NovelToon NovelToon
Pernikahan Status

Pernikahan Status

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Juwita Simangunsong

Enam bulan pernikahan yang terlihat bahagia ternyata tak menjamin kebahagiaan itu abadi. Anya merasa sudah memenangkan hati Adipati sepenuhnya, namun satu kiriman video menghancurkan semua kepercayaannya. Tanpa memberi ruang penjelasan, Anya memilih pergi... menghilang dari dunia Adipati, membawa serta rahasia besar dalam kandungannya.

Lima tahun berlalu. Anya kini hidup sebagai single mom di desa kecil, membesarkan putranya dan menjalankan usaha kue sederhana. Namun takdir membawanya kembali ke kota, menghadapi masa lalu yang belum selesai. Dalam sebuah acara penghargaan bergengsi, dia kembali bertemu Adipati—pria yang masih menyimpan luka dan tanya.

Adipati tak pernah menikah lagi, dan pertemuan itu membuatnya yakin: Anya adalah bagian dari hidup yang ingin ia perjuangkan kembali. Namun Anya tak ingin kembali terjebak dalam luka lama, apalagi jika Adipati masih menyimpan rahasia yang belum terjawab.

Akankah cinta mereka menemukan jalannya kembali? Atau justru masa lalu kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juwita Simangunsong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

Gudang kecil di pinggiran kota pada malam hari, pukul 22.45. Lampu redup, bau kayu lembap, dan suara tetesan air dari atap yang bocor jadi latar sempurna untuk rencana kotor. Marco, pria paruh baya dengan penampilan urakan dan tatapan licik, sedang membuka laptop yang terhubung ke sistem kamera tersembunyi.

Marco mengisap rokok, mengedip ke arah Bram. "Tuh, gue pasang alat kecil ini tadi siang waktu lo ngasih alamatnya. Kamera mini di tiang listrik seberang rumah dia. Aman. Gak akan ketahuan."

Bram berdiri di belakang Marco, tangannya terkepal, matanya merah karena kurang tidur. "Lihat tuh… dia bahagia banget. Senyum kayak gak pernah punya dosa. Seolah aku cuma bayang-bayang yang nggak penting."

Marco sambil tertawa miring "Yaa... kayaknya lo emang udah kayak hantu buat dia. Hantu yang lagi nyari tempat buat gentayangan."

Bram dingin "Dia harus tahu... bahwa hidup yang dia punya sekarang, bisa hancur dalam hitungan detik."

Marco menatap layar, mengangguk pelan "Istrinya cakep. Anak kecilnya lucu. Tapi dari semua itu, yang paling penting itu... lo maunya apa, Bram?"

Bram menatap layar monitor dan terlihat Anya sedang menyisir rambut Alvino sebelum tidur, sementara Adipati keluar ke teras sambil bicara di ponsel.

Bram pelan, hampir seperti mantra. "Aku mau dia... ingat lagi siapa aku. Aku mau dia lihat bahwa tanpa aku, dia bukan siapa-siapa. Aku mau dia hancur... lalu datang padaku... minta diselamatkan."

Marco sedikit tidak nyaman "Hati-hati, Bro. Main api bisa kebakar sendiri. Tapi kalau lo beneran mau lanjut... gue punya satu ide."

Bram menoleh cepat, matanya menyala. "Apa?"

Marco "Lo bisa mulai dari yang kecil. Kirim ‘peringatan’. Biar dia tahu ada yang ngelihatin mereka. Biar dia mulai was-was. Orang yang ketakutan, lebih gampang dikontrol."

Bram tersenyum samar. Untuk pertama kalinya malam itu, wajahnya tak lagi tegang. Tapi senyumnya bukan senyum bahagia. Itu senyum orang yang kehilangan kendali "Kita mulai besok malam."

Marco "Deal. Tapi inget, semua ini tanggung jawab lo, ya. Gue cuma bantu."

Bram sambil menatap monitor "Sebentar lagi, Dip… kamu akan nyari aku. Karena cuma aku yang ngerti luka kamu. Bukan dia. Bukan istri sok suci kamu itu. Tapi aku."

***

Suasana rumah terasa tenang. Alvino sudah tertidur pulas di kamarnya setelah bermain seharian. Anya baru saja menyelesaikan mencuci gelas terakhir di dapur, lalu duduk santai di ruang keluarga sambil menonton drama di TV.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pelan di pintu teras belakang.

Tok… tok… tok.

Anya menoleh cepat. Jantungnya berdetak lebih kencang. Teras belakang langsung terhubung dengan taman kecil. Tak biasanya ada yang datang dari arah itu.

Ia berdiri perlahan, melangkah pelan, membuka gorden jendela yang menghadap ke taman belakang…

Matanya membelalak.

Di tengah rumput, tergeletak satu boneka beruang cokelat kecil.

Tapi bukan boneka biasa. Salah satu matanya copot, kainnya robek, dan di dada boneka itu tertulis dengan spidol merah menyala “Jangan lengah.”

Anya menutup mulut, panik. "Ya Tuhan…"

Tanpa pikir panjang, ia segera mengambil ponsel dan menekan kontak "Mas Adipati."

Adipati di kantor, suara lelah tapi langsung waspada saat melihat nama Anya "Halo, Sayang? Kenapa? Kamu kedengeran panik."

