Kumpulan Cerita Pendek Horor
Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Mereka selalu memperhatikan kita, setiap waktunya. Tidak peduli itu pagi, siang, sore, atau malam. Selama 24 jam kita hidup bersama mereka.
Jangan merasa tenang ketika matahari masih muncul di hadapan kita. Mereka tetap akan memberitahu jika mereka ada, walaupun ketika matahari masih bertugas di langit atas. Bukan hanya malam, mereka ada setiap waktunya. 24 jam hidup berdampingan bersama kita.
Mereka ada, melakukan kegiatan layaknya manusia. Mereka bisa melihat kita, tetapi kita belum tentu bisa melihat mereka. Hanya ada beberapa yang bisa merasakan kehadiran mereka, tanpa bisa melihatnya.
Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu bersama mereka tanpa sadar. Apa yang akan kamu lakukan, jika mereka menampakkan dirinya di depan kamu. Mereka hanya ingin memberitahu jika mereka ada, bukan hanya kita yang ada di dunia ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ashputri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Tidur Bersama Kunti
"Erna... tolong jaga Shila ya, dia dari tadi gak mau liat neneknya," ucap Rita pada Erna yang sedang membantunya memasak.
"Iya Bu." Erna langsung menatap Shila yang berdiam diri di kursi. "Kenapa dia Bu? Kok diem gitu," ucapnya.
Rita menoleh sekilas ke arah Shila yang masih terdiam di kursi depan, "masih belum sadar neneknya meninggal kayanya. Kan dia yang selalu diajak main sama neneknya terus. Sekarang pas neneknya udah pergi, dia keliatan bingung," jelasnya pada Erna.
Erna menganggukkan kepalanya mengerti, "memang mau dikuburin jam berapa Bu?" tanyanya lagi.
"Kita tunggu saudara yang dari Semarang dateng. Abis itu kita langsung kuburin, kasian kalau langsung dikuburin tapi saudara jauh belum lihat untuk terakhir kalinya," jelasnya.
Erna kembali menganggukkan kepalanya mengerti. Ia menatap majikannya yang terlihat lelah. Kedua kantung matanya menghitam, sesekali Erna juga mendengar Rita menghela napas pelan.
Suara ramai dari arah pintu masuk membuat Erna dan Rita langsung menoleh ke depan. Rita yang mengetahui itu merupakan keluarga besarnya langsung melangkah menyusul.
Erna mengikuti di belakang dan membawa Shila agar mengikutinya, "sama Mba yuk," ucapnya pada Shila yang terdiam.
"Ke mana?" tanya Shila dengan mata sipitnya.
"Ayo." Erna menarik lengan Shila menuju ruang belakang.
"Ke mana Mba?"
Erna menoleh menatap Shila dengan tersenyum tipis, "kita main di belakang ya," ucapnya.
Shila menganggukkan kepalanya mengerti, lalu ia menoleh ke belakang. Tempat neneknya tertidur lelap, "Mba, Nenek kok gak bangun-bangun ya. Dari tadi aku tungguin gak bangun," ucap Shila pelan.
Erna menghembuskan napasnya pelan, ia menyusul Shila untuk duduk di depan box berisi mainan, "Nenek udah ada di langit," jawabnya.
"Langit?" Shila menatap Erna dengan bingung. Lalu ia menunjuk ruang depan yang terlihat ramai. "Nenek aja di situ lagi tidur."
Erna tersenyum tipis dan membenarkan ikatan rambut Shila, "ya udah, main dulu aja ya. Nanti coba Shila tanya Mama. Oke?"
Shila menganggukkan kepalanya mengerti, "oke."
Erna terus memperhatikan Shila yang bermain. Sesekali ia tersenyum tipis saat anggota keluarga besar menatapnya. Mata mereka terlihat sembab, bahkan beberapa terlihat hitam kantung matanya.
"Erna," panggil Rita seraya menghampiri Erna dan Shila.
"Iya Mba, kenapa?" tanya Erna langsung beranjak dari posisinya.
"Kamu gendong atau pegang Shila ya, kita mau langsung ke pemakaman," ucap Rita memberitahu.
Erna menganggukkan kepalanya mengerti, "baik Mba."
"Sekarang ya Erna."
"Iya Mba."
Rita menganggukkan kepalanya pelan dan langsung berbalik menuju ruang depan. Sedangkan Erna langsung menatap Shila yang masih sibuk bermain.
"Shila," panggil Erna dengan pelan.
"Kenapa?" tanya Shila dengan mata yang masih fokus dengan mainannya.
"Ke rumah baru Nenek yuk," ajaknya.
"Di mana?"
Erna kang menarik lengan Shila dengan pelan, "ikut Mba ya."
Dengan wajah bingung, Shila hanya menganggukkan kepalanya pelan. Ia mengikuti Erna dari belakang dan berpegang erat pada tangan perempuan itu. Sesekali Shila menatap bingung anggota keluarganya yang terlihat menangis. Ia sama sekali tidak mengerti, kenapa semuanya terlihat sedih. Padahal dirinya sedang tidak apa-apa, dan ia juga tidak menangis seperti yang lain.
