeon-jin tajam lalu menutup mulut Yeon-jin untuk diam.
"AYANA-AKU-SERIUS!" ucapnya dengan mulut yang masih di tutup oleh Ayana.
"Kau bisa diam tidak?" tanya Ayana dengan tatapan tajam.
Yeon-jin menggeleng. "AKU-MEN-CINTAIMU!"
Ayana menatap Yeon-jin tajam. "Yeon-jin, kau diam atau aku pergi?" ancamnya.
Yeon-jin tetap menggeleng. "AKU-"
"Yeon-jin, kau diam atau aku pergi dari hidupmu?"
Yeon-jin mengangguk. "Iya-iya, aku diam," ucapnya.
Ayana melepas tangannya dari bibir Yeon-jin lalu menepukan kedua tangannya. "Begitu saja harus di ancam," ucap Ayana sembari melanjutkan langkahnya.
Yeon-jin berjalan mengejar Ayana. "Kau mau kemana?"
Ayana menjawab dengan mengedikkan bahu.
"Kau mau pulang?"
Ayana menggeleng.
"Kau mau makan?"
Ayana menggeleng.
"Lalu?"
Ayana menghentikan langkahnya lalu menatap Yeon-jin. "Bawa aku ke tempat yang tenang."
Senyum Yeon-jin merekah. Ia pun meraih tangan Ayana dan membawanya pergi dari tempat ini.
"Ayo!" seru Yeon-jin dengan raut wajah bahagia.
Tanpa Ayana sadari, sejak tadi ada sepasang mata yang menyaksikan keduanya. Sang pemilik mata itu tersenyum puas lalu berjalan pergi meninggalkan tempat tersebut.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Gimana El? Ayana belum pulang juga sampai sekarang," isak Vania pada Elina.
Sejak kejadian di kafe tadi, Vania belum juga menghentikan tangisnya. Rasa bersalahnya semakin menjadi karena Ayana belum juga pulang. Sejak tadi Elina mencoba menenangkan Vania.
Ceklek!
Pintu terbuka dan menampilkan Yerika yang baru saja pulang. Yerika menatap Vania datar lalu menghela napas dan akhirnya duduk di sebelah Vania.
"Yer, maafin gue." Vania memeluk Yerika membuat Yerika mengangguk lalu melepaskan pelukan Vania.
"Udah, lo nggak perlu ngerasa bersalah lagi. Lo nggak salah kok," ucapnya.
"Tapi gimana sama Ayana? Kenapa dia belum pulang sampai sekarang?" tanya Vania yang terus saja memikirkan sahabatnya tersebut.
Yerika masih dengan ekspresi datarnya. "Lo nggak usah terlalu mikirin Ayana. Dia sekarang sama Yeon-jin. Ayana pasti aman kok sama Yeon-jin."
"Lo yang ngasih tahu Yeon-jin soal Ayana?" tanya Elina dan di angguki oleh Yerika.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Yeon-jin menoleh menatap gadis gadis yang duduk di sampingnya. Gadis itu masih terlihat sedih.
Kini keduanya tengah berada di bus. Sengaja, Yeon-jin membawa Ayana ke suatu tempat, yang ia harap dapat membuat perasaan Ayana lebih tenang dan dapat mengembalikan senyumannya.
"Ayana," lirih Yeon-jin yang duduk di sebelahnya.
Ayana menoleh dan menatap Yeon-jin dengan tatapan datar.
"Sebentar lagi sampai, kita harus bersiap."
Ayana mengangguk dan membenarkan posisi tasnya.
Bus itu berhenti tepat di sebuah halte. Keduanya turun dan berjalan beriringan.
"Kamu membawaku kemana?" tanya Ayana memperhatikan sekeliling.
"Kau tak perlu khawatir, setelah ini kau akan merasa senang."
Ayana tersenyum miring. "Coba buktikan."
Yeon-jin mengangguk dan mengulurkan tangannya.
Ayana mengerutkan dahi tak mengerti.
Yeon-jin menghela napas, lalu mengaitkan jemarinya pada jemari Ayana dan membawa gadis itu ke suatu tempat yang sudah ia rencanakan.
"Hati-hati," ucap Yeon-jin saat keduanya hampir sampai di tempat tujuan.
"Kau mau membawaku kemana sih?"
Yeon-jin menggeleng. "Sebenarnya ini berjalan begitu saja. Aku juga tak yakin, kau akan suka."