Anya gugup, terisak "Mas… di taman belakang… ada boneka. Rusak… ditulis sesuatu… kayak ancaman. Aku takut."

Adipati langsung berdiri dari kursinya, wajahnya berubah tajam "Oke. Kunci semua pintu dan jendela sekarang juga. Mas pulang sekarang. Arga dan Riko masih di depan rumah kan?"

Anya. "Iya… aku langsung panggil mereka. Mas… ini pasti ulah Bram, kan?"

Adipati suara menegang. "Dia mulai. Tapi tenang, kamu gak sendiri, Sayang. Mas gak akan biarkan siapa pun ganggu kamu dan Alvino. Tunggu Mas lima belas menit."

Sementara itu, jauh dari rumah itu…

Di dalam mobil yang parkir tak jauh dari taman kota, Bram duduk diam menatap layar ponsel. Ia sedang memantau cuplikan kamera tersembunyi yang menunjukkan Anya menemukan boneka tersebut.

Bram tersenyum kecil, suara pelan. "Satu langkah kecil… tapi cukup untuk membuat dia merasa tidak aman. Sekarang kamu tahu rasanya, Anya… merasa dirampas sesuatu yang kamu anggap milikmu."

***

Lima belas menit kemudian. Adipati tiba dengan mobil hitamnya. Ia langsung masuk ke dalam rumah, menghampiri Anya yang duduk di sofa sambil memeluk bantal, wajahnya pucat.

Adipati merangkul Anya erat. "Aku di sini, Sayang. Gak akan ada yang nyentuh kamu. Kita akan hadapi ini sama-sama."

Anya tersedu "Mas… aku takut. Gimana kalau dia nyakitin Alvino? Atau kita…?"

Adipati menatap mata istrinya, serius "Lihat aku. Kita gak akan kalah. Aku udah terlalu lama dikejar bayang-bayang masa lalu. Sekarang saatnya aku balik melawan. Demi kamu. Demi Alvino. Demi keluarga kita."

***

Ruang kerja Adipati di tengah malam, Anya dan Alvino sudah terlelap. Tapi lampu ruang kerja Adipati masih menyala. Di depan laptopnya, ia membuka ulang rekaman CCTV rumah dari halaman depan, pagar, dan taman belakang. Tak ada yang tampak jelas, tapi langkah kecil mencurigakan terlihat terekam samar.

Adipati menggertakkan gigi "Kamu licik, Bram… tapi aku bukan Adipati yang dulu."

Ketukan pelan di pintu. Riko dan Arga masuk.

Riko "Kami udah periksa sekeliling, Pak. Tapi pelaku bener-bener bersih. Jejaknya rapi. Kayak udah tahu di mana titik buta kamera."

Arga "Tapi ada satu hal. Gue cek kamera jalan 200 meter dari rumah. Ada motor berhenti kira-kira 10 menit, lalu pergi. Nomor platnya nggak jelas, tapi modelnya mirip motor lama yang pernah dipakai Bram… waktu dia masih nongol-nongol dulu."

Adipati menatap keduanya tajam. "Denger baik-baik. Ini bukan cuma soal keselamatan istri dan anakku. Ini soal masa lalu yang harus aku bereskan. Kali ini... aku gak akan tunggu dia nyerang lagi."

Riko "Jadi kita yang nyerang duluan?"

Adipati "Belum. Kita jebak dia. Tapi pelan-pelan. Aku ingin dia pikir dia menang."

Arga "Maksud bapak bagaimana?"

Adipati membuka peta digital di layar. Ia tunjukkan sebuah properti kosong yang dulunya villa milik temannya. "Kita sebar kabar bahwa aku dan Anya bakal nginap di sana minggu ini. Biar dia tahu. Kita biarkan umpan ini terbuka… dan lihat apakah dia akan datang sendiri atau kirim ‘peringatan’ lagi."

Riko "Dan kalau dia datang?"

Adipati tegas. "Tangkap hidup-hidup. Aku ingin lihat wajahnya waktu dia sadar… dia udah kehilangan kendali."

***

Pagi yang cerah, Adipati duduk di meja makan bersama Anya dan Alvino, tampak lebih tenang dari malam sebelumnya.

Anya pelan "Mas... kamu kelihatan beda pagi ini. Lebih… siap."

Adipati tersenyum tipis "Karena aku memang siap, Sayang. Mulai sekarang, gak ada lagi kata 'takut' di rumah ini. Tapi kamu dan Alvino tetap harus ikuti semua pengamanan yang sudah aku buat."

Alvino sambil menyendok sereal "Papa… aku boleh main ninja - ninjaan sama Om Riko lagi nggak? Dia kalah terus kemarin."

Adipati dan Anya tertawa ringan. Adipati menatap anaknya penuh cinta "Boleh. Tapi ninja kali ini bakal pasang perangkap sungguhan. Jadi siap-siap kalah lagi, ya?"

1
kalea rizuky
gay itu susah sembuh. percayalah
kalea rizuky
sekali menjijikan ttep menjijikan
kalea rizuky
Q aja jijik liat pati mending cari yg normal aja anya kasian Vino nanti tau bapak nya gay dlu dih itu mental anak bisa drop
kalea rizuky
laki menjijikan kek qm g pantes jd ayah tau dih najis penyakit bgt takut anya kena hiv
kalea rizuky
anya g jijik
kalea rizuky
lavender marriage jahat bgt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!