Jenazah Nenek dimasukkan ke dalam keranda. Beberapa kerabat langsung menangis dengan histeris. Keranda langsung dibawa keluar dari rumah menuju pemakaman.
"Ayo." Erna langsung merangkul bahu Shila agar mengikutinya.
"Ke mana?" tanya Shila masih dengan wajah bingung.
"Ke rumah baru Nenek," jawabnya.
Shila yang masih tidak mengerti hanya menganggukkan kepalanya pelan. Sedangkan Erna memastikan jika anak perempuan di sampingnya tidak menangis atau mengamuk karena mengetahui jika Neneknya telah tiada.
•••
Setelah semua pekerjaan selesai, Erna langsung masuk ke dalam kamar. Ia memijat bahu dan lehernya yang terasa sakit. Hari ini kegiatan cukup padat karena Nenek meninggal. Apalagi ia harus menemani Shila yang sedari tadi tidak terlihat semangat.
"Hah... cape."
Erna memainkan ponselnya sebentar sebelum beristirahat. Menggulir layar ponselnya dan mengetikkan beberapa balasan ketika ada pesan masuk. Ia menghembuskan napasnya pelan saat tubuhnya benar-benar terasa lelah. Seharian ini ia tidak beristirahat sama sekali. Apalagi Shila yang terus bertanya kepadanya mengenai Nenek yang terus tertidur.
Ia menyimpan ponselnya di atas meja kecil. Lalu melangkah menuju kasurnya yang terlihat tampak menggoda untuk merebahkan diri.
"Besok kerja lagi, kerja lembur bagai kuda."
Erna langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia memeluk guling di sampingnya dan mulai memejamkan mata. Tubuhnya yang terasa lelah membuat Erna bisa langsung terlelap dari tidurnya. Tanpa peduli jika ia belum mengganti pakaian yang ia pakai sedari tadi pagi.
•••
Tengah malam Erna terbangun karena mendengar suara Shila yang berlari di lorong rumah. Ia membuka matanya dan terdiam, mencoba mendengar suara Shila yang sedang berbicara dengan kakeknya.
Erna menghembuskan napasnya pelan, matanya masih mengantuk saat ini. Besok ia harus kembali bekerja dengan keras karena rumah akan melakukan pengajian. Erna kembali memejamkan matanya, mencoba melanjutkan istirahatnya yang terpotong.
Erna menahan napas saat sekitarnya tercium bau melati. Ia kembali membuka matanya seraya menggelengkan kepalanya karena berpikir negatif, "bau melati," gumamnya pelan.
Harum melati semakin semerbak di kamar Erna. Perempuan itu terdiam dan mencoba menghalau pikirin negatif dari kepalanya. Ia kembali memejamkan matanya dan mencoba memeluk guling yang berada di sampingnya.
Kening Erna berkerut bingung saat tangannya terasa tidak seperti memeluk guling. Ia membuka matanya perlahan, ia mengerjapkan matanya terkejut saat melihat sesuatu di depannya.
"Hah."
Erna langsung beranjak dan menjauh dari perempuan yang tidak tau asalnya dari mana. Ia menghembuskan napasnya pelan karena saat membuka mata, ia dan perempuan itu langsung bertatapan. Erna tidak mengetahui wajah dari perempuan itu, hanya mata yang semua bagiannya berwarna putih dan terus menatapnya.
Dalam hati Erna langsung merapalkan beberapa doa karena sosok perempuan tersebut tidak ingin pergi. Pakaian putih yang terlihat kotor, rambut yang terlihat kusut, serta wangi melati yang tercium semerbak mampu membuat Erna ketakutan.
Erna menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Berharap sosok Kunti yang berada di kasurnya menghilang begitu saja. Tiba-tiba saja ia merasa leher bagian belakang seperti di pegang oleh sesuatu.
Erna langsung mengindari sampai ia jatuh ke lantai. Kedua tangannya masih menutup wajahnya karena ketakutan. Dalam hati ia terus merapalkan doa-doa agar sosok tersebut menghilang.
Erna mencoba membuka matanya saat suasana terdengar sunyi. Ia mengintip dari celah jarinya dan menatap kasurnya yang tampak kosong. Erna menghembuskan napasnya pelan dan melangkah mendekat ke arah kasur.
Ia menatap seluruh kamarnya dengan perasaan was-was. Matanya memicing saat melihat beberapa tangkai bunga melati di kasurnya. Erna mencium melati tersebut yang tercium sangat harum.
"Apa ini punya kuntilanak tadi ya?" tanyanya bingung pada diri sendiri.
Seketika Erna terdiam saat mengingat sesuatu. Ia menatap beberapa tangkai melati di telapak tangannya.
"Nenek kan suka banget melati yang masih kuncup begini."
Erna mengerjapkan matanya karena merasa tidak percaya. Ia melihat seluruh kamarnya kembali dengan perasaan was-was.
"Jangan-jangan tadi itu Nenek?!"
•••