"Tapi setidaknya aku harus berterima kasih padamu."
Yeon-jin tersenyum dan mengangguk.
"Ayana."
Ayana menoleh dan menatap Yeon-jin.
"Lupakan laki-laki itu ya?"
Laki-laki yang Yeon-jin maksud adalah Nevan.
Ya, Ayana memang sudah menceritakan semuanya kepada Yeon-jin di bus tadi. Dan entah mengapa, setelah Ayana menceritakan hal tersebut, ia semakin merasa lega. Lebih lagi setelah Yeon-jin membawanya kemari, ia semakin melupakan masalah yang ada.
Meskipun ia tak tahu, tempat seperti apa yang sebenarnya ingin Yeon-jin tunjukan.
"Daripada memikirkan laki-laki itu, lebih baik kau fokus denganku. Aku yakin kau akan lebih bahagia jika denganku."
"Mengapa?"
"Karena aku akan menuruti semua yang kau mau. Aku akan mengajakmu ke tempat impianmu, mengajakmu ke tempat-tempat yang pernah member NCT datangi. Lalu, aku akan melakukan apapun yang kau sukai."
Ayana diam dan menatap lelaki itu. "Kenapa kau melakukannya?"
"Karena aku mencintaimu, Ayana."
"Tapi aku belum menyukaimu, Yeon-jin."
"Tak masalah. Aku tak memintamu untuk cepat mencintaiku."
Ayana tersenyum dan mengangguk.
Yeon-jin tersenyum lebar. Meskipun Ayana tak mengatakan Satu kata pun, ia merasa Ayana telah memberikan sinyal bahwa Ayana akan belajar membuka hati untuk Yeon-jin.
"Ayana, Saranghae," ucap Yeon-jin lirih namun terdengar hingga telinga Ayana.
Ayana menoleh dan kini keduanya saling menatap. Ayana merasakan ketulusan dari dalam diri Yeon-jin.
Apakah nanti dirinya akan mencintai laki-laki itu?
Entahlah, Ayana tak tahu.
Meskipun ia merasakan kenyamanan saat bersama Yeon-jin, ia tak ingin menjadikan kenyamanan itu sebagai patokan perasaan. Karena Ayana sadar dan tahu betul, bahwa nyaman bisa saja tipuan.
"Ayo kita berfoto!" seru Yeon-jin yang mengeluarkan kameranya.
"Jadi kita kesini hanya untuk berfoto?"
Yeon-jin mengangguk. "Tempat ini sangat bagus. Meskipun sepi, setidaknya hal ini bisa membuatmu lebih tenang."
Ayana tersenyum dan mengangguk.
Yeon-jin tersenyum lalu menoleh ke bawah. Ia segera berjongkok membuat Ayana bingung.
"Yeon-jin, kau mau apa?"
"Tali sepatumu lepas. Aku tidak mau kau sampai jatuh."
"Terima kasih."
"Kau sudah berkali-kali bilang terima kasih. Aku tidak mau lagi mendengarkannya," ucap Yeon-jin yang sudah kembali berdiri di hadapan Ayana.
"Lalu?"
"Ayo buat kenangan bersama!"
Ayana terkekeh dan mengangguk, lalu meraih kamera dari tangan Yeon-jin. "Sini, aku yang akan mengambil gambarmu."
Yeon-jin tersenyum dan dan duduk di bangku kayu. Membiarkan Ayana memotret dirinya.
"Ayana, rekam aku."
Ayana mengangguk dan merekam sebuah video untuk Yeon-jin.
Setelah kamera untuk menyorotinya. Yeon-jin tersenyum dan berteriak.
"AYANA! SARANGHAE!"
Dimana kalimat itu memiliki arti : Ayana! Aku mencintaimu!
"SARANGHAMNIDA!"
Aku mencintaimu!
"NEO TTAEMUNE HAENGBOKHAEYO!"
Karena kamu aku bahagia!
"HANGSANG GEHDAEREUL SAWNHHAKHAEYO!"
Aku selalu memikirkanmu!
"NAEGA GEUDAE GYEOTEUL JIKYEO JULGEYO!"
Aku akan melindungimu!
"Percayalah, padaku."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
a/n :
TRANSLATE :
고마워 (Gomawo) \= Terima kasih
사랑해요 (Saranghae) \= Aku mencintaimu
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...